Selasa, 07 Januari 2020

#49 Mengamati murid-murid kelas 1



Semenjak menceritakan kasusnya, Bunga jadi lebih terbuka denganku. Sehingga obrolan kami jadi lebih beragam (banyak hal). Agar lebih banyak yang bisa diobrolkan dengan Bunga dan agar bisa nyambung obrolannya, aku mulai memperhatikan hal-hal yang sedang terjadi/ sedang tren saat ini (happening/trending) dengan menonton televisi dan mendengarkan radio.
“Tumben kamu jadi sering nonton TV?”, tanya ibu sambil tersenyum.
“Iya bu”, jawabku pendek.
“Radio yang disitu dimana?’, tanya ayah suatu hari.
“Di kamarku Yah”, jawabku pendek.
“Sekarang Arya jadi sering nonton TV dan mendengarkan radio Yah”, kata ibu pada ayah sambil tersenyum melirikku.

“Gak apa-apa, asal tidak mengganggu belajarmu dan latihanmu”, kata ayah padaku.
“Iya Yah”, jawabku pendek.
Hari-hari berikutnya aku dan Bunga kembali melihat-lihat latihan klub-klub olahraga maupun mengamati cara jalan murid-murid yang lewat. Setelah beberapa kali mengamati, sepertinya tidak ada kelas 1 yang bisa silat, apalagi berlatih keseimbangan tubuh.
“Tahun lalu, kelas 3 ada yang bisa silat. Salah satunya pemimpin geng. Kelas 2 ada kamu, Agus dan beberapa temannya. Kelas 1 ada aku. Tahun ini kenapa tidak ada kelas 1 yang terlihat bisa silat ya?”, tanyaku ke Bunga. “Apakah semakin lama semakin sedikit orang yang tertarik untuk berlatih silat?”, lanjutku.
“Kamu dan aku perkecualian”, kata Bunga. “Jarang ada murid yang sudah berlatih silat sejak sebelum SMA”, lanjut Bunga. “Jadi wajar kalau kita tidak menemukan murid kelas 1 yang terlihat bisa silat”, lanjut Bunga. “Orang masih belajar silat kok. Makanya ekskul silat walau bayar masih banyak yang ikut”, kata Bunga membantah kesimpulanku. “Namun sepertinya ekskul silat hanya ada mulai tingkat SMA, iya kan?” tanya Bunga ke aku untuk memastikan (mengkonfirmasi) dugaannya. Aku pun mengangguk mengingat di SMP-ku juga tidak ada ekskul silat.
“Agus dan teman-temannya sepertinya berlatih silat sejak SMA, makanya jurusnya belum begitu hebat”, kata Bunga menebak. “Kalau pemimpin geng mungkin sudah belajar silat di perguruan silat sejak sebelum SMA”, lanjut Bunga.
“Apa maksudmu kita perkecualian? Karena kita belajar silat sejak kecil dari orang tua kita?”, tanyaku ke Bunga.
“Sudah jelas, kan?”, jawab Bunga membenarkanku (mengkonfirmasi).
“Kita tidak menemukan yang kelihatannya bisa silat bukan berarti tidak ada yang berlatih silat. Mungkin saja ada, tapi karena tidak ikut klub olahraga jadi kita tidak menemukannya”, kata Bunga. “Kalaupun tidak ada, akan ada yang belajar silat setelah di SMA”, lanjut Bunga. “Kamu mengamati gak, ada berapa murid kelas 2 yang bisa silat?”, tanya Bunga.
“Aku fokus mengamati murid-murid kelas 1”, jawabku.
“Aku juga fokus ke murid kelas 1, namun kemudian terlihat ada kelas 2 yang sepertinya belajar silat. Padahal tahun lalu seingatku tidak ada murid kelas 1 yang bisa silat selain kamu”, kata Bunga. “Jangan-jangan kamu fokus ke murid kelas 1 yang cewek-cewek ya?”, tanya Bunga menggodaku.
“Kan yang kita tonton klub olahraga cowok yang anggotanya cowok semua?”, jawabku.
“Kali aja kamu fokus ke penonton yang cewek. Agus menemukan Mawar sepertinya juga dari penonton klub basket”, kata Bunga yang masih berusaha menggodaku. Aku diam saja tidak menanggapinya lagi.
“Aku jadi ingat, katamu kamu menghajar murid cowok sampai dia menyerah. Kemudian kemarin pas kita dikeroyok, lawanmu kesakitan sampai berhenti melawan. Berarti ketika kamu memukul dadaku dulu, kamu menahan pukulanmu dan mengurangi tenagamu?”, tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja. Aku kan cuma mengetesmu”, jawab Bunga.
“Berarti kamu belum sungguh-sungguh melawanku? Padahal kamu membuatku melawan dengan serius”, tanyaku lagi. “Jangan-jangan jika kamu serius, aku belum tentu bisa mengalahkanmu. Ayo kita tanding ulang”, ajakku ke Bunga.
“Apa kamu tidak bosan berlatih silat terus? Di rumah kan kamu sudah berlatih silat terus, di luar rumah kita pakai saja untuk melakukan hal-hal lain yang menarik”, kata Bunga.
“Kita sudah mencoba semua klub, juga sudah mencoba mencari murid yang bisa silat atau keseimbangan tubuh. Apa lagi yang menarik?”, tanyaku.
“Besok sepulang sekolah, kita cari hal-hal menarik di seputar kota”, jawab Bunga sambil beranjak dari bangku mau pulang. Kami pun pulang dan berpisah seperti biasa.

(bersambung ke #50)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar