Hari-hari liburanku pun disibukkan
dengan berlatih silat.
Pagi hari aku berlatih silat melawan ayah untuk mengalahkan tantangan 3
kali kena. Kemudian setelah ayah berangkat bekerja, aku latihan silat sendiri menganalisis
hasil pertandinganku dengan ayah serta menganalisis jurus ataupun melatih
penguasaan jurus.
Dalam tantangan 3 kali kena ini ibu tidak mau kuajak latihan tanding
seperti dengan ayah. Alasannya adalah karena ibu tidak mau menyerangku.
Walaupun sudah kubujuk, ibu tetap tidak mau.
Suatau hari ketika aku sedang berlatih silat sendirian, ada telepon dari
Bunga.
“Kamu sedang latihan silat ya…”, kata Bunga tiba-tiba setelah kuangkat
teleponnya.
“Iya”, jawabku. Aku tidak heran kalau Bunga bisa menebaknya.
“Daripada bosan berlatih terus, ayo main ke taman kota”, ajak Bunga.
“Kapan?”, tanyaku.
“Sekarang”, jawab Bunga. “Kamu tahu kan tempatnya?”, tanya Bunga.
“Iya, tahu”, jawabku.
“Ok. Kutunggu disana ya. Daah…”, kata Bunga sambil menutup teleponnya.
Setelah berpamitan ke Ibu, aku berangkat ke taman kota. Sesampainya di
taman kota, sudah ada Bunga menungguku disana. Baru kali ini aku melihat Bunga
dengan pakaian cewek yang kasual (pakaian sehari-hari). Biasanya aku hanya
bertemu Bunga dengan pakaian seragam sekolah atau seragam olahraga.
“Ya, ayo kesana..”, ajak Bunga yang menyadarkanku dari ketertegunanku akan
pakaian Bunga.
Terlihat ada sekelompok anak muda yang sedang bermain. Ada yang sedang
bermain sepeda, ada yang sedang bermain sepatu roda dan ada yang sedang bermain
skateboard (papan seluncur). Bunga memintaku untuk menyapa dan mengajak ngobrol
(bicara) dengan mereka. Ternyata Bunga juga belum kenal dengan mereka dan baru
pertama kali ini mendekati mereka.
Setelah aku memberanikan diri untuk menyapa dan berbicara dengan salah
satu dari mereka, ternyata mereka ramah dan terbuka (mau menerima/menjawab
orang lain yang mengajak bicara). Setelah kami berbicara agak lama dengan
mereka, dapat kuketahui bahwa mereka bukan geng, hanya orang-orang yang sering
bermain bersama di taman kota karena kesamaan hobby (permainan). Walaupun yang
dimainkan berbeda-beda, namun inti dari permainannya sama yaitu gaya bebas (free style) dari permainan yang
dimainkan apakah itu sepeda, sepatu roda atau skateboard.
“Kalau yang masih belajar atau hanya bermain, disana…”, kata salah satu
dari mereka sambil menunjukkan anak-anak yang sedang bermain sepatu roda.
Memang di taman kota ini terlihat banyak anak-anak yang bermain atau belajar
sepeda, sepatu roda maupun skateboard. Yang membedakan mereka dengan anak-anak
itu adalah bahwa mereka mencoba belajar gerakan-gerakan susah yang nantinya
dikomentari atau ditiru yang lain. Aku dan Bunga hari itu hanya menonton sambil
bertanya-tanya/mengobrol dengan mereka. Ada juga orang lain yang menonton,
termasuk anak-anak yang bermain/belajar sepeda, sepatu roda atau skateboard.
Hari selanjutnya kami kembali datang ke taman kota. Ada beberapa pemuda
yang kemarin kami ajak ngobrol ternyata hari ini tidak ada. Ternyata mereka
memang tidak ada ikatan, sehingga tidak ada kewajiban untuk selalu datang.
Siapapun dapat datang bergabung maupun pergi sesuka hati. Oleh karena itu
mereka tidak termasuk geng (kelompok), tapi lebih tepat disebut komunitas,
yaitu kumpulan orang-orang dengan kegemaran (hobi/hobby) yang sama.
Karena kami tidak membawa peralatan sendiri (sepeda, sepatu roda atau
skateboard) maka aku beranikan diri meminjam sepeda salah satu dari mereka yang
sedang istirahat sehingga sepedanya sedang tidak dipakai. Aku pernah berlatih
dan bermain sepeda ketika di sirkus, sehingga dengan mudah aku melakukan gerakan-gerakan
yang susah dan akrobatik. Aku juga berhasil meniru gerakan-gerakan yang
dilakukan para pemain sepeda itu. Bunga juga mencoba bermain sepeda. Dengan
kemampuan keseimbangan tubuhnya, setelah beberapa kali mencoba, dia juga
berhasil meniru gerakan-gerakan yang telah ditunjukkan.
“Kalian berbakat juga…”, kata seorang dari mereka, “kenapa tidak membawa
peralatan sendiri aja agar bisa lebih banyak berlatihnya?”, tanyanya kemudian.
“Kami tidak punya…”, jawabku, “lagipula kami hanya ingin mencoba dulu,
belum mau menekuni sebagai hobi”, lanjutku.
Hari-hari selanjutnya kami masih datang ke taman kota dan ketika ada
kesempatan kami ikut mencoba berlatih dengan sepeda, sepatu roda atau skateboard.
Karena kemampuan keseimbangan tubuh kami yang bagus, maka kami dapat dengan
cepat menguasai dan menirukan gerakan-gerakan mereka. Dari beberapa hari
bergaul dengan teman-teman komunitas tersebut, dapat kusimpulkan bahwa inti
dari permainan mereka adalah kreativitas. Mereka berusaha menemukan dan
berlatih gerakan-gerakan baru dari peralatan yang mereka pakai (sepeda, sepatu
roda atau skateboard) dengan memanfaatkan medan (lingkungan) yang ada.
Gerakan-gerakan yang dilakukan walaupun kadang berbahaya, namun belum sampai ke
tahap yang olahraga ekstrim (extreme
sport) yang tingkat bahayanya lebih tinggi lagi yang bisa menyebabkan
kematian atau cacat jika gagal. Mereka lebih tepat dinamakan gaya bebas (free style), karena berkreasi secara
bebas mencoba gerakan-gerakan yang tidak biasa.
“Selain disini, kami juga berlatih di taman pinggir sungai”, kata salah
seorang dari mereka, “disana medannya lebih menantang karena lebih banyak
tangga (stairs) dan pegangan
tangganya (handrail)”, lanjutnya.
“Besok kita kesana yuk, Ya…”, ajak Bunga bersemangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar