Selasa, 25 Juni 2019

#43 Bermain sepak bola



Hari berikutnya sepulang sekolah aku kembali ke atas gedung untuk mencari Bunga. Sesampainya di atas gedung aku lihat ada beberap orang di atas gedung. Ternyata Agus dan teman-temannya.
“Ngapain kamu kesini. Disini sedang kami pakai”, kata Agus ketika melihatku, sambil menggerakkan tangannya menyuruhku pergi.

“Iya”, jawabku singkat sambil kembali turun karena Bunga tidak ada disitu, dan Bunga tidak mungkin akan kesitu dengan adanya mereka. Karena tidak bertemu Bunga akupun berencana lansung pulang tapi tiba-tiba disapa oleh Aris.
“Ya, ayo berangkat”, teriak Aris mengajakku latihan sepak bola. “Kita akan latih tanding dengan sekolah lain”, kata Aris. Karena tidak ada kegiatan dan tidak ketemu Bunga, akhirnya aku pu ikut mereka. Jumlah mereka 12 orang seperti dulu. Ditambah aku jadi 13 orang.
Di lapangan sepak bola sudah berkumpul murid-murid SMA 8. Mereka ada 15 orang. Diantara mereka sepertinya ada wajah-wajah yang pernah kulihat. Setelah kuingat-ingat ternyata mereka adalah 4 orang yang dulu menggangguku dan Mawar. Mereka melihatku. Sepertinya mereka juga ingat aku. Sepertinya klub sepak bola SMA 8 mirip dengan klub sepak bola SMA kami yang kekurangan orang dan tanpa pelatih.
Pertandingan dimulai tanpa wasit, hanya mengandalkan kejujuran dan sportivitas (fair play) serta musyawarah bersama setiap pemain (self judge).
Karena jumlah kami 13 orang maka aku dan Aris duduk dipinggir lapangan sebagai cadangan. Sambil menonton pertandingan, dia menjelaskan padaku tentang formasi yang kami pakai, tentang posisi masing-masing orang dan tugasnya. Dia menjelaskan padaku seolah mengajari orang yang tidak tahu sepak bola sama sekali.
“Sudah paham?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk.
“Orang kita kan terbatas. Cadangannya hanya aku dan kamu. Jadi jika ada yang diganti harus segera bisa menyesuaikan diri. Misalnya jika penyerang kita diganti, sedangkan aku biasanya bek (back), maka ada bek yang harus menyesuaikan diri jadi tengah dan tengah yang menyesuaikan diri jadi penyerang, atau formasi kita yang berubah dengan penyerang yang berkurang dan bek yang bertambah”, kata Aris menjelaskan.
“Kamu lebih cocok jadi apa?”, tanya Aris.
“Mungkin kiper (keeper)”, jawabku karena waktu dulu berlatih dengan Bunga aku merasa bisa jadi kiper.
“Kiper kemungkinan kecil diganti”, kata Aris. “Karena belum tahu cocokmu sebagai apa, selain kiper tentunya, maka kalau nanti kamu menggantikan, cobalah untuk mengerti tugas di posisi yang kamu gantikan tersebut”, lanjut Aris. Aku jadi paham maksud dia tadi menjelaskan secara detil. Aku jadi memperhatikan setiap posisi di tim kami dan setiap gerakannya baik ketika mendapat bola maupun tidak mendapat bola.
Babak pertama selesai tanpa gol. Ketika istirahat kami membahas yang telah kami lakukan di babak pertama dan bagaimana taktik untuk menghadapi babak kedua. Dari babak pertama kami jadi tahu pemain lawan yang harus dijaga dan daerah/posisi kami yang perlu ditingkatkan penjagaannya. Kami menentukan siapa yang akan menjaga pemain lawan tersebut. Kami juga menentukan siapa yang perlu diganti karen sudah kecapekan. Ternyata 2 orang minta diganti karena sudah capek sehingga aku harus main di babak kedua. Akhirnya disepakati posisi masing-masing dan taktik yang akan kami gunakan.
Babak kedua dimulai. Posisiku sebagai sayap kanan (right winger) karena berdasarkan diskusi tadi paling tidak berisiko terhadap taktik kami. Sebagai sayap kanan, aku akan sering berhadapan dengan bek kiri tim lawan. Ternyata bek kiri tim lawan adalah orang yang pernah menyerangku ketika dengan Mawar dulu.
“Masih ingat aku?”, tanya bek kiri tim lawan tersebut kepadaku ketika berdekatan denganku. Saat itu bola sedang jauh dari kami. Aku hanya menjawab iya dengan singkat karena aku fokus ke permainan.
Suatu saat aku mendapat operan bola. Aku mencoba menggiring bola untuk nantinya akan kuoper ke penyerang di depan. Namun tiba-tiba bek kiri tim lawan tersebut sliding (meluncur) mencoba merebut bolaku. Dengan kecepatan penglihatan dan reaksiku, aku berusaha mengamankan bola dengan sedikit mengangkatnya dan menghindari slidingnya dengan sedikit melompat. Ternyata gerakan ikutan kakinya mengarah ke kakiku. Karena posisi kedua kakiku sedang diudara karena sedang melompat, dan karena aku tidak menyangka kakinya akan menyerang kakiku, sehingga aku tidak bisa menghindar dan terkena tendangan kakinya. Kakinya sedikit menyentuh bola sehingga arah bola jadi berubah dan keluar lapangan. Aku pun jatuh.
“Pelanggaran”, teriak teman-teman timku.
“Bukan…, kan aku kena bolanya”, kata bek kiri tim lawan tersebut membela diri.
“Tidak apa-apa”, kataku berusaha agar tidak ada perselisihan sambil bangun dan mengambil bola bersiap melempar bola ke dalam lapangan. Aku sempat melihat sedikit senyum sinis di wajah bek kiri tim lawan tersebut. Aku menduga dia masih ada dendam denganku terkait kejadian dengan Mawar dulu.
Aku tidak ingin dilanggar lagi oleh bek kiri tim lawan tersebut, sehingga ketika aku mendapat bola dan dia kelihatan mendekat ke aku, aku langsung oper bola ke teman timku.
“Aku hanya ingin bermain bola”, kataku padanya ketika bola sedang jauh dari area kami. “Walaupun aku bukan anggota tim sepak bola, aku tidak ingin berkelahi”, lanjutku menegaskan sambil menatap matanya untuk menunjukkan keseriusanku. Dia hanya diam saja tidak menanggapi omonganku. Semoga dia mengerti maksudku bahwa aku bisa saja berkelahi dengan dia tanpa mempengaruhi tim sepak bola kami karena aku bukan anggota tim sepak bola, namun aku tidak mau melakukannya karena tujuanku kesini untuk bermain sepak bola sebagaimana dia juga ingin bermain sepak bola.
Akhirnya pertandingan berakhir seri tanpa gol. Aku lega bahwa tidak terjadi perselisihan antara kami dengan tim sepak bola SMA 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar