Hari itu, pulang sekolah, Bunga sudah menungguku di halaman sekolah. Dia
mengajakku menonton latihan klub-klub di sekolah kami.
“Untuk apa? kan kita sudah mencoba semua klub”, tanyaku.
“Kita hanya melihat-lihat, siapa tahu ada yang menarik karena banyak
anggota baru dari murid-murid kelas 1”, kata Bunga. “Aku dulu menemukanmu juga
karena nonton klub basket”, lanjut Bunga yang membuatku jadi tertarik. Jadi
yang dimaksud Bunga adalah mencoba melihat-lihat murid-murid kelas 1 yang
mungkin bisa silat.
Aku jadi teringat permainan dengan ayah menebak orang yang lewat apakah
berlatih silat atau tidak. Orang yang berlatih silat terlihat dari postur
(bentuk) tubuhnya dan gerakannya. Namun belum tentu hasil tebakannya benar. Karena
bisa jadi seseorang punya postur tubuh dan gerakan yang mirip orang yang
berlatih silat, namun sebenarnya tidak. Dia mungkin berlatih olahraga lain yang
membuat bentuk tubuh dan gerakannya menjadi seperti tersebut. Selain itu, orang
yang berlatih silat tidak terbatas pada postur (bentuk) tubuh tertentu. Berbeda
dengan menebak orang yang belajar keseimbangan tubuh, yang walaupun sulit,
namun hasilnya lebih pasti. Walaupun belajar keseimbangan tubuh belum tentu
karena belajar silat.
Karena yang kami cari adalah murid-murid kelas 1 yang mungkin berlatih
silat, maka klub-klub yang kami tonton adalah klub-klub olahraga. Hari itu kami
melihat latihan klub bola basket.
“Ya, mau ikut latihan lagi?”, tanya Andi kelihatan senang ketika
melihatku. “Jangan khawatir, Agus sudah jarang ikut latihan, apalagi sekarang
dia sudah kelas 3”, kata Andi. Aku tahu Agus jarang latihan karena dia dan
gengnya sering nongkrong di atas gedung.
“Tidak, aku hanya ingin menonton”, jawabku singkat. “Aku tidak ingin
mengganggu latihan kalian, nanti bisa kena marah pak guru”, lanjutku.
Setelah beberapa saat memperhatikan murid-murid kelas 1, sepertinya tidak
ada yang berlatih silat. Namun ada beberapa murid kelas 1 yang hanya latihan
teknik sehingga belum bisa diperhatikan gerakannya. Bunga pun sepertinya juga
berkesimpulan yang sama sehingga dia mengajakku pergi untuk melihat klub
olahraga yang lain.
Hari berikutnya pulang sekolah aku yang menunggu Bunga di halaman sekolah.
Ketika Bunga datang aku sudah bersiap mengajak Bunga ke salah satu klub
olahraga, namun Bunga menolak. Bunga mengajak duduk-duduk saja di bangku taman
di halaman sekolah sambil melihat murid-murid yang lewat. Ternyata dia mengajak
mencari murid yang berlatih keseimbangan tubuh dari cara berjalan mereka.
Kami hanya duduk berdua sambil melihat murid-murid yang lewat. Menurutku
ini adalah suasana yang tepat untuk bertanya kepada Bunga tentang kasusnya.
“Aku mendengar isu katanya waktu kelas 1 kamu menghajar murid cowok karena
cemburu karena dia berduaan dengan murid cewek. Namun karena ayahmu seorang
polisi maka kamu tidak dihukum. Justru murid cowok dan cewek tersebut yang
dikeluarkan dari SMA kita. Benarkah isu tersebut?”, tanyaku ke Bunga.
“Menurutmu bagaimana?”, jawab Bunga dengan bertanya balik.
“Menurutku kamu tidak mungkin menghajar orang tanpa alasan yang kuat”,
jawabku. “Sehingga alasan kamu tidak dihukum menurutku bukan karena ayahmu
polisi, namun karena kamu memang tidak bersalah”, lanjutku. “Cerita sebenarnya
bagaimana?”, tanyaku ke Bunga.
Bunga hanya diam. Dia seperti melamun. Aku teringat kata-kata ibuku bahwa
kalau Bunga tidak mau menceritakan, jangan memaksa.
“Gak apa-apa jika kamu tidak mau bercerita. Maaf mengingatkanmu tentang
hal-hal yang tidak mengenakkan hatimu”, kataku meminta maaf untuk memecahkan
keheningan diantara kami.
“Gak apa-apa, gak usah minta maaf”, jawab Bunga yang akhirnya berbicara.
“Waktu itu kira-kira jam pulang sekolah seperti ini”, kata Bunga kemudian
memulai ceritanya setelah diam sejenak. “Aku pulang terlambat karena menonton
kegiatan klub-klub di sekolah kita seperti kita kemarin. Keadaan sudah sepi
ketika aku melewati halaman sini. Kemudian terdengar suara cewek seperti sedang
menangis di lorong samping gedung sekolah sana. Kemudian aku dekati kesana,
terlihat murid cewek sedang didorong bersandar ke tembok gedung, dengan kedua
tangan dipegangi tangan kiri murid cowok tersebut. Murid cowok berusaha mencium
murid cewek tersebut sedangkan murid cewek tersebut berusaha menghindar dengan
memalingkan wajahnya dan terlihat menangis ketakutan. Baju murid cewek tersebut
terlihat sudah terbuka dan tangan kanan murid cowok tersebut terlihat sedang
memegang dada murid cewek tersebut”, lanjut Bunga yang kemudian berhenti
sejenak.
“Áku berteriak menyuruh murid cowok tersebut berhenti. Melihatku, murid
cewek tersebut berteriak minta tolong”, lanjut Bunga. “Murid cowok tersebut
melihatku dan terdiam karena kenal denganku. Ketika pegangan murid cowok itu
mengendor, murid cewek tersebut meronta dan lepas lalu lari ke arahku. Sadar
dari ketertegunannya, murid cowok tersebut mengejar berusaha menangkap murid
cewek tersebut namun kuhadang. Akhirnya dia menyerangku”, lanjut Bunga. “Ketika
kami bertarung, murid cewek tersebut pergi meninggalkan kami. Beberapa kali aku
berhasil mengenai murid cowok tersebut, namun itu tidak membuatnya berhenti
menyerangku. Akhirnya aku menghajarnya sampai dia menyerah. Setelah itu
kutinggal pulang tanpa berkata apa-apa padanya”, kata Bunga.
“Di rumah aku tidak menceritakan ke ayahku. Hari berikutnya aku juga diam
saja tidak menceritakan ke siapapun. Namun ternyata orang tua murid cewek
tersebut datang ke sekolah melaporkan yang terjadi pada anaknya. Kemudian aku
dan murid cowok tersebut dipanggil. Kemudian orang tua kami juga dipanggil ke
sekolah. Ayah sedang bertugas sehingga datang masih memakai seragamnya.
Hasilnya murid cowok tersebut dikeluarkan dari sekolah kita. Sedangkan murid
cewek tersebut pindah sekolah karena trauma”, lanjut Bunga mengakhiri
ceritanya.
“Kenapa bisa diisukan kamu cemburu?”, tanyaku setelah menunggu beberapa
saat memastikan Bunga sudah selesai bercerita.
“Mungkin karena murid cowok tersebut ganteng dan disukai banyak cewek. Dia
suka mendekati murid cewek termasuk aku. Dia beberapa kali mengajakku ngobrol
ketika aku sedang makan di kantin”, jawab Bunga.
“Kamu tidak berusaha membantah isu yang ada? Gara-gara isu tersebut kan
kamu jadi ditakuti teman-temanmu”, tanyaku lebih lanjut.
“Bagaimana membantahnya? Isunya kan tersebar dibelakangku (tanpa
sepengetahuanku). Lagipula kalau aku yang ngomong belum tentu mereka percaya
karena dua murid yang lain sudah pindah dari sekolah ini. Pihak sekolah juga
tidak ingin ceritanya tersebar sehingga tidak menceritakan ke murid-murid tentang
kejadian sebenarnya”, jawab Bunga. “Gak apa-apa aku ditakuti, dengan begitu aku
jadi bisa menghentikan Agus menghajarmu hanya dengan berteriak ‘hey’ kan?”,
lanjut Bunga sambil tersenyum. Aku lega Bunga tidak terlihat kesal karena
pertanyaanku. Aku jadi ingat bahwa aku juga tidak berusaha membantah Andi
maupun Mawar yang telah salah paham padaku.
“Aku jadi teringat, gara-gara menolongku, kamu gak jadi menonton sirkus
ya?”, tanyaku sambil mengambil beberapa batu. “Ini kukasih pertunjukan sirkus
yang sederhana”, lanjutku yang kemudian melempar dan menangkap batu-batu
tersebut secara bergantian (juggling).
Aku melakukannya untuk menghiburnya.
“Kalau cuma begitu aku juga bisa”, sahut Bunga sambil melempar dan
menangkap batu (juggling) dengan 3
batu yang telah diambilnya. Aku pun mengganggunya dengan menangkap batu yang
dia mainkan dan menambahkan dalam batu-batu yang kumainkan.
“Hey, curang”, kata Bunga sambil menarik tanganku sehingga batu-batuku
jatuh. Akupun hanya tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar