Jumat, 04 Januari 2019

#33 Aliran Hitam dan Aliran Putih



“Kamu masih mengikuti klub basket? Kenapa tidak pernah berlatih basket?”, tanya ayah sore itu di rumah.
“Tidak Yah”, jawabku singkat.
“Lalu kenapa pulangnya sore?”, tanya ayah seakan curiga.
Aku lalu menceritakan tentang kegiatanku mencoba mengikuti kegiatan klub-klub di sekolah, namun aku tidak menceritakan tentang Bunga.
“Masih ingat kata-kata ayah ketika mengijinkanmu ikut klub basket, kan?”, tanya ayah.
“Iya Yah. Aku harus serius dan tidak boleh mengganggu pelajaran sekolah”, jawabku.
“Bukan hanya itu. Ayah tidak ingin kamu menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat”, kata ayah. “Daripada mencoba mengikuti kegiatan klub-klub yang belum tentu akan kamu ikuti klubnya, bukankah lebih baik kamu berlatih untuk mengalahkan tantangan 10 menit?”, lanjut ayah.
“Iya Yah. Aku masih berlatih kok”, jawabku. “Mengikuti kegiatan klub-klub di sekolah selain untuk mencari klub mana yang menarik untuk diikuti, juga menambah pengetahuan dan perkenalan Yah”, lanjutku memberikan alasan.
Ayah hanya diam, sepertinya memaklumi alasanku tersebut.
“Oiya Yah, aliran hitam itu apa Yah?”, tanyaku sekalian untuk mengalihkan pembicaraan.
“Darimana kamu tahu istilah itu? Apa kamu bertarung dengan aliran putih?”, tanya ayah seperti kaget/curiga.
“Ketika mencoba mengikuti kegiatan klub silat, aku bertarung dengan pelatih silatnya kemudian dia bilang agar aku jangan terlibat aliran hitam”, jawabku tanpa menceritakan kejadian sebenarnya.
Aku juga menceritakan pertarunganku dengan pemimpin geng dan menjelaskan hubungannya dengan perkelahianku sebelumnya dengan 4 kakak kelas yang pernah kuceritakan.
“Sebenarnya ayah kurang setuju dengan istilah aliran hitam dan aliran putih”, kata ayah memulai penjelasan tentang aliran hitam dan aliran putih tanpa mengkomentari jawabanku dan ceritaku tentang darimana aku mengetahui istilah aliran putih.
Sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya, tidak semua orang adalah orang baik yang selalu taat pada aturan. Ada juga orang yang berbuat jahat dan melanggar aturan. Begitu juga dalam dunia silat tentu ada orang yang berbuat jahat dan menyalahgunakan kemampuan silat. Ketika ada pesilat yang berbuat jahat dengan kemampuan silatnya dan diketahui oleh masyarakat umum (di luar dunia persilatan) maka mereka akan menyalahkan perguruan-perguruan silat yang telah mengajarkan silat. Perguruan-perguruan silat yang menjadi sasaran tuduhan masyarakat umum tentu perguruan-perguruan silat besar yang telah dikenal umum. Perguruan-perguruan silat tersebut tentu akan berusaha meyakinkan masyarakat umum bahwa perguruannya selalu mengajarkan kedisiplinan, berbuat baik dan taat aturan. Perguruan-perguruan silat besar biasanya juga mempunyai data lengkap tentang siapa saja yang berlatih aliran mereka. Dari situ timbul pengelompokkan bahwa aliran silat dari perguruan-perguruan silat disebut aliran putih sedangkan aliran silat yang bukan dari perguruan silat adalah aliran hitam.
“Kalau pengelompokkan hanya karena untuk menampik (menolak) tuduhan masyarakat umum, kenapa guru silat dan pemimpin geng yang berlatih silat juga memakai istilah tersebut Yah?”, tanyaku.
“Istilah aliran hitam dan aliran putih sudah ada sejak dulu”, kata ayah memulai penjelasannya.
Menurut ayah ada beberapa teori (kemungkinan) timbulnya istilah aliran hitam dan aliran putih. Kemungkinan pertama adalah adanya kelompok atau perguruan silat yang berbuat jahat. Sebagaimana manusia pada umumnya, dulu ketika masih banyak orang yang berlatih silat, ada orang atau kelompok yang menggunakan kemampuan silatnya untuk berbuat jahat dan ada orang atau kelompok yang menggunakan kemampuan silatnya untuk berbuat baik. Perguruan silat mempunyai guru atau pimpinan perguruan yang dihormati dan dipatuhi oleh murid-muridnya atau anggota perguruan sehingga baik buruknya suatu perguruan silat tergantung dari guru atau pimpinan perguruan tersebut. Pada dasarnya orang tidak suka terhadap orang atau kelompok yang berbuat jahat, sehingga ketika ada perguruan silat yang berbuat jahat maka akan dimusuhi oleh perguruan-perguruan lain. Ciri khas suatu perguruan adalah aliran silatnya (jurus-jurus yang dipakai) sehingga aliran silat dari perguruan yang berbuat jahat tersebut disebut dengan istilah aliran hitam. Sedangkan aliran silat dari perguruan-perguruan yang memusuhinya adalah aliran putih.
Kemungkinan kedua adalah suatu perguruan disebut aliran putih karena selalu menjaga reputasinya (nama baiknya) untuk berbuat baik. Suatu perguruan bisa berkembang jika banyak yang bergabung dengan perguruan tersebut. Salah satu alasan dalam memilih perguruan silat adalah dari reputasi (nama baik) perguruan tersebut. Untuk bisa menjaga nama baik, suatu perguruan menerapkan aturan dan disiplin tinggi pada anggotanya (murid-muridnya). Murid yang menyalahgunakan kemampuan silatnya akan dihukum bahkan bisa dikeluarkan dari perguruan tersebut. Pesilat dikenal dari jurus-jurus (aliran) yang dia gunakan. Ketika banyak anggota perguruan yang menggunakan ilmu silatnya untuk berbuat baik, maka akhirnya aliran silat tersebut dikenal sebagai aliran putih. Sebaliknya jika ada pesilat yang berbuat jahat maka aliran silat yang dia gunakan jadi dianggap sebagai aliran hitam.
Kemungkinan ketiga adalah disebut aliran hitam karena jurus-jurusnya berbahaya (mematikan), kejam, bahkan bersifat curang seperti memakai racun atau senjata rahasia. Walaupun tidak sedang berbuat jahat, namun orang yang menggunakan jurus yang berbahaya, kejam atau berlaku curang ketika bertarung dapat dianggap orang yang jahat. Misalnya orang yang melawan orang yang tidak bisa silat menggunakan jurus yang berbahaya (mematikan) atau orang yang masih menyerang (menganiaya) orang yang telah kalah atau mengalah atau orang yang berbuat curang dalam duel dengan menggunakan cara-cara licik. Karena hal-hal seperti itulah maka jurus-jurus yang berbahaya (mematikan), jurus yang digunakan secara kejam dan cara-cara licik disebut sebagai aliran hitam.
“Terus, apa maksud ayah tidak setuju dengan istilah aliran hitam dan aliran putih?”, tanyaku. Ayah kemudian melanjutkan penjelasannya.
Dengan adanya istilah aliran hitam, seolah-olah yang menyebabkan seseorang berbuat jahat adalah karena aliran (jurus-jurus) yang dipelajari. Padahal menurut ayah, jahat atau tidaknya seseorang yang berlatih silat tergantung sifat masing-masing orang. Orang-orang aliran putih (yang belajar silat dari perguruan), belum tentu tidak berlaku jahat. Contohnya adalah Agus dan temannya yang berbuat jahat kepadamu. Menurut ayah, berdasarkan ceritaku, mereka belajar silat dari perguruan silat, yang kemungkinan besar perguruan silat yang mengaku aliran putih.
Selain itu, penamaan aliran hitam jadi membatasi diri untuk mempelajari aliran tersebut. Padahal, semakin banyak jurus yang kita kuasai akan semakin berkembang ilmu silat kita, walaupun kemampuan silat tidak hanya tergantung dari jurus yang dikuasai.
“Bagaimana dengan jurus yang mematikan, yang kejam atau yang curang Yah?”, tanyaku menyela penjelasan ayah.
Menurut ayah, tidak masalah belajar jurus-jurus seperti itu. Semua tergantung pemakainya, harus bisa bijaksana dalam menggunakan jurus-jurus tersebut. Bahkan bukan hanya jurus-jurus seperti itu, jurus silat yang sederhana pun harus bijaksana dalam menggunakannya. Seperti pesan ayah dan ibu padaku, kalau bisa jangan sampai berkelahi, dan jika berkelahi kalau bisa jangan sampai menggunakan gerakan silat (jurus silat), atau menggunakan jurus silat sesuai kebutuhan saja.
Perguruan silat yang mengaku aliran putih juga bukan berarti tidak memiliki jurus yang berbahaya. Jurus yang berbahaya biasanya mereka pelajari jika sudah memenuhi syarat-syarat tertentu, agar jurus tersebut tidak disalahgunakan. Secara umum, belajar silat adalah dari jurus yang mudah dulu kemudian yang lebih sulit sebelum ke jurus yang berbahaya, sebagaimana ayah mengajariku silat. Walaupun ayah berpendapat bukan jurusnya (alirannya) yang menyebabkan orang berbuat jahat, namun bisa saja terjadi orang yang tidak berniat jahat jadi berbuat jahat karena jurus-jurus yang mematikan atau yang kejam seperti itu. Sebagaimana ayah jelaskan bahwa dengan jurus, tubuh bagaikan hafal gerakan silat sehingga seperti reflek. Jika seseorang hanya mempelajari jurus-jurus yang mematikan atau yang kejam, maka ketika bertarung bisa jadi yang keluar adalah jurus yang tubuhnya sudah hafal tersebut sehingga secara tidak sengaja mencelakai lawannya. Jadi ayah setuju bahwa jurus-jurus seperti itu tidak boleh dipelajari dengan sembarangan.
“Bagaimana dengan jurus yang curang Yah?”, tanyaku kembali menyela penjelasan ayah.
“Kurang lebih sama, boleh dipelajari namun digunakan hanya jika sangat terpaksa”, jawab ayah yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan.
Jika niat berlatih jurus yang curang tersebut memang untuk berbuat curang, berarti memang ada niat jahat. Bertarung adalah adu kemampuan tubuh. Orang yang berlaku curang berarti merasa tidak bisa menang jika bertarung secara adil (tanpa berbuat curang). Jika sudah merasa kalah seharusnya tidak perlu bertarung atau menyerah. Jadi jika bertarung dengan memakai cara curang berarti ada niat jahat, misalnya ingin mencelakakan lawan atau bahkan ingin membunuhnya.
Dengan memahami jurus-jurus seperti itu kita jadi bisa menghadapi jika ada lawan yang memakai jurus-jurus seperti itu. Jurus-jurus tersebut mungkin juga berguna dalam pertarungan hidup mati yaitu pertarungan untuk mempertahankan nyawa kita sehingga pilihannya adalah membunuh atau terbunuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar