Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu datang. Hari itu hari
pertama masuk sekolah setelah libur semester ganjil. Sepulang sekolah aku naik
ke atas gedung. Aku mengira Bunga juga akan naik ke atas gedung. Namun setelah
kutunggu beberapa lama, Bunga tidak datang ke atas gedung. Aku turun dari atas
gedung dan melihat sekeliling sekolah sudah sepi, akhirnya aku pulang. Sesampainya
di rumah, aku langsung menelepon ke rumah Bunga, namun tidak ada yang
mengangkat.
“Ada apa Ya? Kamu tidak ketemu Bunga ya?”, tanya ibu yang
sepertinya paham dengan apa yang kualami.
“Iya Bu”, jawabku pendek dengan nada lesu.
“Jangan bersedih. Ibu yakin tidak terjadi apa-apa. Pasti ada alasannya kenapa Bunga tidak menemuimu”, kata ibu sambil duduk di sampingku mencoba menenangkan dan menyemangatiku.
“Iya Bu”, jawabku pendek, kemudian aku hanya diam merenung.
Ibu juga diam namun masih duduk disampingku seakan menunggu aku berbicara
terlebih dulu.
“Apa yang terjadi denganku Bu? Kenapa aku merasa sedih hanya
karena tidak bisa bertemu Bunga? Apa yang harus aku lakukan?”, tanyaku pelan pada
ibu meminta penjelasan akan perasaanku ini.
“Selama liburan kamu sudah menahan rasa kangen pada Bunga dan
berharap hari ini bisa bertemu namun ternyata tidak bisa, jadi wajar kalau kamu
merasa sedih dan kecewa”, jawab ibu menjelaskan. “Sepertinya kamu memang sedang
jatuh cinta. Seperti kata ayah kemarin bahwa orang jatuh cinta biasanya mudah
terbawa perasaan”, lanjut ibu.
“Bukankah orang jatuh cinta harusnya bergembira Bu? Aku tidak
ingin merasa sedih terus menerus. Aku tidak ingin mudah terbawa perasaan. Aku
ingin bisa mengontrol perasaanku”, tanyaku pelan meminta penjelasan ibu lebih
lanjut.
“Orang akan merasa sedih dan kecewa ketika tidak bisa
mendapatkan sesuatu sesuai harapan. Semakin besar harapan, maka akan semakin
besar pula rasa sedih dan kecewa apabila kenyataannya tidak sesuai harapan.
Jadi agar tidak mudah merasa sedih dan kecewa, kita harus bisa mengatur (me-manage) harapan kita”, kata ibu memulai penjelasannya.
“Contoh mengatur harapan adalah sebagai berikut. Misal
tingkat kelucuan diukur dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah
dari angka 0 yaitu tidak ada lucunya sama sekali, sampai dengan 10 yang paling
lucu. Ketika kita menonton acara lawak, kita berharap tingkat kelucuannya
adalah 7 atau lebih, maka ketika tingkat kelucuan acara lawak tersebut hanya 6,
kita merasa acara lawak tersebut tidak lucu sehingga kita tidak tertawa.
Berbeda dengan ketika kita mengobrol biasa dengan teman kita, kita berharap tingkat
kelucuannya adalah 2 atau kurang. Maka ketika ada teman kita yang berkata lucu
dengan tingkat kelucuan 4, kita tertawa karena merasa sangat lucu. Padahal jika
dibandingkan, acara lawak yang tingkat lucunya 6 tadi lebih lucu dari perkataan
teman kita yang tingkat lucunya hanya 4”, kata ibu menjelaskan dengan
memberikan contoh. “Jika harapan saat menonton acara lawak tersebut tidak
terlalu tinggi, misal kita berharap tingkat kelucuan adalah 4, maka kita bisa
tertawa menikmati acara lawak tersebut”, lanjut ibu dengan memberi contoh.
“Mengatur harapan bukan berarti kita tidak boleh berharap.
Mengatur harapan adalah memperhitungkan
segala kemungkinan yang mungkin timbul berdasarkan pengetahuan kita
sehingga kita tidak terlalu kecewa ketika hasilnya tidak sesuai harapan karena
sudah kita perkirakan sebelumnya”, lanjut ibu. “Contoh mudahnya adalah ketika
kamu mengerjakan soal ujian, kamu sudah bisa perkirakan berapa soal yang kamu
tidak yakin jawabannya. Walaupun kamu tetap berharap agar nilai ujianmu bagus,
namun kamu tidak kaget dan tidak terlalu kecewa maupun sedih jika ternyata
nilai ujianmu tidak sebagus yang kamu harapkan. Karena sudah kamu perkirakan
sebelumnya berdasarkan hasil jawabanmu saat mengerjakan soal ujian tersebut”,
lanjut ibu memberi contoh.
“Untuk kasusmu dengan Bunga ini tadi, seharusnya kamu tidak
terlalu kecewa jika kamu sudah memperhitungkan kemungkinan Bunga tidak bisa
bertemu denganmu sepulang sekolah. Mungkin karena belum pulang dari liburan,
atau mungkin dia buru-buru pulang karena ada keperluan, atau kemungkinan
lainnya”, lanjut ibu.
Aku hanya diam, mencoba memahami penjelasan ibu. Aku jadi
teringat dulu aku juga pernah kesulitan menemui Bunga sepulang sekolah.
Seharusnya aku memperhitungkan hal tersebut sehingga aku tidak terlalu bersedih
seperti sekarang.
“Selain dengan memperhitungkan kemungkinan, untuk bisa
mengatur harapan, maka jangan mudah
berprasangka. Orang mudah terbawa perasaan biasanya karena prasangka”, kata
ibu. “Walaupun sepertinya mirip, memperhitungkan kemungkinan berbeda dengan
berprasangka. Memperhitungkan kemungkinan adalah bersiap akan apa yang mungkin
terjadi, sedangkan berprasangka adalah mengira-ngira dengan perasaan apa yang
terjadi maupun yang akan terjadi”, lanjut ibu. “Termasuk berprasangka adalah
menyalahartikan sikap orang lain terhadap kita”, lanjut ibu. “Berprasangka
bagus hanya akan membuat kecewa ketika kenyataannya tidak sebagus prasangkanya.
Sedangkan berprasangka buruk hanya akan membuat sedih karena memikirkan sesuatu
yang belum tentu terjadi”, lanjut ibu.
Aku jadi teringat tentang Mawar. Sepertinya dia sering salah
sangka terhadap sikapku. Terutama ketika aku mengajaknya menonton sirkus. Dia
menyangka bahwa aku mengajaknya kencan. Aku jadi berpikir, jangan-jangan aku
jatuh cinta ke Bunga karena aku salah sangka atas sikap Bunga selama ini,
sebagaimana Mawar salah sangka terhadap sikapku.
“Lalu apa yang harus aku lakukan Bu, untuk mengatasi gejolak
perasaanku karena jatuh cinta ini?”, tanyaku langsung ke inti permasalahan (to the point).
“Seperti kata ayah, jatuh cinta biasanya mudah terbawa
perasaan, sehingga perasaan seakan bergejolak. Penyebabnya adalah karena
perasaan belum tenang karena belum ada kepastian”, jawab ibu memulai
penjelasannya.
“Untuk menenangkan perasaan, yang pertama, kamu pahami dulu
perasaanmu terhadap Bunga. Apa yang membuatmu jatuh cinta padanya. Apakah
penampilan fisiknya, tingkah lakunya, sifatnya, perhatiannya atau apa. Kamu
pastikan apakah Bunga memang seperti itu, karena belum tentu yang nampak dari
Bunga selama ini adalah Bunga yang sesungguhnya. Bisa jadi ketika kamu
menyadari bahwa Bunga tidak seperti yang kamu kira, kamu tidak jadi jatuh cinta
padanya”, lanjut ibu panjang.
“Yang kedua, kamu pahami juga apa yang kamu harapkan dari
dia. Apakah yang kamu harapkan tersebut sudah kamu dapatkan dari Bunga selama
ini. Biasanya ketika jatuh cinta pada lawan jenis, yang diharapkan adalah bahwa
orang yang dicintai juga mencintainya. Makanya Mawar sangat kecewa ketika tahu
bahwa kamu hanya menganggapnya sebagai teman. Kepastian atas perasaan dari
orang yang dicintai inilah yang membuat perasaan tenang”, lanjut ibu mengakhiri
penjelasannya.
“Baik Bu”, jawabku singkat sambil berusaha memahami
penjelasan ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar