Rabu, 16 November 2022

#60 Mengontrol perasaan

 (sebelumnya #59)

 

Di rumah aku merenungkan apa yang terjadi denganku. Hampir setiap saat aku terkenang Bunga, sehingga aku jadi kurang fokus pada latihanku. Apakah ini yang dinamakan kangen? Kemudian aku bertanya pada ibu tentang perasaan yang kualami.

“Itu berarti kamu kangen Bunga”, jawab ibu sambil tersenyum.

“Apakah berarti aku jatuh cinta pada Bunga, Bu?”, tanyaku lebih lanjut.

“Kamu sendiri yang bisa memastikan karena hanya kamu yang paling paham dengan perasaanmu sendiri”, jawab ibu. “Dulu kan pernah ibu kasih tahu pertanyaan-pertanyaan untuk menguji perasaan, maka coba kamu renungkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut”, lanjut ibu.

Di kamar aku coba menganalisis perasaanku menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang diajarkan oleh ibu. Apakah aku merasa kangen ketika tidak bertemu Bunga? Jawabannya jelas iya, karena ini yang sedang kurasakan saat ini. Apakah aku merasa cemburu ketika Bunga bersama cowok lain? Aku belum bisa memastikan karena aku belum pernah melihat Bunga dengan cowok lain. Apakah aku merasa lebih bersemangat (excited) ketika bersama Bunga? Sepertinya jawabannya adalah iya, karena beberapa hari ini aku merasa kurang bersemangat ketika tidak bersama Bunga baik ketika liburan ke pantai maupun ketika bermain di taman kota atau di taman pinggir sungai. Apakah aku merasa penasaran ingin mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengannya? Aku belum bisa memastikan. Selama bermain bersama Bunga, memang kadang aku ingin mengetahui tentang Bunga, namun kadang aku menahan keingintahuanku karena tidak ingin mengganggu privasi Bunga. Seperti kemarin (beberapa waktu lalu) ketika Bunga bilang tidak bisa bermain bersama saat liburan, aku tidak berusaha mencari tahu kenapa.

Keesokan harinya aku kembali meminta pendapat ibu. Aku menjelaskan hasil analisisku berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajarkan ibu.

“Menurut ibu kamu memang sedang jatuh cinta pada Bunga”, jawab ibu.

“Tapi Bu, dari empat pertanyaan, hanya dua yang jawabannya iya, kenapa bisa disimpulkan begitu?”, tanyaku.

“Masalah perasaan tidak bisa dihitung-hitung begitu”, jawab ibu. “Dari dua hal itu saja sudah menunjukkan kalau kamu sedang jatuh cinta”, lanjut ibu.

“Arya sedang jatuh cinta?”, tanya ayah yang tiba-tiba datang kelihatan serius. “Dengan Bunga ya?”, tanya ayah seakan menuduh. “Ini yang dulu ayah dan ibu khawatirkan”, lanjut ayah seakan kecewa.

“Apakah aku tidak boleh jatuh cinta Yah?”, tanyaku dengan nada agak kecewa.

“Bukan”, jawab ibu buru-buru untuk menenangkanku. “Bukankah ini justru kesempatan yang bagus untuk mengajari Arya Yah?”, kata ibu mengingatkan ayah.

“Ketika kamu sering bermain dengan Bunga, ayah dan ibu sudah menduga bahwa akan timbul perasaan cinta. Makanya waktu itu ayah dan ibu menasehatimu agar hati-hati”, kata ayah mengingatkanku. “Tidak masalah jatuh cinta, namun jangan sampai membuat kita bersikap jelek/negatif (kontra produktif), misalnya jadi tidak fokus, jadi malas, dan hal jelek/negatif lainnya”, kata ayah melanjutkan nasehatnya. “Sebagai seorang pesilat kita harus bisa mengontrol (mengendalikan) emosi (perasaan) kita. Jangan sampai mengambil keputusan atau melakukan sesuatu karena terbawa perasaan (emosi)”, kata ayah. “Karena ketika kita terbawa perasaan biasanya kita tidak berpikir panjang dan jernih, sehingga keputusan yang kita ambil bisa jadi tidak tepat. Misalnya ketika sedang marah, ketika sedang sedih, atau bahkan ketika sedang gembira”, lanjut ayah. “Dan ketika orang sedang jatuh cinta, akan mudah terbawa perasaan sehingga mudah marah, sedih, gembira, dan sebagainya”, lanjut ayah menjelaskan.

Aku merenungkan penjelasan ayah dan membandingkan dengan keadaanku sekarang, dimana aku jadi kurang bersemangat dan tidak fokus dalam berlatih silat karena sedang jatuh cinta. Aku juga merasa mudah merasa kangen dengan Bunga setiap kali melakukan sesuatu, apalagi jika ada hal-hal yang mengingatkanku pada Bunga.

“Jadi bagaimana cara mengendalikan perasaan ini Yah?”, tanyaku pada ayah.

“Sebagai manusia sudah selayaknya memiliki perasaan. Mengendalikan (mengontrol) perasaan bukan berarti menghilangkan perasaan tersebut. Jadi bukan berarti kita tidak boleh sedih, marah, gembira, dan sebagainya. Jika ada yang membuat kita sedih, maka kita boleh bersedih, bahkan mungkin memang kita harus bersedih. Namun jangan sampai kesedihan itu membuat kita jadi bersikap jelek/negatif atau sikap negatif lain yang merusak, misalnya jadi malas-malasan, putus asa atau bahkan ingin bunuh diri. Jangan sampai kita berlarut-larut dalam kesedihan yang membuat kita semakin sedih misalnya dengan mendengarkan lagu-lagu, membaca novel atau menonton film yang malah menambah kesedihan”, jawab ayah panjang memulai penjelasannya. “Untuk mengendalikan perasaan kita, kita harus bisa memahami perasaan kita tersebut. Apa yang kita rasakan, apa penyebabnya, apa yang bisa kita lakukan terhadap penyebabnya, dan apa yang sebaiknya kita lakukan terhadap perasaan tersebut”, lanjut ayah.

“Sebenarnya hal tersebut sudah kamu lakukan ketika kamu dikalahkan di sirkus waktu itu. Kamu merasa sedih karena dikalahkan dan juga karena diputus pertemanan oleh Mawar. Kamu tahu penyebab kesedihanmu, yaitu kekalahan, sudah terlanjur terjadi sehingga sudah tidak bisa dihilangkan, kemudian kamu berlatih untuk membalas kekalahan tersebut. Jadi kamu mengendalikan kesedihanmu dan menjadikannya sebagai motivasi (alasan) untuk berlatih agar di lain waktu tidak kalah lagi. Sedangkan atas pemutusan pertemanan oleh Mawar, kamu memilih untuk mengabaikan (tidak mempermasalahkan atau move on) sehingga kamu tidak bersedih lagi”, lanjut ayah menjelaskan dengan memberikan contoh.

Aku jadi teringat bahwa dengan Mawar aku tidak langsung bisa mengabaikan (move on). Aku berusaha memahami perasaan Mawar dengan bertanya pada ibu. Aku juga berusaha menjelaskan ke Mawar namun tidak berhasil. Kesedihanku agak terlupakan karena aku fokus berlatih. Dan akhirnya aku sudah tidak mempermasalahkan lagi (move on) setelah aku mempunyai teman baru yaitu Bunga.

“Kalau perasaanku sekarang ini, bagaimana mengendalikannya Yah?”, tanyaku. “Aku sudah berusaha memahami perasaanku, setelah bertanya pada ibu, kesimpulannya adalah bahwa aku sedang kangen dan jatuh cinta. Penyebabnya mungkin karena lama tidak bertemu dengan Bunga. Aku sudah berusaha menelepon Bunga dan mencari ke rumahnya namun belum berhasil menemuinya. Aku jadi tidak fokus dan kurang bersemangat dalam berlatih. Apa yang harus kulakukan Yah?”, tanyaku lebih lanjut.

“Kamu sudah benar dalam berusaha memahami dan mengerti penyebab perasaanmu. Kamu juga sudah mencoba melakukan sesuatu terhadap penyebabnya tersebut. Tinggal bagaimana menyikapi perasaanmu tersebut dengan hal-hal yang positif (bermanfaat). Apakah dengan mengingat-ingat Bunga terus kamu jadi bisa bertemu dengannya? Apakah dengan tidak bersemangat akan mengobati kangenmu?”, tanya ayah agak sinis mencoba menjelaskan.

“Maksud ayah, obat dari kangen adalah bertemu. Dan kamu sudah berusaha menemui Bunga namun tidak berhasil sehingga yang dapat kamu lakukan sekarang adalah menunggu sampai bisa ketemu Bunga lagi. Jadi sebaiknya kamu gunakan waktu menunggu untuk hal-hal yang bermanfaat yang bisa sebagai bahan cerita jika nantinya sudah bertemu. Jadi jangan malah tidak bersemangat dan tidak fokus”, kata ibu menambahi penjelasan ayah.

Akhirnya aku paham maksud ayah dan ibu. Jika aku terus mengingat-ingat Bunga hanya akan menambah perasaan kangenku tanpa bisa terobati. Aku teringat hari terakhir sebelum liburan Bunga berkata bahwa selama liburan dia tidak bisa bermain denganku. Dia juga kelihatan sedih. Jangan-jangan Bunga memang pergi keluar kota selama libur semester ganjil ini. Sehingga percuma saja aku menelepon atau mencari ke rumahnya. Jadi satu-satunya cara bertemu dengan Bunga adalah ketika sudah masuk sekolah. Setelah menyadari hal tersebut, aku gunakan sisa hari liburanku untuk fokus berlatih agar tidak mudah teringat Bunga. Namun ketika aku teringat Bunga, aku pikirkan apa yang nantinya bisa aku ceritakan pada Bunga, sehingga hal tersebut kujadikan alasan (motivasi) untuk lebih giat berlatih.

 

(bersambung ke #61)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar