Hari berikutnya
badanku sudah terasa agak enak, sudah berkurang rasa sakitnya. Seperti
biasanya, di pagi hari setelah bangun tidur aku berlatih silat (beladiri)
dengan ayah. Kami sudah biasa melakukan latihan di pagi hari seperti ini sejak
dulu, sejak aku masih kecil. Selama ini aku menganggap latihan ini sebagai
latihan olahraga rutin harian agar tubuh tetap sehat. Aku sudah tahu bahwa
gerakan-gerakan yang kulatih setiap hari tersebut adalah gerakan-gerakan silat
(beladiri) tapi selama ini pemahamanku adalah bahwa silat (beladiri) hanyalah
olahraga. Aku yang bersifat kritis pernah menanyakan kenapa setiap hari
olahraganya harus ada gerakan-gerakan silat (beladiri), kenapa tidak cukup
dengan lari, push-up dan
gerakan-gerakan olahraga pada umumnya seperti senam. Jawaban ayah dan ibu saat
itu adalah bahwa agar tubuh kita terlatih untuk bergerak dan agar gerakannya lebih
beragam. Selain itu dengan belajar gerakan-gerakan silat (beladiri), suatu saat
akan berguna bagiku untuk membela diri. Tetapi ayah dan ibu selalu
memperingatkan aku bahwa aku tidak boleh berkelahi dan tidak boleh menggunakan
gerakan-gerakan silat (beladiri) yang kupelajari untuk berkelahi atau menyakiti
orang lain. Aku menerima penjelasan ayah dan ibu saat itu sehingga selama ini
aku berlatih silat (beladiri) tanpa banyak pertanyaan dan menerima saja apa
yang diajarkan ayah dan ibu. Namun sekarang ketika aku sudah memahami bahwa
silat (beladiri) adalah lebih dari sekedar olahraga beladiri, aku menjadi
bersemangat untuk berlatih seakan-akan aku menemukan hal baru untuk dipelajari,
seperti ketika aku bersemangat untuk belajar bola basket.
Ayah juga kelihatan
lebih bersemangat. Selama ini biasanya ayah hanya mengajariku dan menyuruhku
melakukan gerakan-gerakan silat (beladiri) untuk diulang-ulang dan dihafalkan
tanpa menjelaskan tentang gerakan-gerakan tersebut. Sekarang ayah tidak hanya
menjelaskan gerakan-gerakan silat (beladiri) tapi juga mengajari hal-hal lain
terkait silat (beladiri). Mungkin karena kemarin ayah dan ibu sudah memutuskan
bahwa aku sudah siap untuk memahami silat (beladiri) dan sudah berjanji
mengajari banyak hal tentang silat (beladiri) secara bertahap.
Pagi itu ayah
menjelaskan kepadaku dari awal tentang ilmu silat (beladiri). Ilmu silat
(beladiri) adalah kemampuan untuk bertarung mengalahkan lawan. Pertarungan
mengalahkan lawan berarti beradu kemampuan tubuh untuk menentukan tubuh siapa
yang rusak lebih dahulu. Oleh karena itu langkah awal belajar silat (beladiri)
adalah melatih kemampuan tubuh.
Kemampuan tubuh ditentukan oleh bakat dan latihan. Ayah
mengatakan bahwa aku berbakat karena memiliki bentuk tubuh, tulang dan otot
yang bagus sehingga lebih mudah dan lebih cepat untuk berlatih kemampuan tubuh.
Aku juga berbakat dalam berbagai macam
kemampuan tubuh. Kemampuan tubuh yang biasa dilatih ketika belajar silat
(beladiri) antara lain adalah kecepatan bergerak (speed) (penyadur: sudah pernah
dijelaskan sebelumnya), kecepatan bereaksi (reaction time) (penyadur:
sudah pernah dijelaskan sebelumnya), keseimbangan tubuh, koordinasi tubuh,
kekuatan otot, stamina (ketahanan tubuh), dan sebagainya. Ayah berjanji akan
menjelaskan lebih jauh tentang kemampuan tubuh saat latihan kemampuan tubuh.
Dalam
pertarungan, pada umumnya yang lebih unggul adalah yang lebih besar daya
hancurnya (destruction power) dan
ketepatan mengenai lawan (akurasi/accuracy).
Daya hancur (destruction power) adalah tingkat kekuatan untuk melukai lawan.
Semakin besar daya hancurnya maka semakin parah luka yang ditimbulkan pada
lawan. Contohnya begini, pukulan yang lemah tidak bisa mengalahkan lawan, namun
pukulan yang kuat kalau tidak kena sasaran juga tidak bisa mengalahkan lawan. Daya
hancur dan ketepatan mengenai lawan selain ditentukan oleh kemampuan tubuh juga
ditentukan oleh cara melakukan serangan. Ilmu silat (beladiri) mempelajari cara
melakukan serangan baik dengan memakai anggota tubuh (ilmu silat tangan
kosong*) maupun memakai senjata (ilmu silat dengan senjata*) melalui latihan
gerakan silat (martial
arts moves).
(penyadur: ilmu silat tanpa senjata (unarmed martial arts)
dalam cerita-cerita silat bahasa Indonesia biasa disebut dengan istilah ilmu
silat tangan kosong maka untuk selanjutnya istilah yang dipakai adalah ilmu
silat tangan kosong. Sedangkan ilmu silat dengan senjata (armed martial arts) biasanya
langsung disebutkan jenis senjatanya misalnya adalah ilmu pedang
(swordsmanship), ilmu memanah (archery), dan sebagainya. Selanjutnya jika
disebutkan ilmu silat (beladiri) tanpa keterangan tangan kosong atau dengan
senjata maka yang dimaksud adalah ilmu silat (beladiri) secara umum baik tangan
kosong maupun dengan senjata. Sedangkan untuk ilmu silat dengan senjata secara
umum tetap memakai istilah ilmu silat dengan senjata)
Inti dari ilmu silat (beladiri) adalah latihan gerakan silat
(martial arts moves/moves). Yang
membedakan orang yang belajar ilmu silat (beladiri) dengan orang awam adalah
gerakan silat (moves). Orang awam
bisa memukul, menendang, menggunakan pedang, dan sebagainya tetapi karena
gerakannya tidak dilatih jadi daya hancur dan ketepatannya mungkin tidak
sebesar gerakan silat (moves) yang
sudah dilatih. Contoh gerakan silat (moves)
berupa pukulan adalah gerakan dalam tinju (boxing
moves) seperti jab, cross, hook, uppercut, dan
lain-lain. Dalam olahraga lain juga seperti itu, perbedaan orang awam dengan
yang sudah berlatih olahraga terletak pada gerakan olahraganya (sport moves). Misalnya dalam olahraga bola basket, orang awam juga bisa
melempar bola tapi belum tentu cara melempar bolanya seperti shooting. Begitu juga dalam olahraga
lain seperti lompat tinggi, lompat jauh, renang, dan sebagainya.
Gerakan silat (moves) tidak hanya dalam hal menyerang tapi
juga gerakan menghindar, gerakan menangkis, dan sebagainya sehingga perbedaan
antara gerakan silat (moves) dengan
gerakan orang awam lebih tepatnya adalah pada dilatih atau tidaknya suatu
gerakan bukan pada daya hancurnya. Ketika suatu gerakan dilatih berulang-ulang
sampai menemukan gerakan yang paling pas (paling optimal) dan tubuh menjadi
hafal sehingga gerakan yang dilakukan menjadi lebih kuat, lebih cepat dan lebih
tepat, maka gerakan tersebut bisa disebut gerakan
silat (moves).
“Tapi Yah,kenapa
lawanku waktu itu berkata bahwa ilmu silatku lebih tinggi dari Agus? Apa maksudnya?”,
tanyaku pada ayah karena penjelasan ayah tentang gerakan silat (moves) tersebut belum bisa menjelaskan
tentang perkataan lawanku tersebut.
“Iya, tunggu
dulu, nanti penjelasan ayah akan sampai kesana”, kata ayah. “Coba kamu pukul
ayah dengan satu pukulan”, kata ayah menyuruhku.
Aku lalu
menyerang ayah denga satu pukulan lurus ke arah wajah ayah. Ayah menangkis
pukulanku dilanjutkan dengan pukulan ke arah wajahku tapi kemudian dihentikan
sehingga tidak sampai mengenai wajahku. Kemudian ayah melanjutkan
penjelasannya.
“Ketika
seseorang sudah sering mendapatkan serangan yang sama, misalnya seperti
seranganmu tadi, maka orang tersebut akhirnya menemukan suatu gerakan untuk
menghadapi serangan tadi (counter attack),
baik dari hasil mencoba beberapa gerakan kemudian dipilih yang paling cepat dan
tepat (efektif dan optimal), atau dari hasil mencoba suatu gerakan namun
ternyata berhasil sehingga kemudian dia menggunakan terus gerakan tersebut sehingga
terciptalah rangkaian gerakan silat (combination moves)*, seperti gerakan
ayah tadi yaitu menangkis lalu memukul”, kata ayah.
“Bagi orang
yang sudah terbiasa bertarung terutama jika bertarungnya juga melawan orang
yang terbiasa bertarung, bukan hanya melawan orang awam, maka akan menemukan
serangan berupa rangkaian gerakan silat sehingga dia akhirnya menemukan
rangkaian gerakan silat baru dalam menghadapi rangkaian gerakan silat lawannya.
Akhirnya rangkaian gerakan silat semakin berkembang. Itulah kurang lebih asal
mulanya tercipta rangkaian gerakan-gerakan silat (martial art moves)*”, kata ayah melanjutkan penjelasannya.
(penyadur: dalam cerita silat Indonesia kita kadang memahami
bahwa jurus adalah rangkaian gerakan dalam silat, jadi lebih dari 1 gerakan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia jurus berarti bagian sikap (tegak dan
sebagainya) dalam permainan pencak silat. Dalam penulisan ini gerakan silat
(martial arts moves) bisa 1 gerakan (move) bisa beberapa gerakan (moves)
sehingga kurang tepat jika memakai istilah jurus, tetapi karena yang dijelaskan
di atas dan selanjutnya adalah rangkaian gerakan silat (combination moves) maka
untuk mempermudah kita pakai istilah jurus walaupun nanti mungkin kita tetap
memakai istilah rangkaian gerakan silat. Jadi jurus dalam penulisan ini berarti
rangkaian gerakan dalam silat).
Karena yang
diadu dalam pertarungan adalah rangkaian gerakan silat (jurus) maka perlu
kemampuan (kepandaian/ kreativitas) menciptakan atau melakukan rangkaian
gerakan silat untuk melawan rangkaian gerakan silat lawannya sehingga ilmu
beladiri biasa disebut seni beladiri (martial
arts). Jadi seperti yang sudah dijelaskan ayah, ilmu silat (beladiri)
mempelajari cara bertarung melalui latihan gerakan silat/jurus (martial arts moves) dan inti dari ilmu
silat (beladiri) adalah latihan gerakan silat/jurus (martial arts moves).
“Dengan melihat
jurusmu yang mampu melawan jurus Agus maka temannya menyimpulkan jurusmu lebih
bagus daripada jurus Agus sehingga dia berkesimpulan ilmu silatmu yaitu
kemampuanmu menggunakan jurus lebih tinggi atau lebih baik daripada Agus”, kata
ayah menjelaskan pertanyaanku sebelumnya.
Sebenarnya
kemampuan/kekuatan seseorang dalam bertarung tidak semudah itu untuk diberi
tingkatan karena ada faktor-faktor lain selain kemampuan tubuh dan kemampuan
jurus yang mempengaruhi kemenangan sebuah pertarungan. Akan tetapi secara umum tingkat kemampuan/kekuatan seseorang
diukur dari kemampuan mengalahkan orang lain. Ketika seseorang berhasil
mengalahkan orang lain, biasanya dia disebut lebih kuat atau lebih tinggi ilmu
silatnya daripada orang lain tersebut. Kadang tingkat ilmu silat seseorang
sudah bisa disimpulkan dari jurus yang digunakan walaupun pertarungannya belum
sampai selesai dengan kekalahan salah satu pihak, dengan melihat jurus pihak
mana yang lebih banyak mengenai lawan dan seberapa besar daya hancurnya. Sehingga
kepandaian ilmu silat diukur dari kemampuan jurusnya. Ketika jurus yang dipakai
bisa mengalahkan jurus lawannya maka orang tersebut biasa disebut lebih tinggi
ilmu silatnya daripada lawannya.
“Jika beladiri
adalah seni dan butuh kreativitas, untuk apa aku belajar jurus (gerakan-gerakan
silat/combination moves) Yah?
bukankah lebih baik aku membuat sendiri sesuai kreativitasku Yah?”, tanyaku
pada ayah.
“Seni-seni yang
lain seperti seni musik juga perlu belajar pada orang lain. Makanya ada pelajaran
seni, bahkan ada sekolah (atau pendidikan) khusus seni. Banyak pemusik yang
memainkan lagu/musik orang lain sebelum akhirnya menciptakan lagu/musik sendiri”,
jawab ayah. Ayah kemudian melanjutkan penjelasannya.
Dalam belajar,
ada orang yang belajar sendiri (otodidak) dan ada yang belajar pada orang lain
(guru). Begitu juga dalam ilmu silat, ada yang berlatih sendiri dan ada yang
berlatih dengan diajari guru. Secara umum orang yang belajar pada guru bisa
lebih cepat menguasai daripada belajar sendiri, karena dia langsung diajari
cara yang cepat dan tepat tanpa harus mencoba-coba sendiri sampai akhirnya
menemukan sendiri cara yang paling sesuai. Tapi bukan berarti orang yang
belajar pada guru selalu lebih pandai daripada orang yang belajar sendiri,
karena bakat dan kemampuan belajar orang berbeda-beda, dan juga ada hal-hal
lain yang mempengaruhi kepandaian dalam belajar seperti rajin tidaknya
seseorang dalam belajar atau berlatih. Kemampuan dan pengalaman guru yang
mengajari juga sangat berpengaruh. Orang yang belajar pada guru bisa langsung
mempelajari, memahami dan menghafal jurus yang sudah jadi dari gurunya sehingga
bisa langsung menerapkan, sedangkan orang yang berlatih sendiri atau membuat
jurus sendiri harus menganalisis dan mencoba-coba (try and error) sendiri jurusnya.
“Lagipula
beladiri bukan murni seni. Dalam seni, bagus menurut seseorang belum tentu
orang lain suka. Sedangkan dalam beladiri ada menang dan kalah. Jadi lebih baik
kita belajar dulu jurus-jurus yang bisa kita pelajari dari orang lain sebelum
kita mencoba menciptakan jurus kita sendiri”, lanjut ayah.
“Apakah itu
menjawab pertanyaanmu? Atau jangan-jangan maksud pertanyaanmu adalah kenapa
harus belajar jurus (gerakan-gerakan silat/combination
moves), kenapa tidak langsung berpikir gerakan pada saat bertarung?”, tanya
ayah. Aku diam karena ragu-ragu.
“Tadi kan sudah
ayah jelaskan panjang lebar dari awal, bahwa beladiri adalah untuk mengalahkan
orang, jadi tidak harus dengan jurus, bisa dengan gerakan yang langsung
dipikirkan saat bertarung. Ayah juga sudah menjelaskan asal mula terciptanya
jurus yang berasal dari gerakan yang dipikirkan saat bertarung yang telah
dilatih menjadi rangkaian gerakan paling tepat dan cepat”, kata ayah
menjelaskan dengan sabar.
“Sebenarnya
pertanyaanmu tersebut sudah terjawab dari pertarungan-pertarunganmu sebelumnya,
coba diingat-ingat”, kata ayah yang kemudian diam seperti memberi waktu padaku
untuk memahami maksud perkataannya. Akupun akhirnya menyadarinya.
“Aku mampu
melawan orang-orang biasa (yang tidak belajar/berlatih silat) tanpa menggunakan
jurus silat, hanya dengan gerakan yang kupikirkan langsung saat itu. Tapi
ketika melawan Agus aku kewalahan tanpa menggunakan jurus silat dan baru bisa
mengimbanginya ketika aku memakai jurus silat”, kataku.
“Sudah paham
kan?”, tanya ayah. Aku mengangguk.
“Tapi kenapa
kita harus mengulang-ulang gerakan jurus yang sudah kita kuasai Yah?”, tanyaku
lagi.
“Itulah yang
disebut berlatih”, jawab ayah singkat, tapi kemudian dilanjutkan dengan
penjelasan yang panjang.
Dalam olahraga
ataupun kegiatan fisik lainnya, berlatih
atau mengulang-ulang gerakan bertujuan agar tubuh kita hafal, jadi bukan hanya
hafal secara pikiran. Mungkin secara pikiran kita sudah hafal bahwa dalam
rangkaian gerakan A, setelah gerakan 1 kita melakukan gerakan 2 lalu gerakan 3,
tapi kalau tubuh kita yang hafal maka tanpa berpikirpun tubuh kita seakan tanpa
sadar melakukan gerakan 1 lalu 2 lalu 3 ketika kita membutuhkan rangkaian
gerakan A, jadi seakan reflek. Misalnya gerakan shooting dalam bola basket, karena sudah sering dilatih, secara pikiran sudah
tidak perlu lagi memikirkan rangkaian gerakan dari memegang bola dengan kedua
tangan, lalu melompat, lalu mendorong bola dengan tangan kanan ke arah ring, dan sebagainya. Hanya dengan
berpikir bahwa akan melakukan shooting
maka tubuh kita seakan secara reflek melakukan keseluruhan rangkaian gerakan
tersebut. Ketika tubuh sudah hafal, maka kita bisa lebih cepat bergerak. Aku
jadi teringat ketika berlatih bola basket aku juga mengulang-ulang gerakan shooting dari berbagai arah dan jarak
sampai tubuhku hafal sehingga untuk melakukan gerakan shooting dengan jarak dan arah yang sudah dihafal oleh tubuhku,
bisa dilakukan dengan cepat dan tepat sasaran.
“Seperti
pertarunganmu dengan Agus yang kamu ceritakan. Dengan jurus yang sudah dihafal
tubuh bisa bergerak lebih cepat dibanding gerakan yang dipikirkan langsung saat
pertarungan, sehingga kamu bisa mengimbangi”, kata ayah. Ayah kemudian
melanjutkan penjelasannya.
Selain agar
tubuh kita hafal, mengulang-ulang gerakan atau berlatih bertujuan untuk melatih
otot agar senantiasa bisa mendapatkan gerakan dengan tingkat daya hancur dan
ketepatan yang paling tepat (optimal). Tubuh (otot) adalah benda hidup yang
berkembang sehingga perlu senantiasa dilatih secara berkala agar tetap bisa
melakukan gerakan silat dengan tepat dan cepat. Ketika kondisi tubuh (otot)
telah berubah (walaupun cuma sedikit) maka jika tidak dilatih tentu hasil
gerakannya tidak secepat dan setepat (se-optimal) sebelumnya ketika kondisinya
belum berubah.
“Seperti yang
telah Ayah jelaskan bahwa perbedaan orang biasa dengan orang yang berlatih
silat adalah latihan gerakan silat. Orang biasa mungkin bisa menirukan gerakan
silat, tapi jika tidak dilatih, maka daya hancur dan ketepatannya mungkin tidak
sebesar gerakan silat yang sudah dilatih”, lanjut ayah. Aku jadi sadar bahwa
yang kutanyakan sebetulnya sudah dijelaskan ayah sebelumnya.
“Ada lagi yang
ingin ditanyakan?”, tanya ayah. Aku menggeleng.
“Sudah paham
kan? Tidak perlu kuatir jika belum terlalu paham. Ini hanya teori. Yang penting
adalah prakteknya. Nanti akan paham dengan sendirinya seiring dengan
bertambahnya pengalaman”, kata ayah. Aku hanya mengangguk pelan.
“Jika tidak ada
lagi yang ditanyakan, ayah rasa penjelasan teori untuk hari ini cukup segitu
dulu, kita lanjutkan berlatih jurus seperti biasanya”, kata ayah.
Kami kemudian
berlatih jurus seperti biasanya. Setelah selesai latihan, seperti biasa ayah bersiap-siap
dan kemudian berangkat kerja. Sedangkan aku yang sedang libur dibolehkan
meneruskan latihan jurus secara sendirian tapi dinasehati agar tidak terlalu
memaksakan diri. Aku meneruskan berlatih jurus sendirian lalu berhenti ketika
sudah terasa agak capek. Selesai berlatih aku segera ke kamar dan menuliskan
pelajaran yang kuterima dari ayah tadi agar tidak lupa.
Ketika
menuliskan penjelasan ayah tadi yang memberi contoh dengan permainan bola basket,
aku jadi teringat bahwa besok adalah jadwal pertandingan pertama babak final
lomba bola basket antar SMA. Besok pagi, anggota klub bola basket harus
berkumpul di sekolah untuk nantinya berangkat bersama-sama ke kota lain tempat
diselenggarakan pertandingan bola basketnya. Aku bingung apa yang harus
kulakukan. Aku kurang bersemangat ikut berangkat ke pertandingan bola basket
karena hanya sebagai cadangan yang kemungkinan bermainnya sangat kecil dan aku
sedang bersemangat berlatih silat dan tidak mau meninggalkan latihan silatku
walau cuma sehari. Apalagi jika pertandingannya berlanjut ke babak selanjutnya,
maka bisa-bisa aku harus meninggalkan latihan silatku untuk beberapa hari.
Namun aku juga merasa sungkan terhadap bapak guru dan Andi jika tiba-tiba tidak
datang.
Aku bertanya
pada ibu tentang kebingunganku tersebut. Ibu menyarankan, jika memang aku tidak
ingin berangkat ke pertandingan bola basket, sebaiknya aku memberitahu bapak guru.
Tapi aku tidak tahu apa alasan yang tepat yang harus kusampaikan ke bapak guru. Aku
tidak mungkin bilang bahwa aku sedang belajar silat.
“Bilang saja
bahwa selama liburan ini ingin bersama keluarga, kan tidak berbohong”, kata ibu
memberi saran. “Apa perlu ibu yang bilang ke pak guru?”, tanya ibu menawarkan.
“Tidak perlu
Bu, biar aku saja”, jawabku.
Aku kemudian
menelepon bapak guru dan meminta ijin bahwa besok tidak bisa datang dalam lomba
bola basket antar SMA. Aku meminta maaf pada bapak guru dan memberitahukan bahwa
selama liburan ini ingin bersama keluarga jadi tidak bisa ikut dalam lomba bola
basket antar SMA. Tanggapan bapak guru hanya mengiyakan dan memaklumi. Beliau
tidak bertanya lebih lanjut.
Dua hari
berikutnya Andi menelepon dan menanyakan kabarku. Dia menceritakan kemenangan
tim bola basket SMA kami dalam pertandingan pertama babak final melawan SMA
dari kota B. Dia juga menyayangkan bahwa aku tidak datang. Dia menanyakan
apakah untuk pertandingan selanjutnya aku bisa datang. Dia juga menceritakan bahwa
Agus datang dan akhirnya menggantikan posisiku sebagai tim cadangan. Aku tidak
tahu apakah Agus sudah menceritakan perkelahian kami ke anggota tim bola
basket. Aku mengatakan ke Andi bahwa aku kemarin tidak bisa datang karena
urusan keluarga. Aku juga mengatakan bahwa selama liburan ini ada urusan keluarga
sehingga tidak bisa datang juga untuk pertandingan-pertandingan selanjutnya.
Aku tidak mungkin bilang ke Andi bahwa aku sedang belajar silat untuk
mengalahkan Agus dan temannya. Aku tidak tahu apakah Andi percaya alasanku
tersebut atau tidak. Dia hanya diam sejenak seakan menunggu aku untuk
menjelaskan lebih lanjut alasanku dan kemudian mengakhiri pembicaraan dan
menutup teleponnya.
Kegiatanku pada
hari-hari selama liburan kurang lebih sama. Pagi hari aku berlatih silat dengan
ayah sampai dengan ayah berangkat kerja. Kemudian aku lanjutkan dengan berlatih
silat sendirian atau kadang-kadang berlatih silat dengan ibu. Ketika sedang
tidak berlatih silat, aku gunakan untuk mencatat pelajaran-pelajaran silat yang
dijelaskan oleh ayah ataupun ibu. Aku juga mengerjakan tugas sekolah yang harus
diselesaikan selama liburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar