Rabu, 14 Desember 2022

#61 Mengatur harapan

 (sebelumnya #60)

 

Akhirnya hari yang kutunggu-tunggu datang. Hari itu hari pertama masuk sekolah setelah libur semester ganjil. Sepulang sekolah aku naik ke atas gedung. Aku mengira Bunga juga akan naik ke atas gedung. Namun setelah kutunggu beberapa lama, Bunga tidak datang ke atas gedung. Aku turun dari atas gedung dan melihat sekeliling sekolah sudah sepi, akhirnya aku pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung menelepon ke rumah Bunga, namun tidak ada yang mengangkat.

“Ada apa Ya? Kamu tidak ketemu Bunga ya?”, tanya ibu yang sepertinya paham dengan apa yang kualami.

“Iya Bu”, jawabku pendek dengan nada lesu.

“Jangan bersedih. Ibu yakin tidak terjadi apa-apa. Pasti ada alasannya kenapa Bunga tidak menemuimu”, kata ibu sambil duduk di sampingku mencoba menenangkan dan menyemangatiku.

“Iya Bu”, jawabku pendek, kemudian aku hanya diam merenung. Ibu juga diam namun masih duduk disampingku seakan menunggu aku berbicara terlebih dulu.

“Apa yang terjadi denganku Bu? Kenapa aku merasa sedih hanya karena tidak bisa bertemu Bunga? Apa yang harus aku lakukan?”, tanyaku pelan pada ibu meminta penjelasan akan perasaanku ini.

“Selama liburan kamu sudah menahan rasa kangen pada Bunga dan berharap hari ini bisa bertemu namun ternyata tidak bisa, jadi wajar kalau kamu merasa sedih dan kecewa”, jawab ibu menjelaskan. “Sepertinya kamu memang sedang jatuh cinta. Seperti kata ayah kemarin bahwa orang jatuh cinta biasanya mudah terbawa perasaan”, lanjut ibu.

“Bukankah orang jatuh cinta harusnya bergembira Bu? Aku tidak ingin merasa sedih terus menerus. Aku tidak ingin mudah terbawa perasaan. Aku ingin bisa mengontrol perasaanku”, tanyaku pelan meminta penjelasan ibu lebih lanjut.

“Orang akan merasa sedih dan kecewa ketika tidak bisa mendapatkan sesuatu sesuai harapan. Semakin besar harapan, maka akan semakin besar pula rasa sedih dan kecewa apabila kenyataannya tidak sesuai harapan. Jadi agar tidak mudah merasa sedih dan kecewa, kita harus bisa mengatur (me-manage) harapan kita”, kata ibu memulai penjelasannya.

“Contoh mengatur harapan adalah sebagai berikut. Misal tingkat kelucuan diukur dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi adalah dari angka 0 yaitu tidak ada lucunya sama sekali, sampai dengan 10 yang paling lucu. Ketika kita menonton acara lawak, kita berharap tingkat kelucuannya adalah 7 atau lebih, maka ketika tingkat kelucuan acara lawak tersebut hanya 6, kita merasa acara lawak tersebut tidak lucu sehingga kita tidak tertawa. Berbeda dengan ketika kita mengobrol biasa dengan teman kita, kita berharap tingkat kelucuannya adalah 2 atau kurang. Maka ketika ada teman kita yang berkata lucu dengan tingkat kelucuan 4, kita tertawa karena merasa sangat lucu. Padahal jika dibandingkan, acara lawak yang tingkat lucunya 6 tadi lebih lucu dari perkataan teman kita yang tingkat lucunya hanya 4”, kata ibu menjelaskan dengan memberikan contoh. “Jika harapan saat menonton acara lawak tersebut tidak terlalu tinggi, misal kita berharap tingkat kelucuan adalah 4, maka kita bisa tertawa menikmati acara lawak tersebut”, lanjut ibu dengan memberi contoh.

“Mengatur harapan bukan berarti kita tidak boleh berharap. Mengatur harapan adalah memperhitungkan segala kemungkinan yang mungkin timbul berdasarkan pengetahuan kita sehingga kita tidak terlalu kecewa ketika hasilnya tidak sesuai harapan karena sudah kita perkirakan sebelumnya”, lanjut ibu. “Contoh mudahnya adalah ketika kamu mengerjakan soal ujian, kamu sudah bisa perkirakan berapa soal yang kamu tidak yakin jawabannya. Walaupun kamu tetap berharap agar nilai ujianmu bagus, namun kamu tidak kaget dan tidak terlalu kecewa maupun sedih jika ternyata nilai ujianmu tidak sebagus yang kamu harapkan. Karena sudah kamu perkirakan sebelumnya berdasarkan hasil jawabanmu saat mengerjakan soal ujian tersebut”, lanjut ibu memberi contoh.

“Untuk kasusmu dengan Bunga ini tadi, seharusnya kamu tidak terlalu kecewa jika kamu sudah memperhitungkan kemungkinan Bunga tidak bisa bertemu denganmu sepulang sekolah. Mungkin karena belum pulang dari liburan, atau mungkin dia buru-buru pulang karena ada keperluan, atau kemungkinan lainnya”, lanjut ibu.

Aku hanya diam, mencoba memahami penjelasan ibu. Aku jadi teringat dulu aku juga pernah kesulitan menemui Bunga sepulang sekolah. Seharusnya aku memperhitungkan hal tersebut sehingga aku tidak terlalu bersedih seperti sekarang.

“Selain dengan memperhitungkan kemungkinan, untuk bisa mengatur harapan, maka jangan mudah berprasangka. Orang mudah terbawa perasaan biasanya karena prasangka”, kata ibu. “Walaupun sepertinya mirip, memperhitungkan kemungkinan berbeda dengan berprasangka. Memperhitungkan kemungkinan adalah bersiap akan apa yang mungkin terjadi, sedangkan berprasangka adalah mengira-ngira dengan perasaan apa yang terjadi maupun yang akan terjadi”, lanjut ibu. “Termasuk berprasangka adalah menyalahartikan sikap orang lain terhadap kita”, lanjut ibu. “Berprasangka bagus hanya akan membuat kecewa ketika kenyataannya tidak sebagus prasangkanya. Sedangkan berprasangka buruk hanya akan membuat sedih karena memikirkan sesuatu yang belum tentu terjadi”, lanjut ibu.

Aku jadi teringat tentang Mawar. Sepertinya dia sering salah sangka terhadap sikapku. Terutama ketika aku mengajaknya menonton sirkus. Dia menyangka bahwa aku mengajaknya kencan. Aku jadi berpikir, jangan-jangan aku jatuh cinta ke Bunga karena aku salah sangka atas sikap Bunga selama ini, sebagaimana Mawar salah sangka terhadap sikapku.

“Lalu apa yang harus aku lakukan Bu, untuk mengatasi gejolak perasaanku karena jatuh cinta ini?”, tanyaku langsung ke inti permasalahan (to the point).

“Seperti kata ayah, jatuh cinta biasanya mudah terbawa perasaan, sehingga perasaan seakan bergejolak. Penyebabnya adalah karena perasaan belum tenang karena belum ada kepastian”, jawab ibu memulai penjelasannya.

“Untuk menenangkan perasaan, yang pertama, kamu pahami dulu perasaanmu terhadap Bunga. Apa yang membuatmu jatuh cinta padanya. Apakah penampilan fisiknya, tingkah lakunya, sifatnya, perhatiannya atau apa. Kamu pastikan apakah Bunga memang seperti itu, karena belum tentu yang nampak dari Bunga selama ini adalah Bunga yang sesungguhnya. Bisa jadi ketika kamu menyadari bahwa Bunga tidak seperti yang kamu kira, kamu tidak jadi jatuh cinta padanya”, lanjut ibu panjang.

“Yang kedua, kamu pahami juga apa yang kamu harapkan dari dia. Apakah yang kamu harapkan tersebut sudah kamu dapatkan dari Bunga selama ini. Biasanya ketika jatuh cinta pada lawan jenis, yang diharapkan adalah bahwa orang yang dicintai juga mencintainya. Makanya Mawar sangat kecewa ketika tahu bahwa kamu hanya menganggapnya sebagai teman. Kepastian atas perasaan dari orang yang dicintai inilah yang membuat perasaan tenang”, lanjut ibu mengakhiri penjelasannya.

“Baik Bu”, jawabku singkat sambil berusaha memahami penjelasan ibu.

 

(bersambung ke #62)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar