“Kamu masih mengikuti klub basket? Kenapa tidak pernah berlatih basket?”,
tanya ayah sore itu di rumah.
“Tidak Yah”, jawabku singkat.
“Lalu kenapa pulangnya sore?”, tanya ayah seakan curiga.
Aku lalu menceritakan tentang kegiatanku mencoba mengikuti kegiatan
klub-klub di sekolah, namun aku tidak menceritakan tentang Bunga.
“Masih ingat kata-kata ayah ketika mengijinkanmu ikut klub basket, kan?”,
tanya ayah.
“Iya Yah. Aku harus serius dan tidak boleh mengganggu pelajaran sekolah”,
jawabku.
“Bukan hanya itu. Ayah tidak ingin kamu menghabiskan waktu untuk hal-hal
yang tidak bermanfaat”, kata ayah. “Daripada mencoba mengikuti kegiatan
klub-klub yang belum tentu akan kamu ikuti klubnya, bukankah lebih baik kamu
berlatih untuk mengalahkan tantangan 10 menit?”, lanjut ayah.
“Iya Yah. Aku masih berlatih kok”, jawabku. “Mengikuti kegiatan klub-klub
di sekolah selain untuk mencari klub mana yang menarik untuk diikuti, juga
menambah pengetahuan dan perkenalan Yah”, lanjutku memberikan alasan.
Ayah hanya diam, sepertinya memaklumi alasanku tersebut.
“Oiya Yah, aliran hitam itu apa Yah?”, tanyaku sekalian untuk mengalihkan
pembicaraan.
“Darimana kamu tahu istilah itu? Apa kamu bertarung dengan aliran putih?”,
tanya ayah seperti kaget/curiga.
“Ketika mencoba mengikuti kegiatan klub silat, aku bertarung dengan
pelatih silatnya kemudian dia bilang agar aku jangan terlibat aliran hitam”,
jawabku tanpa menceritakan kejadian sebenarnya.
Aku juga menceritakan pertarunganku dengan pemimpin geng dan menjelaskan
hubungannya dengan perkelahianku sebelumnya dengan 4 kakak kelas yang pernah
kuceritakan.
“Sebenarnya ayah kurang setuju dengan istilah aliran hitam dan aliran
putih”, kata ayah memulai penjelasan tentang aliran hitam dan aliran putih
tanpa mengkomentari jawabanku dan ceritaku tentang darimana aku mengetahui
istilah aliran putih.
Sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya, tidak semua orang
adalah orang baik yang selalu taat pada aturan. Ada juga orang yang berbuat
jahat dan melanggar aturan. Begitu juga dalam dunia silat tentu ada orang yang berbuat
jahat dan menyalahgunakan kemampuan silat. Ketika ada pesilat yang berbuat
jahat dengan kemampuan silatnya dan diketahui oleh masyarakat umum (di luar
dunia persilatan) maka mereka akan menyalahkan perguruan-perguruan silat yang
telah mengajarkan silat. Perguruan-perguruan silat yang menjadi sasaran tuduhan
masyarakat umum tentu perguruan-perguruan silat besar yang telah dikenal umum.
Perguruan-perguruan silat tersebut tentu akan berusaha meyakinkan masyarakat
umum bahwa perguruannya selalu mengajarkan kedisiplinan, berbuat baik dan taat
aturan. Perguruan-perguruan silat besar biasanya juga mempunyai data lengkap
tentang siapa saja yang berlatih aliran mereka. Dari situ timbul pengelompokkan
bahwa aliran silat dari perguruan-perguruan silat disebut aliran putih
sedangkan aliran silat yang bukan dari perguruan silat adalah aliran hitam.
“Kalau pengelompokkan hanya karena untuk menampik (menolak) tuduhan
masyarakat umum, kenapa guru silat dan pemimpin geng yang berlatih silat juga
memakai istilah tersebut Yah?”, tanyaku.
“Istilah aliran hitam dan aliran putih sudah ada sejak dulu”, kata ayah
memulai penjelasannya.
Menurut ayah ada beberapa teori (kemungkinan) timbulnya istilah aliran hitam dan aliran
putih. Kemungkinan pertama adalah adanya kelompok atau perguruan silat yang
berbuat jahat. Sebagaimana manusia pada umumnya, dulu ketika masih banyak orang
yang berlatih silat, ada orang atau kelompok yang menggunakan kemampuan
silatnya untuk berbuat jahat dan ada orang atau kelompok yang menggunakan
kemampuan silatnya untuk berbuat baik. Perguruan silat mempunyai guru atau
pimpinan perguruan yang dihormati dan dipatuhi oleh murid-muridnya atau anggota
perguruan sehingga baik buruknya suatu perguruan silat tergantung dari guru
atau pimpinan perguruan tersebut. Pada dasarnya orang tidak suka terhadap orang
atau kelompok yang berbuat jahat, sehingga ketika ada perguruan silat yang
berbuat jahat maka akan dimusuhi oleh perguruan-perguruan lain. Ciri khas suatu
perguruan adalah aliran silatnya (jurus-jurus yang dipakai) sehingga aliran
silat dari perguruan yang berbuat jahat tersebut disebut dengan istilah aliran
hitam. Sedangkan aliran silat dari perguruan-perguruan yang memusuhinya adalah
aliran putih.
Kemungkinan kedua adalah suatu perguruan disebut aliran putih karena
selalu menjaga reputasinya (nama baiknya) untuk berbuat baik. Suatu perguruan
bisa berkembang jika banyak yang bergabung dengan perguruan tersebut. Salah
satu alasan dalam memilih perguruan silat adalah dari reputasi (nama baik)
perguruan tersebut. Untuk bisa menjaga nama baik, suatu perguruan menerapkan
aturan dan disiplin tinggi pada anggotanya (murid-muridnya). Murid yang
menyalahgunakan kemampuan silatnya akan dihukum bahkan bisa dikeluarkan dari
perguruan tersebut. Pesilat dikenal dari jurus-jurus (aliran) yang dia gunakan.
Ketika banyak anggota perguruan yang menggunakan ilmu silatnya untuk berbuat
baik, maka akhirnya aliran silat tersebut dikenal sebagai aliran putih.
Sebaliknya jika ada pesilat yang berbuat jahat maka aliran silat yang dia
gunakan jadi dianggap sebagai aliran hitam.
Kemungkinan ketiga adalah disebut aliran hitam karena jurus-jurusnya
berbahaya (mematikan), kejam, bahkan bersifat curang seperti memakai racun atau
senjata rahasia. Walaupun tidak sedang berbuat jahat, namun orang yang
menggunakan jurus yang berbahaya, kejam atau berlaku curang ketika bertarung dapat
dianggap orang yang jahat. Misalnya orang yang melawan orang yang tidak bisa
silat menggunakan jurus yang berbahaya (mematikan) atau orang yang masih
menyerang (menganiaya) orang yang telah kalah atau mengalah atau orang yang
berbuat curang dalam duel dengan menggunakan cara-cara licik. Karena hal-hal
seperti itulah maka jurus-jurus yang berbahaya (mematikan), jurus yang
digunakan secara kejam dan cara-cara licik disebut sebagai aliran hitam.
“Terus, apa maksud ayah tidak setuju dengan istilah aliran hitam dan
aliran putih?”, tanyaku. Ayah kemudian melanjutkan penjelasannya.
Dengan adanya istilah aliran hitam, seolah-olah yang menyebabkan seseorang
berbuat jahat adalah karena aliran (jurus-jurus) yang dipelajari. Padahal
menurut ayah, jahat atau tidaknya seseorang yang berlatih silat tergantung
sifat masing-masing orang. Orang-orang aliran putih (yang belajar silat dari
perguruan), belum tentu tidak berlaku jahat. Contohnya adalah Agus dan temannya
yang berbuat jahat kepadamu. Menurut ayah, berdasarkan ceritaku, mereka belajar
silat dari perguruan silat, yang kemungkinan besar perguruan silat yang mengaku
aliran putih.
Selain itu, penamaan aliran hitam jadi membatasi diri untuk mempelajari
aliran tersebut. Padahal, semakin banyak jurus yang kita kuasai akan semakin
berkembang ilmu silat kita, walaupun kemampuan silat tidak hanya tergantung
dari jurus yang dikuasai.
“Bagaimana dengan jurus yang mematikan, yang kejam atau yang curang Yah?”,
tanyaku menyela penjelasan ayah.
Menurut ayah, tidak masalah belajar jurus-jurus seperti itu. Semua
tergantung pemakainya, harus bisa bijaksana dalam menggunakan jurus-jurus
tersebut. Bahkan bukan hanya jurus-jurus seperti itu, jurus silat yang
sederhana pun harus bijaksana dalam menggunakannya. Seperti pesan ayah dan ibu
padaku, kalau bisa jangan sampai berkelahi, dan jika berkelahi kalau bisa
jangan sampai menggunakan gerakan silat (jurus silat), atau menggunakan jurus
silat sesuai kebutuhan saja.
Perguruan silat yang mengaku aliran putih juga bukan berarti tidak
memiliki jurus yang berbahaya. Jurus yang berbahaya biasanya mereka pelajari
jika sudah memenuhi syarat-syarat tertentu, agar jurus tersebut tidak disalahgunakan.
Secara umum, belajar silat adalah dari jurus yang mudah dulu kemudian yang
lebih sulit sebelum ke jurus yang berbahaya, sebagaimana ayah mengajariku
silat. Walaupun ayah berpendapat bukan jurusnya (alirannya) yang menyebabkan
orang berbuat jahat, namun bisa saja terjadi orang yang tidak berniat jahat
jadi berbuat jahat karena jurus-jurus yang mematikan atau yang kejam seperti
itu. Sebagaimana ayah jelaskan bahwa dengan jurus, tubuh bagaikan hafal gerakan
silat sehingga seperti reflek. Jika seseorang hanya mempelajari jurus-jurus
yang mematikan atau yang kejam, maka ketika bertarung bisa jadi yang keluar
adalah jurus yang tubuhnya sudah hafal tersebut sehingga secara tidak sengaja
mencelakai lawannya. Jadi ayah setuju bahwa jurus-jurus seperti itu tidak boleh
dipelajari dengan sembarangan.
“Bagaimana dengan jurus yang curang Yah?”, tanyaku kembali menyela
penjelasan ayah.
“Kurang lebih sama, boleh dipelajari namun digunakan hanya jika sangat
terpaksa”, jawab ayah yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan.
Jika niat berlatih jurus yang curang tersebut memang untuk berbuat curang,
berarti memang ada niat jahat. Bertarung adalah adu kemampuan tubuh. Orang yang
berlaku curang berarti merasa tidak bisa menang jika bertarung secara adil
(tanpa berbuat curang). Jika sudah merasa kalah seharusnya tidak perlu
bertarung atau menyerah. Jadi jika bertarung dengan memakai cara curang berarti
ada niat jahat, misalnya ingin mencelakakan lawan atau bahkan ingin
membunuhnya.
Dengan memahami jurus-jurus seperti itu kita jadi bisa menghadapi jika ada
lawan yang memakai jurus-jurus seperti itu. Jurus-jurus tersebut mungkin juga
berguna dalam pertarungan hidup mati yaitu pertarungan untuk mempertahankan
nyawa kita sehingga pilihannya adalah membunuh atau terbunuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar