Jumat, 27 Januari 2023

#62 Mengungkapkan perasaan

 

(sebelumnya #61)

 

Malam itu aku terus memikirkan penjelasan ibu serta berusaha memahami perasaanku dan juga memahami apa yang aku harapkan dari Bunga. Aku juga memikirkan apa yang sebaiknya kulakukan untuk bertemu Bunga dan apa yang akan kukatakan ketika berhasil bertemu Bunga.

Hari berikutnya ketika istirahat, aku pergi ke kelasnya Bunga untuk menemui Bunga. Berdasarkan pengalaman hari sebelumnya, aku tidak mau hanya menunggu Bunga di atas gedung karena belum tentu Bunga naik ke atas gedung. Belum sampai aku masuk ke kelasnya, aku sudah terlihat oleh Bunga. Bunga memberi isyarat ke aku agar jangan masuk ke kelasnya. Dia memberi isyarat dengan tangannya menunjuk ke atas gedung. Aku mengartikan bahwa dia mau bilang ke aku bahwa nanti saja bertemu sepulang sekolah di atas gedung. Sepulang sekolah aku naik ke atas gedung dan ternyata benar Bunga sudah berada di atas gedung menungguku. 

“Kamu kangen aku ya?”, tanya Bunga menggodaku sambil tersenyum. Sudah lama aku tidak melihat Bunga, sekarang bisa melihatnya tersenyum padaku, hatiku jadi berdebar melihat senyumnya.

“Iya”, jawabku pendek sambil tersipu malu. Aku mau menanyakan kepadanya kemana saja selama liburan tapi belum sampai terucap.

“Aku liburan keluar kota sekeluarga”, kata Bunga seakan tahu pikiranku. “Kamu menelepon ke rumah ya? Atau jangan-jangan kamu juga mencari ke rumah?”, tanya Bunga menebak yang telah kulakukan.

“Iya”, jawabku pendek. Bunga tidak langsung meyahutku seakan menunggu aku berbicara lebih lanjut.

“Maaf aku gak bisa lama-lama karena aku harus segera les (cram school)”, kata Bunga setelah melihatku hanya diam. “Jadi, apa yang ingin kamu katakan?”, tanya Bunga seakan mendesakku untuk berbicara. “Jika tidak ada, aku mau segera berangkat les”, lanjut Bunga.

Awalnya aku hanya ingin bersama Bunga untuk melepaskan kangenku selama ini. Namun karena Bunga tergesa-gesa akan segera berangkat les, aku jadi bingung. Aku berpikir jika tidak kuungkapkan sekarang, maka kapan lagi akan ada kesempatan? Akhirnya aku memberanikan diri.

“A..aku cinta kamu”, kataku gugup.

“Aku tahu”, jawab Bunga pendek sambil tersenyum. Aku semakin berdebar karena bingung apa maksud jawabannya tersebut.

“Apakah berarti kamu mau menjadi pacarku?”, tanyaku.

“Bukankah selama ini kita sudah pacaran?”, jawab Bunga masih dengan tersenyum menggodaku karena melihat aku yang gugup. “Tanpa bilang cinta, kita sudah jalan bareng berdua. Sudah berapa kali kita dibilang pacaran? Atau jangan-jangan kamu ingin……”, katanya menggodaku sambil mendekat ke aku.

Aku bingung mau bilang apa lagi. Aku hanya memandangi dia. Selain waktu di kolam renang, baru kali ini aku memandangi wajahnya dengan seksama. Bunga terlihat cantik. Ucapannya sudah tidak kuperhatikan. Aku melihat bibirnya yang bergerak begitu menggoda. Jantungku semakin berdegup kencang.

Akhirnya aku rangkul pinggangnya dengan tangan kananku dan kutarik badannya ke arahku. Badannya kudekap erat dengan tangan kiriku di punggungnya. Kucium bibirnya.

Bunga yang belum selesai berbicara, kelihatan kaget, namun dia tidak menolak. Kemudian dia mencium balik. Kamipun berciuman. Matanya terpejam. Akupun memejamkan mataku. Badannya yang menempel di badanku terasa hangat. Aku juga merasakan empuknya dadanya yang menempel di dadaku. Kedua tangannya yang awalnya di dadaku kemudian merangkul leherku. Tangan kiriku mengelus rambutnya.

Waktu terasa berhenti. Untuk sesaat aku menikmati dan tidak menghiraukan keadaan di sekitarku.

Tiba-tiba Bunga menghentikan ciumannya. Tangan kirinya mendorong tangan kananku pelan dan melepaskan tangan kananku dari pinggangnya, sementara tangan kanannya mendorong dadaku pelan menjauhkan tubuhnya dari tubuhku sehingga tidak menempel lagi.

Aku membuka mataku dan kulihat wajahnya yang menunduk tersipu tidak berani menatap mataku.

“Sudah…”, katanya pelan. Akupun hanya mengangguk mengiyakan.

Kamipun turun dari atas gedung dan kemudian keluar dari halaman sekolah dengan berjalan bergandengan tangan. Bunga hanya diam. Aku juga diam. Akhirnya kami berpisah dan menuju ke arah angkutan umum masing-masing.

“Kamu sudah bertemu Bunga ya?”, tanya ibu dengan tersenyum ketika melihatku pulang. Mungkin ibu bisa menebak dari wajahku yang sedang bahagia.

“Iya Bu”, jawabku pendek.

“Bagaimana?”, tanya ibu pendek ingin tahu cerita detilnya.

“Aku sudah menyatakan cintaku dan Bunga menerimanya, Bu”, jawabku singkat sambil tersipu tanpa menceritakan bahwa aku mencium Bunga.

“Ingat penjelasan ayah dan ibu kemarin tentang mengontrol perasaan dan mengatur harapan”, pesan ibu dengan serius. “Jadian (pacaran) memang meredakan gejolak cintamu namun bukan berarti akhir dari masalah perasaan”, lanjut ibu. “Karena menjalin hubungan dengan orang lain, justru akan semakin banyak potensi permasalahan dengan perasaan. Jadi kamu harus pandai-pandai menjaga perasaanmu maupun perasaan Bunga agar jangan sampai ada yang sakit hati”, lanjut ibu mengakhiri nasehatnya.

“Iya Bu”, jawabku singkat seakan kurang memperhatikan peringatan ibu, karena aku sedang bahagia.

 

(bersambung ke #63)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar