Senin, tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian (penyadur: tanggal sengaja kami hilangkan).
Aku masih ingat tanggal pertama kali
aku masuk sekolah menengah atas (SMA).
Pagi hari itu di SMA 1 kota A (penyadur: nama SMA dan nama kota sengaja
kami samarkan), sudah banyak berkerumun murid-murid baru di depan papan
pengumuman pembagian kelas. Aku juga belum tahu aku masuk ke kelas mana, tetapi
melihat kerumunan itu aku urungkan niatku untuk melihat pengumuman pembagian
kelas tersebut. Aku akan melihatnya nanti setelah tidak terlalu ramai.
Bel berbunyi. Semua murid dan guru
berbondong-bondong menuju halaman depan sekolah untuk melakukan upacara. Murid-murid
kelas 2 dan kelas 3 terlihat sudah tahu bagaimana membentuk barisan berdasarkan
kelas masing-masing. Sedangkan murid-murid kelas 1 atau murid-murid baru
termasuk aku, harus diarahkan oleh beberapa guru untuk membentuk barisan.
Berhubung belum semua murid kelas 1 mengetahui pembagian kelas, maka guru
mengarahkan agar yang penting terbentuk barisan yang rapi, tidak harus
berdasarkan kelas masing-masing.
Selesai upacara murid-murid menuju
kelas masing-masing. Masih ada murid-murid baru yang melihat papan pengumuman
pembagian kelas, termasuk aku. Ternyata kelasku adalah kelas 1C. Setelah itu
aku masih harus mencari dimana letak ruangan kelas 1C, sehingga ketika aku
masuk ke kelasku tempat duduk sudah hampir penuh. Setiap 1 meja dipakai untuk 2
murid. Ketika aku sedang memandangi isi kelas mencari tempat duduk yang kosong,
ada murid yang melambai ke arahku menunjukkan bahwa tempat duduk disampingnya
masih kosong. Aku pun menuju kesana dan duduk di meja tersebut bersama dia.
“Kamu dari SMP 1 kan?”, tanyanya
padaku.
“Iya”, jawabku.
“Namaku Andi, siapa namamu?”, tanyanya
lagi.
“Arya”, jawabku singkat.
(penyadur:
nama orang disamarkan, nama yang tertera disini dan selanjutnya bukan nama
sebenarnya).
Sepertinya Andi adalah tipe orang yang
senang bergaul. Aku sudah agak lupa detil apa saja yang dia bicarakan waktu
itu, yang jelas dia menjelaskan bahwa di kelas tersebut hanya kami berdua yang
dari SMP 1. Lalu dia mengajak ngobrol (berbincang-bincang) tentang masa di SMP dan
membahas kenapa kami tidak saling kenal ketika waktu SMP, sampai akhirnya kami
berhenti ngobrol (berbincang-bincang) ketika guru sudah masuk ke kelas.
Memang ketika SMP aku kurang bergaul
dengan teman-teman lainnya. Aku memang pendiam. Pada jam istirahat aku jarang
ngobrol (berbincang-bincang) dengan teman-teman sekelasku dan sepulang sekolah
aku langsung pulang menuju rumah tidak bermain dulu dengan teman-temanku. Jadi
wajar jika Andi tidak mengenal namaku dan aku tidak mengenal nama Andi. Karena
walaupun kami satu SMP, kami dulu berbeda kelas. Tapi secara wajah mungkin kami
sudah sering melihat sehingga tahu bahwa kami sama-sama dari SMP 1.
Kehidupan di SMA ini sepertinya juga
akan seperti itu. Aku pendiam, tidak pernah mengajak ngobrol
(berbincang-bincang) lebih dulu. Hanya menjawab jika ditanya atau diajak
ngobrol (berbincang-bincang) terlebih dulu. Itupun jawabanku hanya
pendek-pendek, seperlunya saja. Sehingga walaupun tempat duduk tidak
ditentukan, secara alami tempat dudukku selalu sebangku dengan Andi karena
hanya dia yang biasanya mengajak ngobrol aku. Tetapi keadaan seperti itu akan
segera berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar