Rabu, 10 Agustus 2016

#17 Memahami ilmu silat

(sebelumnya #16)


Hari berikutnya badanku sudah terasa agak enak, sudah berkurang rasa sakitnya. Seperti biasanya, di pagi hari setelah bangun tidur aku berlatih silat (beladiri) dengan ayah. Kami sudah biasa melakukan latihan di pagi hari seperti ini sejak dulu, sejak aku masih kecil. Selama ini aku menganggap latihan ini sebagai latihan olahraga rutin harian agar tubuh tetap sehat. Aku sudah tahu bahwa gerakan-gerakan yang kulatih setiap hari tersebut adalah gerakan-gerakan silat (beladiri) tapi selama ini pemahamanku adalah bahwa silat (beladiri) hanyalah olahraga. Aku yang bersifat kritis pernah menanyakan kenapa setiap hari olahraganya harus ada gerakan-gerakan silat (beladiri), kenapa tidak cukup dengan lari, push-up dan gerakan-gerakan olahraga pada umumnya seperti senam. Jawaban ayah dan ibu saat itu adalah bahwa agar tubuh kita terlatih untuk bergerak dan agar gerakannya lebih beragam. Selain itu dengan belajar gerakan-gerakan silat (beladiri), suatu saat akan berguna bagiku untuk membela diri. Tetapi ayah dan ibu selalu memperingatkan aku bahwa aku tidak boleh berkelahi dan tidak boleh menggunakan gerakan-gerakan silat (beladiri) yang kupelajari untuk berkelahi atau menyakiti orang lain. Aku menerima penjelasan ayah dan ibu saat itu sehingga selama ini aku berlatih silat (beladiri) tanpa banyak pertanyaan dan menerima saja apa yang diajarkan ayah dan ibu. Namun sekarang ketika aku sudah memahami bahwa silat (beladiri) adalah lebih dari sekedar olahraga beladiri, aku menjadi bersemangat untuk berlatih seakan-akan aku menemukan hal baru untuk dipelajari, seperti ketika aku bersemangat untuk belajar bola basket.
Ayah juga kelihatan lebih bersemangat. Selama ini biasanya ayah hanya mengajariku dan menyuruhku melakukan gerakan-gerakan silat (beladiri) untuk diulang-ulang dan dihafalkan tanpa menjelaskan tentang gerakan-gerakan tersebut. Sekarang ayah tidak hanya menjelaskan gerakan-gerakan silat (beladiri) tapi juga mengajari hal-hal lain terkait silat (beladiri). Mungkin karena kemarin ayah dan ibu sudah memutuskan bahwa aku sudah siap untuk memahami silat (beladiri) dan sudah berjanji mengajari banyak hal tentang silat (beladiri) secara bertahap.
Pagi itu ayah menjelaskan kepadaku dari awal tentang ilmu silat (beladiri). Ilmu silat (beladiri) adalah kemampuan untuk bertarung mengalahkan lawan. Pertarungan mengalahkan lawan berarti beradu kemampuan tubuh untuk menentukan tubuh siapa yang rusak lebih dahulu. Oleh karena itu langkah awal belajar silat (beladiri) adalah melatih kemampuan tubuh.

Kemampuan tubuh ditentukan oleh bakat dan latihan. Ayah mengatakan bahwa aku berbakat karena memiliki bentuk tubuh, tulang dan otot yang bagus sehingga lebih mudah dan lebih cepat untuk berlatih kemampuan tubuh. Aku juga berbakat dalam berbagai macam kemampuan tubuh. Kemampuan tubuh yang biasa dilatih ketika belajar silat (beladiri) antara lain adalah kecepatan bergerak (speed) (penyadur: sudah pernah dijelaskan sebelumnya), kecepatan bereaksi (reaction time) (penyadur: sudah pernah dijelaskan sebelumnya), keseimbangan tubuh, koordinasi tubuh, kekuatan otot, stamina (ketahanan tubuh), dan sebagainya. Ayah berjanji akan menjelaskan lebih jauh tentang kemampuan tubuh saat latihan kemampuan tubuh.
Dalam pertarungan, pada umumnya yang lebih unggul adalah yang lebih besar daya hancurnya (destruction power) dan ketepatan mengenai lawan (akurasi/accuracy). Daya hancur (destruction power) adalah tingkat kekuatan untuk melukai lawan. Semakin besar daya hancurnya maka semakin parah luka yang ditimbulkan pada lawan. Contohnya begini, pukulan yang lemah tidak bisa mengalahkan lawan, namun pukulan yang kuat kalau tidak kena sasaran juga tidak bisa mengalahkan lawan. Daya hancur dan ketepatan mengenai lawan selain ditentukan oleh kemampuan tubuh juga ditentukan oleh cara melakukan serangan. Ilmu silat (beladiri) mempelajari cara melakukan serangan baik dengan memakai anggota tubuh (ilmu silat tangan kosong*) maupun memakai senjata (ilmu silat dengan senjata*) melalui latihan gerakan silat (martial arts moves).
(penyadur: ilmu silat tanpa senjata (unarmed martial arts) dalam cerita-cerita silat bahasa Indonesia biasa disebut dengan istilah ilmu silat tangan kosong maka untuk selanjutnya istilah yang dipakai adalah ilmu silat tangan kosong. Sedangkan ilmu silat dengan senjata (armed martial arts) biasanya langsung disebutkan jenis senjatanya misalnya adalah ilmu pedang (swordsmanship), ilmu memanah (archery), dan sebagainya. Selanjutnya jika disebutkan ilmu silat (beladiri) tanpa keterangan tangan kosong atau dengan senjata maka yang dimaksud adalah ilmu silat (beladiri) secara umum baik tangan kosong maupun dengan senjata. Sedangkan untuk ilmu silat dengan senjata secara umum tetap memakai istilah ilmu silat dengan senjata)
Inti dari ilmu silat (beladiri) adalah latihan gerakan silat (martial arts moves/moves). Yang membedakan orang yang belajar ilmu silat (beladiri) dengan orang awam adalah gerakan silat (moves). Orang awam bisa memukul, menendang, menggunakan pedang, dan sebagainya tetapi karena gerakannya tidak dilatih jadi daya hancur dan ketepatannya mungkin tidak sebesar gerakan silat (moves) yang sudah dilatih. Contoh gerakan silat (moves) berupa pukulan adalah gerakan dalam tinju (boxing moves) seperti jab, cross, hook, uppercut, dan lain-lain. Dalam olahraga lain juga seperti itu, perbedaan orang awam dengan yang sudah berlatih olahraga terletak pada gerakan olahraganya (sport moves). Misalnya dalam olahraga bola basket, orang awam juga bisa melempar bola tapi belum tentu cara melempar bolanya seperti shooting. Begitu juga dalam olahraga lain seperti lompat tinggi, lompat jauh, renang, dan sebagainya.
Gerakan silat (moves) tidak hanya dalam hal menyerang tapi juga gerakan menghindar, gerakan menangkis, dan sebagainya sehingga perbedaan antara gerakan silat (moves) dengan gerakan orang awam lebih tepatnya adalah pada dilatih atau tidaknya suatu gerakan bukan pada daya hancurnya. Ketika suatu gerakan dilatih berulang-ulang sampai menemukan gerakan yang paling pas (paling optimal) dan tubuh menjadi hafal sehingga gerakan yang dilakukan menjadi lebih kuat, lebih cepat dan lebih tepat, maka gerakan tersebut bisa disebut gerakan silat (moves).
“Tapi Yah,kenapa lawanku waktu itu berkata bahwa ilmu silatku lebih tinggi dari Agus? Apa maksudnya?”, tanyaku pada ayah karena penjelasan ayah tentang gerakan silat (moves) tersebut belum bisa menjelaskan tentang perkataan lawanku tersebut.
“Iya, tunggu dulu, nanti penjelasan ayah akan sampai kesana”, kata ayah. “Coba kamu pukul ayah dengan satu pukulan”, kata ayah menyuruhku.
Aku lalu menyerang ayah denga satu pukulan lurus ke arah wajah ayah. Ayah menangkis pukulanku dilanjutkan dengan pukulan ke arah wajahku tapi kemudian dihentikan sehingga tidak sampai mengenai wajahku. Kemudian ayah melanjutkan penjelasannya.
“Ketika seseorang sudah sering mendapatkan serangan yang sama, misalnya seperti seranganmu tadi, maka orang tersebut akhirnya menemukan suatu gerakan untuk menghadapi serangan tadi (counter attack), baik dari hasil mencoba beberapa gerakan kemudian dipilih yang paling cepat dan tepat (efektif dan optimal), atau dari hasil mencoba suatu gerakan namun ternyata berhasil sehingga kemudian dia menggunakan terus gerakan tersebut sehingga terciptalah rangkaian gerakan silat (combination moves)*, seperti gerakan ayah tadi yaitu menangkis lalu memukul”, kata ayah.
“Bagi orang yang sudah terbiasa bertarung terutama jika bertarungnya juga melawan orang yang terbiasa bertarung, bukan hanya melawan orang awam, maka akan menemukan serangan berupa rangkaian gerakan silat sehingga dia akhirnya menemukan rangkaian gerakan silat baru dalam menghadapi rangkaian gerakan silat lawannya. Akhirnya rangkaian gerakan silat semakin berkembang. Itulah kurang lebih asal mulanya tercipta rangkaian gerakan-gerakan silat (martial art moves)*”, kata ayah melanjutkan penjelasannya.
(penyadur: dalam cerita silat Indonesia kita kadang memahami bahwa jurus adalah rangkaian gerakan dalam silat, jadi lebih dari 1 gerakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia jurus berarti bagian sikap (tegak dan sebagainya) dalam permainan pencak silat. Dalam penulisan ini gerakan silat (martial arts moves) bisa 1 gerakan (move) bisa beberapa gerakan (moves) sehingga kurang tepat jika memakai istilah jurus, tetapi karena yang dijelaskan di atas dan selanjutnya adalah rangkaian gerakan silat (combination moves) maka untuk mempermudah kita pakai istilah jurus walaupun nanti mungkin kita tetap memakai istilah rangkaian gerakan silat. Jadi jurus dalam penulisan ini berarti rangkaian gerakan dalam silat).
Karena yang diadu dalam pertarungan adalah rangkaian gerakan silat (jurus) maka perlu kemampuan (kepandaian/ kreativitas) menciptakan atau melakukan rangkaian gerakan silat untuk melawan rangkaian gerakan silat lawannya sehingga ilmu beladiri biasa disebut seni beladiri (martial arts). Jadi seperti yang sudah dijelaskan ayah, ilmu silat (beladiri) mempelajari cara bertarung melalui latihan gerakan silat/jurus (martial arts moves) dan inti dari ilmu silat (beladiri) adalah latihan gerakan silat/jurus (martial arts moves).
“Dengan melihat jurusmu yang mampu melawan jurus Agus maka temannya menyimpulkan jurusmu lebih bagus daripada jurus Agus sehingga dia berkesimpulan ilmu silatmu yaitu kemampuanmu menggunakan jurus lebih tinggi atau lebih baik daripada Agus”, kata ayah menjelaskan pertanyaanku sebelumnya.
Sebenarnya kemampuan/kekuatan seseorang dalam bertarung tidak semudah itu untuk diberi tingkatan karena ada faktor-faktor lain selain kemampuan tubuh dan kemampuan jurus yang mempengaruhi kemenangan sebuah pertarungan. Akan tetapi secara umum tingkat kemampuan/kekuatan seseorang diukur dari kemampuan mengalahkan orang lain. Ketika seseorang berhasil mengalahkan orang lain, biasanya dia disebut lebih kuat atau lebih tinggi ilmu silatnya daripada orang lain tersebut. Kadang tingkat ilmu silat seseorang sudah bisa disimpulkan dari jurus yang digunakan walaupun pertarungannya belum sampai selesai dengan kekalahan salah satu pihak, dengan melihat jurus pihak mana yang lebih banyak mengenai lawan dan seberapa besar daya hancurnya. Sehingga kepandaian ilmu silat diukur dari kemampuan jurusnya. Ketika jurus yang dipakai bisa mengalahkan jurus lawannya maka orang tersebut biasa disebut lebih tinggi ilmu silatnya daripada lawannya.
“Jika beladiri adalah seni dan butuh kreativitas, untuk apa aku belajar jurus (gerakan-gerakan silat/combination moves) Yah? bukankah lebih baik aku membuat sendiri sesuai kreativitasku Yah?”, tanyaku pada ayah.
“Seni-seni yang lain seperti seni musik juga perlu belajar pada orang lain. Makanya ada pelajaran seni, bahkan ada sekolah (atau pendidikan) khusus seni. Banyak pemusik yang memainkan lagu/musik orang lain sebelum akhirnya menciptakan lagu/musik sendiri”, jawab ayah. Ayah kemudian melanjutkan penjelasannya.
Dalam belajar, ada orang yang belajar sendiri (otodidak) dan ada yang belajar pada orang lain (guru). Begitu juga dalam ilmu silat, ada yang berlatih sendiri dan ada yang berlatih dengan diajari guru. Secara umum orang yang belajar pada guru bisa lebih cepat menguasai daripada belajar sendiri, karena dia langsung diajari cara yang cepat dan tepat tanpa harus mencoba-coba sendiri sampai akhirnya menemukan sendiri cara yang paling sesuai. Tapi bukan berarti orang yang belajar pada guru selalu lebih pandai daripada orang yang belajar sendiri, karena bakat dan kemampuan belajar orang berbeda-beda, dan juga ada hal-hal lain yang mempengaruhi kepandaian dalam belajar seperti rajin tidaknya seseorang dalam belajar atau berlatih. Kemampuan dan pengalaman guru yang mengajari juga sangat berpengaruh. Orang yang belajar pada guru bisa langsung mempelajari, memahami dan menghafal jurus yang sudah jadi dari gurunya sehingga bisa langsung menerapkan, sedangkan orang yang berlatih sendiri atau membuat jurus sendiri harus menganalisis dan mencoba-coba (try and error) sendiri jurusnya.
“Lagipula beladiri bukan murni seni. Dalam seni, bagus menurut seseorang belum tentu orang lain suka. Sedangkan dalam beladiri ada menang dan kalah. Jadi lebih baik kita belajar dulu jurus-jurus yang bisa kita pelajari dari orang lain sebelum kita mencoba menciptakan jurus kita sendiri”, lanjut ayah.
“Apakah itu menjawab pertanyaanmu? Atau jangan-jangan maksud pertanyaanmu adalah kenapa harus belajar jurus (gerakan-gerakan silat/combination moves), kenapa tidak langsung berpikir gerakan pada saat bertarung?”, tanya ayah. Aku diam karena ragu-ragu.
“Tadi kan sudah ayah jelaskan panjang lebar dari awal, bahwa beladiri adalah untuk mengalahkan orang, jadi tidak harus dengan jurus, bisa dengan gerakan yang langsung dipikirkan saat bertarung. Ayah juga sudah menjelaskan asal mula terciptanya jurus yang berasal dari gerakan yang dipikirkan saat bertarung yang telah dilatih menjadi rangkaian gerakan paling tepat dan cepat”, kata ayah menjelaskan dengan sabar.
“Sebenarnya pertanyaanmu tersebut sudah terjawab dari pertarungan-pertarunganmu sebelumnya, coba diingat-ingat”, kata ayah yang kemudian diam seperti memberi waktu padaku untuk memahami maksud perkataannya. Akupun akhirnya menyadarinya.
“Aku mampu melawan orang-orang biasa (yang tidak belajar/berlatih silat) tanpa menggunakan jurus silat, hanya dengan gerakan yang kupikirkan langsung saat itu. Tapi ketika melawan Agus aku kewalahan tanpa menggunakan jurus silat dan baru bisa mengimbanginya ketika aku memakai jurus silat”, kataku.
“Sudah paham kan?”, tanya ayah. Aku mengangguk.
“Tapi kenapa kita harus mengulang-ulang gerakan jurus yang sudah kita kuasai Yah?”, tanyaku lagi.
“Itulah yang disebut berlatih”, jawab ayah singkat, tapi kemudian dilanjutkan dengan penjelasan yang panjang.
Dalam olahraga ataupun kegiatan fisik lainnya, berlatih atau mengulang-ulang gerakan bertujuan agar tubuh kita hafal, jadi bukan hanya hafal secara pikiran. Mungkin secara pikiran kita sudah hafal bahwa dalam rangkaian gerakan A, setelah gerakan 1 kita melakukan gerakan 2 lalu gerakan 3, tapi kalau tubuh kita yang hafal maka tanpa berpikirpun tubuh kita seakan tanpa sadar melakukan gerakan 1 lalu 2 lalu 3 ketika kita membutuhkan rangkaian gerakan A, jadi seakan reflek. Misalnya gerakan shooting dalam bola basket, karena sudah sering dilatih, secara pikiran sudah tidak perlu lagi memikirkan rangkaian gerakan dari memegang bola dengan kedua tangan, lalu melompat, lalu mendorong bola dengan tangan kanan ke arah ring, dan sebagainya. Hanya dengan berpikir bahwa akan melakukan shooting maka tubuh kita seakan secara reflek melakukan keseluruhan rangkaian gerakan tersebut. Ketika tubuh sudah hafal, maka kita bisa lebih cepat bergerak. Aku jadi teringat ketika berlatih bola basket aku juga mengulang-ulang gerakan shooting dari berbagai arah dan jarak sampai tubuhku hafal sehingga untuk melakukan gerakan shooting dengan jarak dan arah yang sudah dihafal oleh tubuhku, bisa dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.
“Seperti pertarunganmu dengan Agus yang kamu ceritakan. Dengan jurus yang sudah dihafal tubuh bisa bergerak lebih cepat dibanding gerakan yang dipikirkan langsung saat pertarungan, sehingga kamu bisa mengimbangi”, kata ayah. Ayah kemudian melanjutkan penjelasannya.
Selain agar tubuh kita hafal, mengulang-ulang gerakan atau berlatih bertujuan untuk melatih otot agar senantiasa bisa mendapatkan gerakan dengan tingkat daya hancur dan ketepatan yang paling tepat (optimal). Tubuh (otot) adalah benda hidup yang berkembang sehingga perlu senantiasa dilatih secara berkala agar tetap bisa melakukan gerakan silat dengan tepat dan cepat. Ketika kondisi tubuh (otot) telah berubah (walaupun cuma sedikit) maka jika tidak dilatih tentu hasil gerakannya tidak secepat dan setepat (se-optimal) sebelumnya ketika kondisinya belum berubah.
“Seperti yang telah Ayah jelaskan bahwa perbedaan orang biasa dengan orang yang berlatih silat adalah latihan gerakan silat. Orang biasa mungkin bisa menirukan gerakan silat, tapi jika tidak dilatih, maka daya hancur dan ketepatannya mungkin tidak sebesar gerakan silat yang sudah dilatih”, lanjut ayah. Aku jadi sadar bahwa yang kutanyakan sebetulnya sudah dijelaskan ayah sebelumnya.
“Ada lagi yang ingin ditanyakan?”, tanya ayah. Aku menggeleng.
“Sudah paham kan? Tidak perlu kuatir jika belum terlalu paham. Ini hanya teori. Yang penting adalah prakteknya. Nanti akan paham dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya pengalaman”, kata ayah. Aku hanya mengangguk pelan.
“Jika tidak ada lagi yang ditanyakan, ayah rasa penjelasan teori untuk hari ini cukup segitu dulu, kita lanjutkan berlatih jurus seperti biasanya”, kata ayah.
Kami kemudian berlatih jurus seperti biasanya. Setelah selesai latihan, seperti biasa ayah bersiap-siap dan kemudian berangkat kerja. Sedangkan aku yang sedang libur dibolehkan meneruskan latihan jurus secara sendirian tapi dinasehati agar tidak terlalu memaksakan diri. Aku meneruskan berlatih jurus sendirian lalu berhenti ketika sudah terasa agak capek. Selesai berlatih aku segera ke kamar dan menuliskan pelajaran yang kuterima dari ayah tadi agar tidak lupa.
Ketika menuliskan penjelasan ayah tadi yang memberi contoh dengan permainan bola basket, aku jadi teringat bahwa besok adalah jadwal pertandingan pertama babak final lomba bola basket antar SMA. Besok pagi, anggota klub bola basket harus berkumpul di sekolah untuk nantinya berangkat bersama-sama ke kota lain tempat diselenggarakan pertandingan bola basketnya. Aku bingung apa yang harus kulakukan. Aku kurang bersemangat ikut berangkat ke pertandingan bola basket karena hanya sebagai cadangan yang kemungkinan bermainnya sangat kecil dan aku sedang bersemangat berlatih silat dan tidak mau meninggalkan latihan silatku walau cuma sehari. Apalagi jika pertandingannya berlanjut ke babak selanjutnya, maka bisa-bisa aku harus meninggalkan latihan silatku untuk beberapa hari. Namun aku juga merasa sungkan terhadap bapak guru dan Andi jika tiba-tiba tidak datang.
Aku bertanya pada ibu tentang kebingunganku tersebut. Ibu menyarankan, jika memang aku tidak ingin berangkat ke pertandingan bola basket, sebaiknya aku memberitahu bapak guru. Tapi aku tidak tahu apa alasan yang tepat yang harus kusampaikan ke bapak guru. Aku tidak mungkin bilang bahwa aku sedang belajar silat.
“Bilang saja bahwa selama liburan ini ingin bersama keluarga, kan tidak berbohong”, kata ibu memberi saran. “Apa perlu ibu yang bilang ke pak guru?”, tanya ibu menawarkan.
“Tidak perlu Bu, biar aku saja”, jawabku.
Aku kemudian menelepon bapak guru dan meminta ijin bahwa besok tidak bisa datang dalam lomba bola basket antar SMA. Aku meminta maaf pada bapak guru dan memberitahukan bahwa selama liburan ini ingin bersama keluarga jadi tidak bisa ikut dalam lomba bola basket antar SMA. Tanggapan bapak guru hanya mengiyakan dan memaklumi. Beliau tidak bertanya lebih lanjut.
Dua hari berikutnya Andi menelepon dan menanyakan kabarku. Dia menceritakan kemenangan tim bola basket SMA kami dalam pertandingan pertama babak final melawan SMA dari kota B. Dia juga menyayangkan bahwa aku tidak datang. Dia menanyakan apakah untuk pertandingan selanjutnya aku bisa datang. Dia juga menceritakan bahwa Agus datang dan akhirnya menggantikan posisiku sebagai tim cadangan. Aku tidak tahu apakah Agus sudah menceritakan perkelahian kami ke anggota tim bola basket. Aku mengatakan ke Andi bahwa aku kemarin tidak bisa datang karena urusan keluarga. Aku juga mengatakan bahwa selama liburan ini ada urusan keluarga sehingga tidak bisa datang juga untuk pertandingan-pertandingan selanjutnya. Aku tidak mungkin bilang ke Andi bahwa aku sedang belajar silat untuk mengalahkan Agus dan temannya. Aku tidak tahu apakah Andi percaya alasanku tersebut atau tidak. Dia hanya diam sejenak seakan menunggu aku untuk menjelaskan lebih lanjut alasanku dan kemudian mengakhiri pembicaraan dan menutup teleponnya.
Kegiatanku pada hari-hari selama liburan kurang lebih sama. Pagi hari aku berlatih silat dengan ayah sampai dengan ayah berangkat kerja. Kemudian aku lanjutkan dengan berlatih silat sendirian atau kadang-kadang berlatih silat dengan ibu. Ketika sedang tidak berlatih silat, aku gunakan untuk mencatat pelajaran-pelajaran silat yang dijelaskan oleh ayah ataupun ibu. Aku juga mengerjakan tugas sekolah yang harus diselesaikan selama liburan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar