Kamis, 19 Desember 2019

#48 Bunga bercerita



Hari itu, pulang sekolah, Bunga sudah menungguku di halaman sekolah. Dia mengajakku menonton latihan klub-klub di sekolah kami.
“Untuk apa? kan kita sudah mencoba semua klub”, tanyaku.
“Kita hanya melihat-lihat, siapa tahu ada yang menarik karena banyak anggota baru dari murid-murid kelas 1”, kata Bunga. “Aku dulu menemukanmu juga karena nonton klub basket”, lanjut Bunga yang membuatku jadi tertarik. Jadi yang dimaksud Bunga adalah mencoba melihat-lihat murid-murid kelas 1 yang mungkin bisa silat.

Aku jadi teringat permainan dengan ayah menebak orang yang lewat apakah berlatih silat atau tidak. Orang yang berlatih silat terlihat dari postur (bentuk) tubuhnya dan gerakannya. Namun belum tentu hasil tebakannya benar. Karena bisa jadi seseorang punya postur tubuh dan gerakan yang mirip orang yang berlatih silat, namun sebenarnya tidak. Dia mungkin berlatih olahraga lain yang membuat bentuk tubuh dan gerakannya menjadi seperti tersebut. Selain itu, orang yang berlatih silat tidak terbatas pada postur (bentuk) tubuh tertentu. Berbeda dengan menebak orang yang belajar keseimbangan tubuh, yang walaupun sulit, namun hasilnya lebih pasti. Walaupun belajar keseimbangan tubuh belum tentu karena belajar silat.
Karena yang kami cari adalah murid-murid kelas 1 yang mungkin berlatih silat, maka klub-klub yang kami tonton adalah klub-klub olahraga. Hari itu kami melihat latihan klub bola basket.
“Ya, mau ikut latihan lagi?”, tanya Andi kelihatan senang ketika melihatku. “Jangan khawatir, Agus sudah jarang ikut latihan, apalagi sekarang dia sudah kelas 3”, kata Andi. Aku tahu Agus jarang latihan karena dia dan gengnya sering nongkrong di atas gedung.
“Tidak, aku hanya ingin menonton”, jawabku singkat. “Aku tidak ingin mengganggu latihan kalian, nanti bisa kena marah pak guru”, lanjutku.
Setelah beberapa saat memperhatikan murid-murid kelas 1, sepertinya tidak ada yang berlatih silat. Namun ada beberapa murid kelas 1 yang hanya latihan teknik sehingga belum bisa diperhatikan gerakannya. Bunga pun sepertinya juga berkesimpulan yang sama sehingga dia mengajakku pergi untuk melihat klub olahraga yang lain.
Hari berikutnya pulang sekolah aku yang menunggu Bunga di halaman sekolah. Ketika Bunga datang aku sudah bersiap mengajak Bunga ke salah satu klub olahraga, namun Bunga menolak. Bunga mengajak duduk-duduk saja di bangku taman di halaman sekolah sambil melihat murid-murid yang lewat. Ternyata dia mengajak mencari murid yang berlatih keseimbangan tubuh dari cara berjalan mereka.
Kami hanya duduk berdua sambil melihat murid-murid yang lewat. Menurutku ini adalah suasana yang tepat untuk bertanya kepada Bunga tentang kasusnya.
“Aku mendengar isu katanya waktu kelas 1 kamu menghajar murid cowok karena cemburu karena dia berduaan dengan murid cewek. Namun karena ayahmu seorang polisi maka kamu tidak dihukum. Justru murid cowok dan cewek tersebut yang dikeluarkan dari SMA kita. Benarkah isu tersebut?”, tanyaku ke Bunga.
“Menurutmu bagaimana?”, jawab Bunga dengan bertanya balik.
“Menurutku kamu tidak mungkin menghajar orang tanpa alasan yang kuat”, jawabku. “Sehingga alasan kamu tidak dihukum menurutku bukan karena ayahmu polisi, namun karena kamu memang tidak bersalah”, lanjutku. “Cerita sebenarnya bagaimana?”, tanyaku ke Bunga.
Bunga hanya diam. Dia seperti melamun. Aku teringat kata-kata ibuku bahwa kalau Bunga tidak mau menceritakan, jangan memaksa.
“Gak apa-apa jika kamu tidak mau bercerita. Maaf mengingatkanmu tentang hal-hal yang tidak mengenakkan hatimu”, kataku meminta maaf untuk memecahkan keheningan diantara kami.
“Gak apa-apa, gak usah minta maaf”, jawab Bunga yang akhirnya berbicara.
“Waktu itu kira-kira jam pulang sekolah seperti ini”, kata Bunga kemudian memulai ceritanya setelah diam sejenak. “Aku pulang terlambat karena menonton kegiatan klub-klub di sekolah kita seperti kita kemarin. Keadaan sudah sepi ketika aku melewati halaman sini. Kemudian terdengar suara cewek seperti sedang menangis di lorong samping gedung sekolah sana. Kemudian aku dekati kesana, terlihat murid cewek sedang didorong bersandar ke tembok gedung, dengan kedua tangan dipegangi tangan kiri murid cowok tersebut. Murid cowok berusaha mencium murid cewek tersebut sedangkan murid cewek tersebut berusaha menghindar dengan memalingkan wajahnya dan terlihat menangis ketakutan. Baju murid cewek tersebut terlihat sudah terbuka dan tangan kanan murid cowok tersebut terlihat sedang memegang dada murid cewek tersebut”, lanjut Bunga yang kemudian berhenti sejenak.
“Áku berteriak menyuruh murid cowok tersebut berhenti. Melihatku, murid cewek tersebut berteriak minta tolong”, lanjut Bunga. “Murid cowok tersebut melihatku dan terdiam karena kenal denganku. Ketika pegangan murid cowok itu mengendor, murid cewek tersebut meronta dan lepas lalu lari ke arahku. Sadar dari ketertegunannya, murid cowok tersebut mengejar berusaha menangkap murid cewek tersebut namun kuhadang. Akhirnya dia menyerangku”, lanjut Bunga. “Ketika kami bertarung, murid cewek tersebut pergi meninggalkan kami. Beberapa kali aku berhasil mengenai murid cowok tersebut, namun itu tidak membuatnya berhenti menyerangku. Akhirnya aku menghajarnya sampai dia menyerah. Setelah itu kutinggal pulang tanpa berkata apa-apa padanya”, kata Bunga.
“Di rumah aku tidak menceritakan ke ayahku. Hari berikutnya aku juga diam saja tidak menceritakan ke siapapun. Namun ternyata orang tua murid cewek tersebut datang ke sekolah melaporkan yang terjadi pada anaknya. Kemudian aku dan murid cowok tersebut dipanggil. Kemudian orang tua kami juga dipanggil ke sekolah. Ayah sedang bertugas sehingga datang masih memakai seragamnya. Hasilnya murid cowok tersebut dikeluarkan dari sekolah kita. Sedangkan murid cewek tersebut pindah sekolah karena trauma”, lanjut Bunga mengakhiri ceritanya.
“Kenapa bisa diisukan kamu cemburu?”, tanyaku setelah menunggu beberapa saat memastikan Bunga sudah selesai bercerita.
“Mungkin karena murid cowok tersebut ganteng dan disukai banyak cewek. Dia suka mendekati murid cewek termasuk aku. Dia beberapa kali mengajakku ngobrol ketika aku sedang makan di kantin”, jawab Bunga.
“Kamu tidak berusaha membantah isu yang ada? Gara-gara isu tersebut kan kamu jadi ditakuti teman-temanmu”, tanyaku lebih lanjut.
“Bagaimana membantahnya? Isunya kan tersebar dibelakangku (tanpa sepengetahuanku). Lagipula kalau aku yang ngomong belum tentu mereka percaya karena dua murid yang lain sudah pindah dari sekolah ini. Pihak sekolah juga tidak ingin ceritanya tersebar sehingga tidak menceritakan ke murid-murid tentang kejadian sebenarnya”, jawab Bunga. “Gak apa-apa aku ditakuti, dengan begitu aku jadi bisa menghentikan Agus menghajarmu hanya dengan berteriak ‘hey’ kan?”, lanjut Bunga sambil tersenyum. Aku lega Bunga tidak terlihat kesal karena pertanyaanku. Aku jadi ingat bahwa aku juga tidak berusaha membantah Andi maupun Mawar yang telah salah paham padaku.
“Aku jadi teringat, gara-gara menolongku, kamu gak jadi menonton sirkus ya?”, tanyaku sambil mengambil beberapa batu. “Ini kukasih pertunjukan sirkus yang sederhana”, lanjutku yang kemudian melempar dan menangkap batu-batu tersebut secara bergantian (juggling). Aku melakukannya untuk menghiburnya.
“Kalau cuma begitu aku juga bisa”, sahut Bunga sambil melempar dan menangkap batu (juggling) dengan 3 batu yang telah diambilnya. Aku pun mengganggunya dengan menangkap batu yang dia mainkan dan menambahkan dalam batu-batu yang kumainkan.
“Hey, curang”, kata Bunga sambil menarik tanganku sehingga batu-batuku jatuh. Akupun hanya tertawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar