Jumat, 08 Februari 2019

#37 Bermain di Taman Kota



Hari-hari liburanku pun disibukkan dengan berlatih silat.
Pagi hari aku berlatih silat melawan ayah untuk mengalahkan tantangan 3 kali kena. Kemudian setelah ayah berangkat bekerja, aku latihan silat sendiri menganalisis hasil pertandinganku dengan ayah serta menganalisis jurus ataupun melatih penguasaan jurus.
Dalam tantangan 3 kali kena ini ibu tidak mau kuajak latihan tanding seperti dengan ayah. Alasannya adalah karena ibu tidak mau menyerangku. Walaupun sudah kubujuk, ibu tetap tidak mau.
Suatau hari ketika aku sedang berlatih silat sendirian, ada telepon dari Bunga.

“Kamu sedang latihan silat ya…”, kata Bunga tiba-tiba setelah kuangkat teleponnya.
“Iya”, jawabku. Aku tidak heran kalau Bunga bisa menebaknya.
“Daripada bosan berlatih terus, ayo main ke taman kota”, ajak Bunga.
“Kapan?”, tanyaku.
“Sekarang”, jawab Bunga. “Kamu tahu kan tempatnya?”, tanya Bunga.
“Iya, tahu”, jawabku.
“Ok. Kutunggu disana ya. Daah…”, kata Bunga sambil menutup teleponnya.
Setelah berpamitan ke Ibu, aku berangkat ke taman kota. Sesampainya di taman kota, sudah ada Bunga menungguku disana. Baru kali ini aku melihat Bunga dengan pakaian cewek yang kasual (pakaian sehari-hari). Biasanya aku hanya bertemu Bunga dengan pakaian seragam sekolah atau seragam olahraga.
“Ya, ayo kesana..”, ajak Bunga yang menyadarkanku dari ketertegunanku akan pakaian Bunga.
Terlihat ada sekelompok anak muda yang sedang bermain. Ada yang sedang bermain sepeda, ada yang sedang bermain sepatu roda dan ada yang sedang bermain skateboard (papan seluncur). Bunga memintaku untuk menyapa dan mengajak ngobrol (bicara) dengan mereka. Ternyata Bunga juga belum kenal dengan mereka dan baru pertama kali ini mendekati mereka.
Setelah aku memberanikan diri untuk menyapa dan berbicara dengan salah satu dari mereka, ternyata mereka ramah dan terbuka (mau menerima/menjawab orang lain yang mengajak bicara). Setelah kami berbicara agak lama dengan mereka, dapat kuketahui bahwa mereka bukan geng, hanya orang-orang yang sering bermain bersama di taman kota karena kesamaan hobby (permainan). Walaupun yang dimainkan berbeda-beda, namun inti dari permainannya sama yaitu gaya bebas (free style) dari permainan yang dimainkan apakah itu sepeda, sepatu roda atau skateboard.
“Kalau yang masih belajar atau hanya bermain, disana…”, kata salah satu dari mereka sambil menunjukkan anak-anak yang sedang bermain sepatu roda. Memang di taman kota ini terlihat banyak anak-anak yang bermain atau belajar sepeda, sepatu roda maupun skateboard. Yang membedakan mereka dengan anak-anak itu adalah bahwa mereka mencoba belajar gerakan-gerakan susah yang nantinya dikomentari atau ditiru yang lain. Aku dan Bunga hari itu hanya menonton sambil bertanya-tanya/mengobrol dengan mereka. Ada juga orang lain yang menonton, termasuk anak-anak yang bermain/belajar sepeda, sepatu roda atau skateboard.
Hari selanjutnya kami kembali datang ke taman kota. Ada beberapa pemuda yang kemarin kami ajak ngobrol ternyata hari ini tidak ada. Ternyata mereka memang tidak ada ikatan, sehingga tidak ada kewajiban untuk selalu datang. Siapapun dapat datang bergabung maupun pergi sesuka hati. Oleh karena itu mereka tidak termasuk geng (kelompok), tapi lebih tepat disebut komunitas, yaitu kumpulan orang-orang dengan kegemaran (hobi/hobby) yang sama.
Karena kami tidak membawa peralatan sendiri (sepeda, sepatu roda atau skateboard) maka aku beranikan diri meminjam sepeda salah satu dari mereka yang sedang istirahat sehingga sepedanya sedang tidak dipakai. Aku pernah berlatih dan bermain sepeda ketika di sirkus, sehingga dengan mudah aku melakukan gerakan-gerakan yang susah dan akrobatik. Aku juga berhasil meniru gerakan-gerakan yang dilakukan para pemain sepeda itu. Bunga juga mencoba bermain sepeda. Dengan kemampuan keseimbangan tubuhnya, setelah beberapa kali mencoba, dia juga berhasil meniru gerakan-gerakan yang telah ditunjukkan.
“Kalian berbakat juga…”, kata seorang dari mereka, “kenapa tidak membawa peralatan sendiri aja agar bisa lebih banyak berlatihnya?”, tanyanya kemudian.
“Kami tidak punya…”, jawabku, “lagipula kami hanya ingin mencoba dulu, belum mau menekuni sebagai hobi”, lanjutku.
Hari-hari selanjutnya kami masih datang ke taman kota dan ketika ada kesempatan kami ikut mencoba berlatih dengan sepeda, sepatu roda atau skateboard. Karena kemampuan keseimbangan tubuh kami yang bagus, maka kami dapat dengan cepat menguasai dan menirukan gerakan-gerakan mereka. Dari beberapa hari bergaul dengan teman-teman komunitas tersebut, dapat kusimpulkan bahwa inti dari permainan mereka adalah kreativitas. Mereka berusaha menemukan dan berlatih gerakan-gerakan baru dari peralatan yang mereka pakai (sepeda, sepatu roda atau skateboard) dengan memanfaatkan medan (lingkungan) yang ada. Gerakan-gerakan yang dilakukan walaupun kadang berbahaya, namun belum sampai ke tahap yang olahraga ekstrim (extreme sport) yang tingkat bahayanya lebih tinggi lagi yang bisa menyebabkan kematian atau cacat jika gagal. Mereka lebih tepat dinamakan gaya bebas (free style), karena berkreasi secara bebas mencoba gerakan-gerakan yang tidak biasa.
“Selain disini, kami juga berlatih di taman pinggir sungai”, kata salah seorang dari mereka, “disana medannya lebih menantang karena lebih banyak tangga (stairs) dan pegangan tangganya (handrail)”, lanjutnya.
“Besok kita kesana yuk, Ya…”, ajak Bunga bersemangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar