Hari berikutnya sepulang sekolah aku kembali ke atas gedung untuk mencari
Bunga. Sesampainya di atas gedung aku lihat ada beberap orang di atas gedung.
Ternyata Agus dan teman-temannya.
“Ngapain kamu kesini. Disini sedang kami pakai”, kata Agus ketika
melihatku, sambil menggerakkan tangannya menyuruhku pergi.
“Iya”, jawabku singkat sambil kembali turun karena Bunga tidak ada disitu,
dan Bunga tidak mungkin akan kesitu dengan adanya mereka. Karena tidak bertemu
Bunga akupun berencana lansung pulang tapi tiba-tiba disapa oleh Aris.
“Ya, ayo berangkat”, teriak Aris mengajakku latihan sepak bola. “Kita akan
latih tanding dengan sekolah lain”, kata Aris. Karena tidak ada kegiatan dan
tidak ketemu Bunga, akhirnya aku pu ikut mereka. Jumlah mereka 12 orang seperti
dulu. Ditambah aku jadi 13 orang.
Di lapangan sepak bola sudah berkumpul murid-murid SMA 8. Mereka ada 15
orang. Diantara mereka sepertinya ada wajah-wajah yang pernah kulihat. Setelah
kuingat-ingat ternyata mereka adalah 4 orang yang dulu menggangguku dan Mawar.
Mereka melihatku. Sepertinya mereka juga ingat aku. Sepertinya klub sepak bola
SMA 8 mirip dengan klub sepak bola SMA kami yang kekurangan orang dan tanpa
pelatih.
Pertandingan dimulai tanpa wasit, hanya mengandalkan kejujuran dan
sportivitas (fair play) serta
musyawarah bersama setiap pemain (self
judge).
Karena jumlah kami 13 orang maka aku dan Aris duduk dipinggir lapangan
sebagai cadangan. Sambil menonton pertandingan, dia menjelaskan padaku tentang
formasi yang kami pakai, tentang posisi masing-masing orang dan tugasnya. Dia
menjelaskan padaku seolah mengajari orang yang tidak tahu sepak bola sama
sekali.
“Sudah paham?”, tanyanya. Aku hanya mengangguk.
“Orang kita kan terbatas. Cadangannya hanya aku dan kamu. Jadi jika ada
yang diganti harus segera bisa menyesuaikan diri. Misalnya jika penyerang kita
diganti, sedangkan aku biasanya bek (back),
maka ada bek yang harus menyesuaikan diri jadi tengah dan tengah yang menyesuaikan
diri jadi penyerang, atau formasi kita yang berubah dengan penyerang yang
berkurang dan bek yang bertambah”, kata Aris menjelaskan.
“Kamu lebih cocok jadi apa?”, tanya Aris.
“Mungkin kiper (keeper)”,
jawabku karena waktu dulu berlatih dengan Bunga aku merasa bisa jadi kiper.
“Kiper kemungkinan kecil diganti”, kata Aris. “Karena belum tahu cocokmu
sebagai apa, selain kiper tentunya, maka kalau nanti kamu menggantikan, cobalah
untuk mengerti tugas di posisi yang kamu gantikan tersebut”, lanjut Aris. Aku
jadi paham maksud dia tadi menjelaskan secara detil. Aku jadi memperhatikan
setiap posisi di tim kami dan setiap gerakannya baik ketika mendapat bola
maupun tidak mendapat bola.
Babak pertama selesai tanpa gol. Ketika istirahat kami membahas yang telah
kami lakukan di babak pertama dan bagaimana taktik untuk menghadapi babak
kedua. Dari babak pertama kami jadi tahu pemain lawan yang harus dijaga dan
daerah/posisi kami yang perlu ditingkatkan penjagaannya. Kami menentukan siapa
yang akan menjaga pemain lawan tersebut. Kami juga menentukan siapa yang perlu
diganti karen sudah kecapekan. Ternyata 2 orang minta diganti karena sudah
capek sehingga aku harus main di babak kedua. Akhirnya disepakati posisi
masing-masing dan taktik yang akan kami gunakan.
Babak kedua dimulai. Posisiku sebagai sayap kanan (right winger) karena berdasarkan diskusi tadi paling tidak berisiko
terhadap taktik kami. Sebagai sayap kanan, aku akan sering berhadapan dengan
bek kiri tim lawan. Ternyata bek kiri tim lawan adalah orang yang pernah
menyerangku ketika dengan Mawar dulu.
“Masih ingat aku?”, tanya bek kiri tim lawan tersebut kepadaku ketika
berdekatan denganku. Saat itu bola sedang jauh dari kami. Aku hanya menjawab
iya dengan singkat karena aku fokus ke permainan.
Suatu saat aku mendapat operan bola. Aku mencoba menggiring bola untuk
nantinya akan kuoper ke penyerang di depan. Namun tiba-tiba bek kiri tim lawan tersebut
sliding (meluncur) mencoba merebut bolaku. Dengan kecepatan penglihatan dan
reaksiku, aku berusaha mengamankan bola dengan sedikit mengangkatnya dan
menghindari slidingnya dengan sedikit melompat. Ternyata gerakan ikutan kakinya
mengarah ke kakiku. Karena posisi kedua kakiku sedang diudara karena sedang
melompat, dan karena aku tidak menyangka kakinya akan menyerang kakiku, sehingga
aku tidak bisa menghindar dan terkena tendangan kakinya. Kakinya sedikit
menyentuh bola sehingga arah bola jadi berubah dan keluar lapangan. Aku pun
jatuh.
“Pelanggaran”, teriak teman-teman timku.
“Bukan…, kan aku kena bolanya”, kata bek kiri tim lawan tersebut membela
diri.
“Tidak apa-apa”, kataku berusaha agar tidak ada perselisihan sambil bangun
dan mengambil bola bersiap melempar bola ke dalam lapangan. Aku sempat melihat sedikit
senyum sinis di wajah bek kiri tim lawan tersebut. Aku menduga dia masih ada
dendam denganku terkait kejadian dengan Mawar dulu.
Aku tidak ingin dilanggar lagi oleh bek kiri tim lawan tersebut, sehingga
ketika aku mendapat bola dan dia kelihatan mendekat ke aku, aku langsung oper
bola ke teman timku.
“Aku hanya ingin bermain bola”, kataku padanya ketika bola sedang jauh
dari area kami. “Walaupun aku bukan anggota tim sepak bola, aku tidak ingin
berkelahi”, lanjutku menegaskan sambil menatap matanya untuk menunjukkan
keseriusanku. Dia hanya diam saja tidak menanggapi omonganku. Semoga dia
mengerti maksudku bahwa aku bisa saja berkelahi dengan dia tanpa mempengaruhi
tim sepak bola kami karena aku bukan anggota tim sepak bola, namun aku tidak
mau melakukannya karena tujuanku kesini untuk bermain sepak bola sebagaimana
dia juga ingin bermain sepak bola.
Akhirnya pertandingan berakhir seri tanpa gol. Aku lega bahwa tidak
terjadi perselisihan antara kami dengan tim sepak bola SMA 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar