Senin, 02 Desember 2019

#46 Melawan banyak orang



Pulang sekolah aku tidak lagi mencari Bunga ke atas gedung karena kemungkinan besar dipakai Agus dan gengnya. Aku sudah berjalan ke halaman depan sekolah mau langsung pulang dan berlatih silat di rumah. Tiba-tiba Aris menarik tanganku.
“Bantuin aku menyebarkan pamflet dong”, kata Aris sambil menyerahkan setumpuk pamflet padaku. Ternyata itu pamflet ajakan ikut klub sepak bola. Akhirnya aku bantu Aris menyerahkan pamflet ke murid-murid yang lewat yang mau pulang. “Kasih ke yang cowok aja ya”, kata Aris.
“Sedang ngapain kalian?”, tanya Bunga menyapaku ketika lewat dan melihatku. Aku tersenyum karena merasa senang akhirnya bisa bertemu dengan Bunga.

“Nyari anggota klub. Ini..”, kata Aris sambil ngasih selembar pamflet ke Bunga untuk dibaca.
“Katanya hanya untuk cowok”, protesku ke Aris karena merasa sebel didahului dalam menjawab Bunga.
“Untuk Bunga pengecualian”, kata Aris sambil tersenyum.
“Mana kubantuin”, kata Bunga sambil mengambil beberapa lembar pamflet dari tanganku sambil tersenyum seakan tahu akan sebelku ke Aris, dan berusaha menghiburku.
Kami pun membagi pamflet bersama. Aris sempat mengejar salah satu murid yang lewat agak jauh dari kami berdiri yang belum menerima pamflet. Akhirnya Aris berjaga dan membagi pamflet disana sehingga kami jadi terpisah agak jauh dengan Aris. Kesempatan itu kupakai untuk ngobrol dengan Bunga.
“Kamu mencariku di atas gedung ya?”, tanya Bunga lebih dulu seakan bisa menebak apa yang akan kuomongkan.
“Iya, he he”, jawabku singkat sambil tersenyum karena bisa tertebak Bunga.
“Di atas gedung sudah dikuasai Agus dan gengnya”, kata Bunga.
“Iya, aku pernah diusir oleh Agus. Kemarin malah mereka berkelahi dengan geng lain yang sudah lebih dulu di atas gedung”, kataku menceritakan kejadian di atas gedung. “Sepertinya benar kata pemimpin geng bahwa setelah dia lulus, geng-geng di SMA ini saling berkelahi lagi”, lanjutku.
“Kamu mau menggantikan sebagai penjaga SMA kita?”, tanya Bunga. “Aku yakin kamu mampu”, kata Bunga menyemangati.
“Padahal aku bilang ke Agus bahwa aku berharap dia yang menggantikan peran itu. Tapi dia malah menghajar geng lawannya yang sudah kalah itu”, kataku.
“Terus kamu gak menolong mereka?”, tanya Bunga.
“Ketika kuteriaki agar berhenti dan kuomongin tersebut, Agus dan gengnya berhenti menghajar mereka dan berencana mengeroyokku. Terus aku tinggal pergi”, jawabku.
“Kamu yakin Agus dan gengnya tidak akan menghajar mereka lagi?”, tanya Bunga. “Masa kamu takut? Percuma berlatih setiap hari jika takut dikeroyok yang kemampuan silatnya tidak seberapa seperti mereka”, kata Bunga.
“Aku tidak takut. Bisa saja aku menghadapi keroyokan mereka, namun aku tidak yakin bisa mengalahkan mereka tanpa mencederai mereka”, jawabku membela diri. “Lagipula mereka dulu langsung berhenti menghajarku hanya dengan kamu teriaki, jadi kupikir kemarin itu juga begitu”, lanjutku menjelaskan alasanku.
“Kalau aku beda”, kata Bunga.
“Beda kenapa?”, tanyaku penasaran sambil menatap mata Bunga untuk mencari tahu maksudnya.
“Pokoknya beda”, jawab Bunga sambil menghindar dari tatapan mataku. Aku tidak mau memaksanya.
“Baiklah, kalau terjadi lagi ada orang yang perlu ditolong, aku akan menolongnya”, janjiku ke Bunga untuk menghiburnya.
“Hei, sudah sepi, sepertinya sudah pada pulang. Kita sudahi saja”, kata Aris sambil mendekati kami dan meminta sisa pamflet di tangan kami. Aku dan Bunga sudah selesai berbicara ketika Aris datang. Kamipun berjalan ke arah keluar dari halaman sekolah ketika tiba-tiba beberapa murid yang tadi sudah keluar berlari masuk ke dalam halaman sekolah lagi.
“Ada geng yang gangguin murid yang lewat. Katanya mencari geng Agus*)”, kata mereka. “Mending pulangnya nanti saja setelah mereka pergi”, lanjut mereka memperingatkan kami.
(*penyadur: untuk lebih mudahnya, kita sebut saja gengnya Agus adalah geng Agus)
“Sesuai janjimu, ayo kita tolong”, ajak Bunga sambil menarik tanganku.
“Kenapa tidak kita panggil aja Agus dan gengnya?”, tanyaku sambil melepaskan tanganku namun tetap berjalan mengikuti Bunga.
“Kasihan yang sedang diganggu kalau tidak segera ditolong. Biar mereka saja yang manggil”, kata Bunga sambil mendekati dan menyuruh murid-murid yang tadi berlari masuk untuk memberi tahu Agus dan teman-temannya yang ada di atas gedung serta memberi tahu mereka cara naik ke atas gedung.
Setelah itu kami segera berlari keluar dari halaman sekolah. Di jalan depan sekolah terlihat banyak orang yang bukan murid-murid SMA kami terlihat sedang mengepung beberapa murid SMA kami. Ada yang sedang dipegangi leher bajunya seperti sedang ditanyai. Ada juga yang sedang dipukuli. Ada juga yang dipalak (dimintai uang) yang akhirnya dilepaskan setelah memberi uang ke mereka.
“Hei, lepaskan mereka”, teriak Bunga. Mereka menoleh ke arah kami.
“Nah, kalian mungkin tahu dimana geng Agus?”, kata salah seorang dari mereka sambil mendekati kami bersama beberapa orang yang lain dan mengepung kami berdua. Aris yang tadi terlambat mengikuti kami, kuberi isyarat untuk menjauh. Dia pun berhenti dan melihat dari agak jauh.
Ketika salah satu dari mereka akan memegang leher baju Bunga, Bunga segera menangkisnya dilanjutkan dengan menyerangnya. Akhirnya teman-teman mereka yang lain menyerang kami secara bersamaan, mengeroyok dari segala arah.
Bunga dengan kemampuan menghindarnya dapat dengan mudah menghindari serangan dari beberapa arah dan menyerang balik. Aku juga bisa menghindari beberapa serangan ke arahku sambil merapat ke Bunga untuk berdiri bertolak belakang dengan Bunga pungung dengan punggung. Akhirnya kami bertarung bersama menghadapi banyak orang yang mengelilingi kami. Aku melawan mereka yang ada di depanku serta yang ada di samping kiri dan kanan, berusaha menyisakan sesedikit mungkin orang yang menyerang Bunga.
Sempat terlihat olehku, lawan yang terkena serangan Bunga tampak kesakitan. Aku jadi berpikir apakah ketika melawanku dan mengenai dadaku dulu Bunga menahan tenaganya? Ataukah sekarang Bunga memakai jurus yang lain? Karena aku tidak bisa melihat dan memperhatikan secara jelas jurus yang dipakai Bunga sehingga aku tidak bisa memastikan. Aku disibukkan dengan pertarunganku sendiri.
Ayah telah mengajariku prinsip (teori dasar) dalam melawan banyak orang. Secara umum, melawan banyak orang adalah bagaikan melawan 1 orang secara bergantian. Untuk bisa melakukan seperti itu, perlu memposisikan diri agar lawan bisa dihadapi secara bergantian. Sebisa mungkin posisikan diri agar lawan berada di depan, sehingga memudahkan dalam menyerang maupun bertahan. Pergunakan keadaan sekitar yang bisa membuat lawan hanya berada di depan, misalnya pergunakan benda-benda disekitar kita untuk menghalangi serangan dari samping atau memilih tempat di lorong. Namun hal tersebut juga merugikan kita karena menghambat kita dalam bergerak maupun melarikan diri. Apabila tidak bisa memposisikan diri agar seluruh lawan berada di depan kita, maka posisikan diri agar tidak ada lawan yang dibelakang kita. Misalnya dengan menjadikan tembok atau penghalang lain di belakang kita. Namun hal ini juga menghambat kita untuk bergerak ke belakang. Jika tidak memakai penghalang di belakang kita, maka usahakan jangan sampai terkepung atau jangan sampai ada lawan yang bergerak ke belakang kita, dengan menyerang lawan-lawan yang akan bergerak ke belakang kita, atau mengubah posisi kita menghadap agar lawan tidak ada yang di belakang kita.
Selain memposisikan diri, agar bisa melawan secara bergantian, maka fokus serangan kita adalah ke salah satu lawan. Pemilihan fokus lawan bisa karena yang berada di depan kita, bisa karena yang terdekat, bisa karena yang menyerang kita terlebih dahulu atau karena hal lain. Walaupun fokus menyerang ke salah satu lawan, kita tetap harus memperhatikan serangan dari lawan yang lain agar jangan sampai terkena serangan dari lawan yang lain tersebut. Setelah selesai menyerang 1 lawan, sampai lawan tersebut terhenti serangannya ke kita, langsung segera dilanjutkan menyerang lawan yang lain. Sehingga perlu memperhatikan lawan lainnya, selain agar bisa menghindari serangan mereka, juga agar bisa dengan segera menentukan serangan selanjutnya kemana. Karena fokus melawan ke salah satu lawan, maka jurus yang dipakai tidak berbeda dengan jurus yang biasa dipakai, yaitu jurus untuk pertarungan 1 lawan 1. Sebenarnya ayah juga telah mengajariku beberapa jurus pendek untuk melawan beberapa orang sekaligus, yaitu jurus untuk menghindar dan menangkis serangan dari beberapa arah dan jurus untuk menyerang ke beberapa arah sekaligus. Namun jurus seperti itu tidak terlalu hebat. Dalam pertarungan kali ini aku berhasil mempraktekkan jurus-jurus tersebut.
Karena tujuannya mengalahkan mereka dengan cepat maka aku memakai jurus agak berbahaya, sehingga hanya dengan satu atau dua serangan yang kena, lawan sudah kesakitan yang menyebabkan serangan mereka terhenti. Yang terkena serangan Bunga sepertinya juga kesakitan dan menghentikan serangannya. Dalam waktu singkat orang-orang yang mengeroyok kami sudah pada berhenti karena kesakitan. Posisiku menghadap ke arah teman-teman mereka sedangkan Bunga menghadap arah kami datang tadi, sehingga ketika teman-teman mereka datang membantu, yang mereka hadapi adalah aku dulu. Tanpa harus menoleh dan berbicara kepada Bunga, aku yakin Bunga akan melindungi bagian belakangku dari mereka yang tadi sudah dikalahkan jika mereka menyerang lagi. Sehingga aku bisa fokus kepada teman-teman mereka yang datang dari depan.
Karena lawan datang dari arah depan semua, maka kukira akan lebih mudah mengalahkan mereka. Namun ternyata yang datang menyerang bisa silat, tidak seperti teman-teman mereka sebelumnya yang telah kami kalahkan. Ini terlihat dari gerakan serangannya, dan juga dari seranganku yang bisa dihindari atau ditangkis. Sehingga untuk sesaat aku jadi harus bertahan berusaha menghindari dan menangkis serangan mereka. Kemudian aku segera mengubah jurusku dengan yang lebih sulit dan akhirnya bisa kembali menyerang dan mengenai lawanku. Namun sebagai orang yang bisa silat, lawanku tersebut tidak langsung terhenti serangannya hanya karena terkena satu seranganku.
Karena setiap lawan tidak mudah dikalahkan hanya dengan satu atau dua serangan, maka cara yang kupakai melawan serangan dari beberapa orang tersebut jadi agak berbeda dengan yang tadi. Kalau sebelumnya aku melawan orang secara bergantian dengan mengalahkan lawan 1 per 1, sekarang aku melawan orang secara bergantian dari lawan yang lebih dekat atau lawan yang sedang menyerangku. Sehingga terlihat aku seperti kewalahan karena hanya bertahan dari serangan lawan-lawanku secara bergantian.
“Mundur”, teriak salah seorang dari mereka yang sepertinya pemimpinnya.
Ternyata dari belakangku datang Agus dan teman-temannya. Orang-orang yang mengeroyokku segera lari menjauh dariku. Aku tidak berusaha mengejar mereka karena memang tujuanku dari awal hanya untuk menyelamatkan murid-murid yang diganggu bukan untuk melawan mereka.
“Jangan lari kalian”, teriak Agus ke mereka. Tapi Agus dan teman-temannya tidak mengejar mereka karena sudah jauh.
“Apa yang telah kalian lakukan sehingga SMA kita diserang geng lain?”, tanya Bunga ke Agus.
“Apa urusanmu?”, jawab Agus secara sinis (ketus).
“Mereka menyerang murid-murid yang tidak ada kaitannya denganmu”, kata Bunga. “Kalau mau tawuran (perkelahian antar geng), jangan bawa-bawa nama sekolah dong”, lanjut Bunga menasehati. “Apa mau kulaporkan ke pihak sekolah?”, tanya Bunga mengancam.
Agus dan teman-temannya hanya diam tidak mau menjawab.
“Ayo kita pergi”, kata Agus mengajak teman-temannya pergi tanpa menghiraukan kami.
Suasana kembali sepi. Murid-murid yang tadi diganggu sudah pada pulang. Ada beberapa yang mengucapkan terima kasih ke kami.
“Wah, ternyata kalian jago silat”, kata Aris yang dari tadi hanya menonton, memuji kami.
“Jangan bilang siapa-siapa ya. Kami tidak ingin ada masalah dengan pihak sekolah”, kataku ke Aris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar