Hari berikutnya
aku tidak lagi berusaha berbicara dengan Mawar. Aku teringat perkataan Ibu
waktu itu bahwa pertemananku dengan Mawar akan berbeda walaupun sudah meminta
maaf. Karena tidak akan mengembalikan hubungan kami seperti semula dan karena
Mawar selalu menghindar makanya kuputuskan tidak perlu memaksakan diri untuk
berbicara dengan Mawar. Tinggal masalah dengan Agus.
Setelah tahu
dari Andi bahwa Agus adalah kelas 2B maka ketika istirahat aku menuju lantai 2
untuk mencari Agus. Ketika melewati lorong lantai 2, murid-murid kelas 2
memandangiku karena memang jarang ada murid kelas 1 yang naik ke lantai 2. Aku
tidak menemukan Agus di dalam maupun di depan ruang kelas 2B. Tiba-tiba ada
yang berbicara padaku dari belakang.
“Mencari Agus,
ya?”, kata suara cewek dari belakangku yang ternyata adalah Bunga. Aku menoleh.
“Iya”, jawabku
singkat.
“Dia tidak di
kelas, mungkin di kantin, ayo kuantar”, kata Bunga sambil menarik tanganku. Murid-murid
kelas 2 memandangi aku. Aku pun melepaskan tanganku dari pegangan Bunga dan berjalan
di samping Bunga.
Di kantin aku
melihat Agus duduk semeja dengan Mawar. Mawar duduk disamping temannya dan Agus
duduk di hadapannya. Mawar melihatku datang mendekatinya kemudian dia
memalingkan wajah dan seperti pura-pura asyik mengobrol dengan Agus.
“Aku sedang
ngobrol dengan teman-temanku”, kata Mawar padaku ketika aku sudah sampai di
mejanya. Mungkin dia mengira bahwa aku ke kantin untuk berbicara dengannya. Aku
tidak menanggapi perkataan Mawar tersebut.
“Agus, aku
menantangmu dan temanmu waktu itu untuk duel ulang”, kataku ke Agus.
“Sombong
banget, kamu mau dihajar lagi?”, kata Agus sinis kepadaku. Dia melihat ada
Bunga di belakangku.
“O jadi kamu
mau melindungi dia lagi? Pantas dia berani kurang ajar”, kata Agus kepada
Bunga.
“Hey, aku gak
ikut-ikutan. Aku hanya ingin menonton tontonan yang menarik”, kata Bunga
mengelak.
“Ini hanya
antara aku, kamu, dan temanmu waktu itu, jadi tidak perlu melibatkan orang
lain”, kataku menegaskan. “Jadi kapan dan dimana?”, tanyaku.
“3 hari lagi,
pulang sekolah, di tanah kosong sana itu. Jangan salahkan kami. Kamu sendiri
yang cari gara-gara”, kata Agus seakan mengancamku.
Mawar kelihatan
bingung melihat percakapan kami. Dia juga memandang Bunga seakan curiga.
Bel tanda akhir
istirahat berbunyi. Kami pun kembali ke kelas masing-masing.
“Kutunggu nanti
siang sepulang sekolah”, kata Bunga padaku ketika berpisah. Aku sudah paham
maksud Bunga jadi cuma mengangguk. Mawar memandang Bunga seakan semakin curiga.
Akupun kembali ke kelas berjalan sendiri tidak bersama Mawar. Dia berjalan
bersama temannya.
Di kelas aku masih
kepikiran tentang kejadian di kantin tadi. Kenapa aku tadi gegabah menantang
duel Agus di tempat umum sehingga terdengar oleh Mawar dan temannya. Selain itu
perkataan Agus dan Bunga membuatku semakin penasaran terhadap Bunga. Aku juga berpikir
bagaimana cara menanyai Bunga tentang hal-hal yang ingin kuketahui. Dia seakan
tidak memberi kesempatan aku untuk bicara.
Sepulang
sekolah aku bilang ke Andi bahwa aku tidak ikut latihan bola basket karena ada
urusan. Sambil menunggu agak sepi aku kembali memikirkan apa yang akan
kulakukan untuk menjawab beberapa penasaranku tentang Bunga. Aku memutuskan
bahwa aku akan menyerang Bunga untuk mengetahui apakah dia berlatih silat atau
tidak. Ketika sudah sepi, aku langsung menuju atap gedung. Aku tidak mampir ke
lantai 2 untuk menemui Bunga terlebih dulu. Aku berpikir jika aku sudah datang
duluan, aku bisa melancarkan serangan mendadak (surprise attack) ketika Bunga datang.
Aku baru
menginjakkan kakiku di lantai atas gedung ketika tiba-tiba dari arah kiri ada serangan
ke arah wajahku. Berkat kecepatan penglihatanku dan kecepatan bereaksiku aku berhasil menghindar dengan agak melompat ke kanan. Ternyata
yang menyerangku adalah Bunga. Serangan yang berhasil kuhindari itu adalah
berupa pukulan. Belum kokoh pijakanku setelah menghindar, Bunga sudah
menyerangku dengan pukulan lainnya. Aku kembali menghindar. Bunga kembali
menyerangku bertubi-tubi. Aku terus menghindar. Sepertinya dia tidak memberiku
kesempatan untuk berdiri tegak. Jika saja aku tidak mempunyai kemampuan
keseimbangan tubuh yang bagus aku sudah jatuh karena berusaha menghindarinya.
Lama-kelamaan serangannya semakin sulit dihindari. Akhirnya aku putuskan tidak
hanya menghindar tapi juga menangkis serangannya. Tetapi ternyata tetap saja
aku belum bisa mengokohkan pijakanku. Dari serangan Bunga yang bertubi-tubi aku
hanya bisa menghindar dan menangkis serta mempertahankan keseimbangan tubuh.
Aku tidak ada kesempatan untuk menyerang sama sekali. Berbeda dengan
pertarunganku melawan Agus dulu yang selain menghindar dan menangkis, aku masih
mempunyai kesempatan untuk menyerang. Jika terus begini lama-kelamaan aku akan
terkena serangannya atau kehilangan keseimbanganku. Berbeda dengan
perkelahianku dengan ketua kelas atau murid SMA 8 dimana aku mempunyai pijakan
yang kokoh maka aku bisa menangkap serangan mereka. Untuk serangan Bunga kali
ini, jika aku menangkap serangan Bunga yang berupa pukulan atau tendangan maka
aku akan kehilangan keseimbangan dan jatuh. Akhirnya kusadari bahwa
serangan-serangan Bunga memang tidak memberi kesempatan lawan untuk mendapatkan
keseimbangan tubuh sehingga lawan tidak bisa untuk menyerang balik. Aku juga
menyadari bahwa keunggulan jurus Bunga tersebut juga merupakan kelemahannya.
Karena bertujuan agar lawan tidak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan
keseimbangan tubuh, maka beberapa serangan tidak berbahaya sehingga akhirnya
aku memutuskan untuk menerima serangan Bunga agar bisa mendapatkan pijakan yang
kokoh.
Pukulan Bunga
kubiarkan mengenai dadaku tidak kuhindari maupun kutangkis karena aku
memfokuskan diri untuk mendapatkan pijakan yang kokoh dan seimbang. Setelah itu
aku balas menyerang. Bunga berhasil menghindar dan balas menyerang. Berbeda
dengan tadi yang aku hanya bisa bersifat pasif dengan menghindar dan menangkis
sehingga ritme pertarungan sepenuhnya dikuasai (dikontrol) oleh Bunga, kali ini
setelah aku bisa mendapatkan keseimbangan dan berhasil menyerang, maka ritme
pertarungan tidak hanya bertumpu pada satu pihak dan menjadi pertarungan adu
jurus. Dari semua jurus yang sudah kupelajari dari Ayah, aku menggunakan jurus
yang tingkat kesulitannya sedang.
Tingkat kesulitan jurus adalah seberapa sulit
mempelajari atau melakukan suatu jurus. Ada jurus yang sulit dipelajari karena
gerakannya sulit untuk dilakukan bahkan mungkin bisa berbahaya bagi tubuh jika
salah dalam melakukan gerakan tersebut. Ada jurus yang sulit dipelajari dan
dihafalkan karena perubahan gerakan yang banyak atau perubahan gerakan yang
aneh, drastis, atau tidak biasa. Ada jurus yang sulit dipelajari atau dilakukan
karena memerlukan kemampuan tertentu. Sebagaimana pernah dijelaskan ayah,
tujuan utama jurus dalam hal menyerang adalah untuk meningkatkan daya hancur (destruction power) dan ketepatan
mengenai lawan (akurasi/accuracy)
jadi secara umum jurus yang sulit mempunyai daya hancur atau ketepatan yang
lebih tinggi. Dalam hal bertahan tujuan jurus adalah untuk mengurangi daya
hancur dan ketepatan serangan lawan dengan menangkis atau menghindar. Jurus
yang perubahan gerakannya aneh atau tidak biasa bertujuan agar tidak mudah
ditebak (diantisipasi) gerakannya sehingga sulit untuk dihindari atau ditangkis
sehingga tingkat ketepatan serangan mengenai lawan meningkat. Walapun tingkat
kesulitan suatu jurus bersifat relatif dan subjektif (tergantung penilaian masing-masing
orang), namun secara umum pendapat orang yang berlatih silat tentang tingkat
kesulitan suatu jurus kurang lebih sama.
Menurutku jurus
yang dipakai Bunga juga lumayan sulit. Jurus yang dia pakai memerlukan
keseimbangan tubuh yang tinggi. Dia bisa menghindari seranganku dari posisi
sulit tanpa kehilangan keseimbangan. Serangan-serangannya masih seperti tadi
yang menyudutkanku untuk kehilangan keseimbanganku. Tetapi sekarang aku masih
sempat menyeimbangkan diri karena ritmenya berbeda, dimana sekarang Bunga tidak
hanya menyerang tapi juga harus bertahan. Jurus yang kupakai tingkat
kesulitannya sedang karena gerakan-gerakannya yang beragam dan perubahan
gerakannya yang mendadak sehingga sulit untuk diperkirakan sebelumnya
(diantisipasi). Karena sulit untuk diperkirakan, maka seharusnya Bunga baru
bisa mengetahui arah seranganku ketika sudah kulakukan. Tetapi ternyata Bunga
masih bisa menghindari seranganku di saat-saat terakhir. Gerakannya luwes. Tubuhnya
bagaikan bisa meliuk dan menekuk ke segala arah. Salah satu contoh yang kuingat
adalah ketika dia menghindar dengan menekuk tubuhnya kebelakang. Aku mengira Bunga
akan jatuh tapi ternyata dia melakukan kayang dan kembali bisa menyerangku.
Akhirnya kusadari bahwa dalam bertahan Bunga tidak pernah menangkis. Dia hanya
menghindar.
Melawan orang
yang pandai menghindar adalah yang paling susah. Bagaimana akan mengalahkan
lawan jika tidak bisa mengenainya. Aku berpikir jika tidak bisa dikenai,
mungkin bisa ditangkap (dipegang) sehingga aku mengubah jurusku menjadi jurus
cengkeraman yaitu jurus yang gerakan-gerakannya banyak menggunakan cengkeraman
baik ketika menyerang maupun menangkis. Namun Bunga masih bisa terus
menghindari seranganku. Karena seranganku juga masih bisa dihindari, satu-satunya
kesempatan adalah ketika menangkis serangannya. Ternyata Bunga segera menarik
serangan dengan cepat ketika kutangkis sehingga belum sempat untuk kutangkap. Aku
memfokuskan pada keinginan untuk menangkap Bunga ketika menangkis sehingga
tanpa kusadari aku mulai bertahan. Ritme pertarungan mulai berubah seperti awal
tadi dimana aku hanya bisa bertahan. Aku menyadari jika ritme berubah seperti
tadi maka aku akan kembali kesulitan seperti tadi. Sehingga sebelum aku
benar-benar kehilangan keseimbangan aku kembali menyerang dan mengembalikan
ritme pertarungan.
Upaya untuk
menangkap dengan jurus cengkeraman sepertinya tidak berhasil maka aku kembali
mengubah jurusku. Aku menggunakan jurus yang lebih sulit lagi bahkan cenderung
berbahaya. Serangan-seranganku lebih tajam dan mengarah ke bagian tubuh yang
sulit dihindari. Bunga masih terus berusaha menghindar. Dia mulai memfokuskan
diri pada bertahan sehingga akhirnya sudah tidak menyerang lagi. Dia hanya
menghindar kesana kemari dengan berbagai gerakannya yang lincah dan luwes.
Sekarang aku yang menguasai ritme pertarungan. Aku terus menyerang dengan
bertubi-tubi. Aku berpikir dengan begini, lama kelamaan seranganku akan ada
yang kena.
“Berhenti!”,
kata Bunga tiba-tiba. Pukulanku yang sudah terlanjur kulepas tidak sempat
kutarik sehingga akhirnya kutahan dan kubelokkan. Untunglah Bunga masih bisa
menghindar sehingga tidak jadi terkena pukulanku.
“Kenapa kamu menyerangku?”,
tanyaku dengan nada agak tinggi pura-pura marah.
“Aku hanya
ingin mengetahui kemampuan silatmu (beladiri)”, kata Bunga.
“Tapi kenapa
harus menyerangku secara tiba-tiba? Hampir saja aku melukaimu”, kataku masih
dengan nada kecewa.
“Biar kau
serius dan mengeluarkan kemampuanmu yang sebenarnya”, jawab Bunga ringan seakan
tidak merasa bersalah.
“Tapi kamu tadi
memukul dadaku”, kataku seakan-akan tidak terima agar Bunga merasa bersalah.
“Kamu ingin
balas memukul? Ini dadaku”, kata Bunga sambil membusungkan dadanya. Aku tidak
menyangka Bunga akan menjawab begitu.
“Atau
jangan-jangan itu hanya alasanmu saja untuk memegang dadaku?”, lanjut Bunga
sambil tersenyum menggodaku (teasing).
Jangan-jangan Bunga tahu kalau aku cuma pura-pura marah. Aku jadi malu dan
bingung mau menjawab apa. Aku pun menoleh mengalihkan pandanganku dari melihat
ke arah dadanya. Aku lalu duduk di lantai atap gedung bersandar di tembok
pembatas.
“Sebenarnya aku
tadi juga berencana menyerangmu secara tiba-tiba untuk memastikan kemampuan
silatmu, tapi ternyata kamu yang menyerangku duluan”, kataku pada Bunga mengalihkan
pembicaraan sambil tersenyum karena merasa lucu.
Bunga hanya
tersenyum lalu ikut duduk di sampingku. Sekarang setelah aku mengetahui bahwa
Bunga juga berlatih silat, aku merasa tenang dan tidak khawatir lagi. Rasa
penasaranku terhadap Bunga juga berkurang walaupun masih ada beberapa hal yang
belum kuketahui. Aku juga merasa senang karena ada teman yang bisa diajak
mengobrol (berbincang-bincang) tentang silat (beladiri).
“Setelah
melihatmu, aku mulai mencaritahu tentang dirimu, makanya aku tahu namamu”, kata
Bunga tiba-tiba menjelaskan seakan dia tahu apa yang kupikirkan.
“Melihat
keseimbangan tubuh dan otot-otot tubuhmu yang terlihat kencang aku menduga kamu
berlatih silat, makanya aku mengujimu untuk mengetahui kemampuan keseimbangan tubuh
dan silatmu”, lanjut Bunga. Aku hanya diam mendengarkan penjelasannya dan
menunggu Bunga melanjutkan ceritanya. Tapi ternyata Bunga hanya diam sepertinya
dia sudah selesai menjelaskan.
“Terima kasih
telah menolongku waktu di sirkus”, kataku pada Bunga selagi (mumpung) ada
kesempatan mengobrol. Bunga hanya tersenyum.
“Oiya,
ceritakan bagaimana kamu menolongku waktu itu”, pintaku pada Bunga.
“Lain kali
saja. Sudah siang. Ayo pulang”, kata Bunga sambil berdiri lalu mengambil
tasnya. Kali ini Bunga hanya berjalan tidak berlari meninggalkanku. Akupun
mengikutinya. Setelah turun dari atap gedung kami pun berjalan bersama.
“Aku senang
akhirnya punya teman ngobrol tentang silat”, kataku pada Bunga sambil berjalan.
Bunga hanya tersenyum.
“Kamu naik
angkutan umum ke arah daerah A kan? Aku ke arah daerah C. Jadi kita berbeda
arah”, kata Bunga ketika sudah hampir sampai ke tempat pemberhentian angkutan
umum. Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Dah ya.. (bye)”, kata Bunga
sambil tersenyum. Aku pun balas tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar