Rabu, 11 Desember 2019

#47 Kasus Bunga



Suatu hari ketika jam istirahat, aku ke kantin untuk membeli minuman. Di kantin aku melihat Agus dan Mawar sedang makan berdua semeja. Aku pun mendekati mereka mau menanyakan tentang Bunga.
“Jangan ganggu kami”, kata Mawar kepadaku ketika aku mendekati mereka.
“Aku hanya mau tanya ke Agus tentang Bunga”, jawabku ke Mawar. “Kenapa kamu takut dengan Bunga?”, tanyaku ke Agus.
“Aku gak takut, aku hanya malas berurusan dengan dia”, jawab Agus.
“Memangnya kenapa?”, tanyaku lagi.
“Kamu sungguh ingin tahu? Jangan menyesal ya. Kamu sendiri yang memintaku menceritakannya”, jawab Agus memperingatkanku.

“Ceritakan saja”, kataku ke Agus.
“Dulu waktu kelas 1, Bunga suka dan dekat dengan seorang murid cowok, seperti denganmu saat ini. Tapi kemudian Bunga memergoki (menemukan) cowok tersebut sedang berduaan dengan seorang murid cewek. Karena cemburu, Bunga lalu menghajar murid cowok tersebut. Akhirnya orang tua mereka dipanggil ke sekolah. Ternyata ayahnya Bunga adalah seorang polisi sehingga Bunga tidak jadi dihukum. Justru murid cowok dan murid cewek tersebut yang pindah dari sekolah kita ke sekolah lain”, kata Agus.
“Makanya Agus tidak mau melawanmu karena kamu dilindungi Bunga”, kata Mawar ikut-ikutan bicara.
“Aku tidak percaya”, kataku ke Agus karena merasa ada yang kurang lengkap dari cerita Agus. Apalagi perkataan Mawar bahwa Agus tidak mau melawanku membuatku curiga jangan-jangan Agus berbohong pada Mawar tentang hasil duelku dulu. Tapi aku sedang tidak ingin mambahas itu, jadi aku diam saja.
“Tanya saja ke murid kelas 3 yang lain”, kata Agus sambil tersenyum sinis.
Aku pun pergi meninggalkan mereka. Aku teringat ada kakak kelas di klub sepak bola yang kenal dengan Bunga. Di kelas aku bertanya ke Aris apakah nanti ada latihan klub sepak bola.
“Nanti ada latihan?”, tanyaku ke Aris.
“Ada. Kamu mau ikut? Nanti akan ada anggota baru hasil dari kita menyebarkan pamflet kemarin”, jawab Aris. “Atau kamu mau jadi anggota tetap klub sepak bola?”, tanya Aris seperti berharap.
“Bukan, aku hanya ingin bertanya ke kakak kelas”, jawabku.
Sepulang sekolah aku ikut Aris menunggu anggota klub sepak bola berkumpul. Setelah berkumpul kami jalan bersama menuju ke lapangan sepak bola. Ada beberapa murid kelas 1 yang baru ikut bergabung. Aku mendekati kakak kelas yang dulu sepertinya kenal Bunga.
“Kak, kenal Bunga kan? Tahu kasus Bunga ketika masih kelas 1? Cerita sesungguhnya bagaimana sih kak?”, tanyaku agak pelan agar tidak terdengar yang lain.
“Aku juga tidak tahu secara pasti. Kejadiannya sepulang sekolah dan tidak ada yang lihat. Hari berikutnya terlihat wajah murid cowok yang lebam seperti habis dipukuli, dipanggil ke ruang kepala sekolah dengan Bunga. Sedangkan murid cewek yang satunya tidak masuk sekolah. Orang tua mereka juga datang. Ayahnya Bunga datang dengan memakai seragam polisi. Setelah itu murid cowok dan murid cewek tersebut tidak pernah masuk sekolah dan katanya sudah pindah sekolah”, kata kakak kelas tersebut. “Kemudian beredar isu bahwa Bunga menghajar kakak kelas tersebut karena cemburu, namun karena ayahnya seorang polisi, Bunga dinyatakan tidak bersalah. Sedangkan kedua murid lain dinyatakan bersalah sehingga dikeluarkan dari sekolah”, lanjut kakak kelas tersebut. “Karena isu tersebut murid-murid lain takut bermasalah dengan Bunga, terutama murid-murid cowok, takut berteman dengan Bunga”, lanjut dia.
“Tapi kamu sepertinya tidak takut dengan Bunga? Kamu mengijinkan kami ikut kegiatan klub sepak bola”, tanyaku padanya.
“Aku tidak percaya isu tersebut. Setahuku Bunga orang yang baik. Tidak mungkin Bunga menghajar murid cowok tersebut hanya karena cemburu. Jadi jika aku tidak bersalah dengan dia kenapa harus takut”, jawab dia. “Lagipula Bunga sekarang terlihat kembali ceria seperti dulu sebelum kasus tersebut”, lanjut dia. “Mungkin itu karena kamu, jadi jangan sampai kamu membuat dia murung (tidak ceria) lagi”, lanjut dia menasehati.
Aku hanya diam. Aku tidak berani berjanji. Aku mencoba mengingat-ingat apakah para anggota klub yang mengijinkan kami mencoba kegiatan klub mereka itu karena takut dengan Bunga atau karena bersikap sebagai teman seperti kakak kelas ini. Dan sepertinya ada yang karena takut dan ada yang bersikap sebagai teman.
“Jika kamu belum yakin, kenapa tidak bertanya langsung ke Bunga?”, saran kakak kelas tersebut setelah melihatku terdiam. “Jika yang bertanya kamu, mungkin dia mau menjawab”, lanjut dia.
“Aku tidak yakin. Aku sudah beberapa kali mencoba bertanya tentang dia, namun dia selalu menghindar”, jawabku. “Terima kasih ceritanya ya”, kataku sambil pergi meninggalkan mereka untuk pulang.
“Gak jadi ikut latihan?”, tanya Aris yang cuma kujawab dengan senyum dan lambaian tangan.
Di rumah aku menceritakan ke ibu, cerita tentang Bunga yang kudengar dari Agus maupun dari kakak kelas klub sepak bola. Aku meminta pendapat ibu tentang bagaimana menanyakannya ke Bunga.
“Ceritakan saja ke Bunga bahwa kamu mendengar isu tersebut dan tanya ke Bunga yang sebenarnya terjadi bagaimana”, kata ibu. “Tapi tanyanya cari waktu yang tepat, disaat sedang berdua saja dalam keadaan santai tidak sedang melakukan sesuatu dan jangan memaksa Bunga jika dia tidak mau menceritakan”, lanjut ibu.

(bersambung ke #48)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar