Selanjutnya liburan kenaikan kelas.
Sebagaimana janji ayah, ayah akan
memberi latihan baru untukku. Latihannya adalah tantangan 3 kali kena. Ayah
hanya akan memakai 1 jurus. Aku harus melawan ayah dengan 1 jurus saja.
Tantangannya adalah aku harus berhasil mengenai ayah 3 kali terlebih dulu.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan penguasaan jurus oleh karena itu aku tidak
boleh memakai jurus yang sudah kukuasai yang sudah berhasil mengalahkan
tantangan 10 menit sebelumnya.
(penyadur:
untuk lebih mudahnya, kita sebut saja jurus yang dipakai Arya untuk mengalahkan
tantangan 10 menit sebagai jurus A)
“Tapi Yah, kalau aku sudah tahu jurus
yang dipakai ayah, aku tinggal pakai jurus yang lebih sulit untuk bisa
mengalahkan ayah”, kataku dengan sok tahu.
“Belum tentu”, kata ayah. “Mau coba?”,
kata ayah yang langsung bersiap dengan kuda-kuda jurusnya dan menyerangku.
Aku langsung menghindar dan mencoba
menata gerakanku. Jurus yang dipakai ayah ternyata adalah jurus yang telah
kulatih untuk mengalahkan tantangan 10 menit (jurus A). Aku sangat hafal jurus (A)
tersebut, sehingga setelah gerakanku sudah tertata, aku mulai memakai jurus
yang lebih sulit*) dari jurus tersebut. Tapi ternyata sampai beberapa waktu aku
tidak bisa mengenai ayah. Bahkan ayah dapat mengenaiku lebih dulu. Setelah agak
lama akhirnya ayah berhasil mengenaiku 3 kali.
(*penyadur: untuk lebih mudahnya,
kita sebut saja jurus yang dipakai Arya untuk melawan jurus A tersebut adalah
jurus B)
Setelah berhenti ayah menjelaskan bahwa secara normal jurusku yang lebih sulit
(jurus B) mungkin memang bisa mengalahkan jurus yang dipakai ayah (jurus A).
Namun karena penguasaan jurusku masih kurang sehingga ayah bisa mengalahkanku.
“Masa hanya karena penguasaan jurus Yah?”, tanyaku karena merasa kurang
yakin. “Bukankah jurusku (jurus B) lebih sulit? Walaupun penguasaan jurusku
tidak setinggi penguasaan jurus ayah, seharusnya setidaknya aku masih bisa
mengimbangi jurus ayah dengan bisa mengenai ayah”, lanjutku.
“Pertama, jurus yang kamu pakai (jurus B) belum tentu lebih tinggi dari
jurus yang ayah pakai (jurus A). Memang jurus (B) tersebut lebih sulit, namun
belum tentu lebih tinggi dan bisa mengalahkan jurus yang ayah pakai (jurus A). Jurus
yang lebih sulit biasanya lebih tinggi dari jurus yang lebih sederhana karena
lebih sulit ditebak gerakannya. Namun karena gerakan yang lebih sulit maka jurus
yang lebih sulit biasanya punya kelemahan pada penyesuaian antar jurus (antar
gerakan). Walaupun begitu inti sebenarnya adalah pada gerakan jurusnya.
Walaupun bisa menebak gerakan jurus lawan, jika dalam jurus yang dipakai tidak
ada gerakan yang dapat melawan atau menahan atau menghindari
(mengantisipasi/meng-counter) gerakan tersebut maka serangan lawan tersebut
bisa kena. Begitu juga walaupun sudah mengetahui ada titik kelemahan dari
gerakan lawan, namun jika dalam jurus yang dipakai tidak ada gerakan yang dapat
dipakai untuk menyerang kelemahan tersebut maka tidak bisa mengenai lawan”,
jawab ayah menerangkan secara panjang.
“Kedua, sebagaimana yang telah kamu pahami bahwa dengan penguasaan jurus
yang bagus maka ayah bisa melakukan jurus tersebut dengan cepat dan terus
bergerak sehingga bisa panjang (lama). Sedangkan penguasaan jurusmu masih
kurang sehingga gerakanmu kurang cepat dan akhirnya ayah punya kesempatan
mengenaimu”, lanjut ayah.
“Coba kamu ingat dan kamu pikirkan kembali (analisis) kesalahanmu tadi sehingga
ayah tadi bisa mengenaimu”, kata ayah menegaskan.
Akupun memikirkan kembali kenapa aku
tadi bisa terkena serangan ayah. Ketika memikirkan hal tersebut aku jadi
menyadari sesuatu.
“Yah, gerakan jurus ayah (jurus A)
yang begini kan bisa kukalahkan (kupatahkan) dengan gerakan jurusku (jurus B)
yang begini”, kataku dengan semangat sambil mencoba memperagakan.
“Betul, tapi ayah kan bisa pakai
gerakan begini”, kata ayah mencoba membantahku (men-challenge).
“Aku kan bisa melanjutkan dengan
serangan begini, lalu jika ayah memakai gerakan yang begini aku bisa memakai
gerakan yang begini”, kataku masih dengan semangat. Ayah hanya tersenyum. Dia tidak
mencoba membantahku lagi.
“Berarti Yah, hanya dengan cara
dianalisis begini, sudah ketahuan bahwa jurusku tadi (jurus B) memang lebih
tinggi dari pada jurus ayah (jurus A)”, kataku dengan bangga karena telah
menyadari sesuatu.
“Betul, tapi dalam prakteknya tidak
semudah itu, kan?”, kata ayah menanggapi. “Makanya jawaban ayah tadi adalah
penguasaan jurus”, lanjut ayah.
“Jika memang hanya penguasaan jurus
dan analisis gerakan jurus yang satu melawan jurus yang lain, kan bisa kulatih
sendiri Yah, tidak perlu pakai tantangan 3 kali kena”, kataku mempertanyakan maksud
latihan dengan tantangan 3 kali kena.
“Untuk memastikan bahwa penguasaan
jurusmu memang sudah bagus”, jawab ayah. “Seperti tadi ayah bilang bahwa dalam
prakteknya tidak semudah itu kan. Lagipula lebih seru (asyik) berlatih dengan
bertanding daripada latihan sendiri, kan?”, lanjut ayah. Aku pun mengangguk.
“Jadi, ayah akan pakai jurus ini
terus (jurus A) sampai kamu berhasil mengalahkan tantangan 3 kali kena,
misalnya dengan jurusmu tadi (jurus B), kemudian ayah akan pakai jurusmu yang
berhasil mengalahkan tersebut (jurus B) sampai kamu berhasil mengalahkan
tantangan 3 kali kena, begitu seterusnya sampai semua jurus kamu kuasai”, kata
ayah menjelaskan.
“Kenapa ayah harus pakai jurus yang
sudah kukuasai?”, tanyaku.
“Supaya kamu lebih mudah dalam menganalisis”,
jawab ayah. “Karena sudah kamu kuasai tentu kamu sudah paham kelemahannya
sehingga kamu bisa fokus dalam meningkatkan penguasaan jurus barumu untuk
mengalahkan jurus tersebut”, lanjut ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar