Rabu, 24 Juli 2019

#44 Melihat perkelahian



Sudah beberapa hari aku mencari Bunga di atas gedung tapi tidak ketemu. Lebih seringnya kutemukan Agus dan teman-temannya yang ada di atas gedung. Bahkan beberapa kali aku tidak jadi naik karena sudah terdengar suara ramai mereka di atas gedung.
Aku tidak berusaha mencari Bunga di jam istirahat ke kelasnya karena tidak ingin mengganggu dia dengan teman-teman ceweknya dan tidak ingin dilihatin (dipandangin) murid-murid kelas 3 seperti waktu itu. Aku berusaha mencari Bunga karena terakhir kami berpisah Bunga seperti kesal kepadaku. Aku ingin meminta maaf. Aku tidak ingin pertemanan kami berakhir hanya karena kejadian waktu itu. Tapi aku belum kepikiran jika sudah bertemu Bunga, aku mau mengajak dia bermain apa yang kira-kira menarik dan seru bagi kami berdua.
Hari itu aku kembali mencari Bunga ke atas gedung. Sebelum naik sudah terdengar suara ramai di atas gedung. Aku hampir mengurungkan niatku untuk naik, namun kemudian terdengar suara seperti orang bertengkar. Aku khawatir Bunga di atas gedung sedang bertengkar dengan Agus dan teman-temannya. Aku pun buru-buru naik.

Terlihat Agus dan teman-temannya sedang bertengkar dengan beberapa murid lain. Sepertinya mereka bertengkar memperebutkan area atas gedung. Murid-murid lain tersebut sepertinya sudah lebih dulu naik ke atas gedung namun mereka diusir Agus dan teman-temannya yang mau menguasai pemakaian atas gedung sehingga akhirnya terjadi pertengkaran. Aku lihat sekeliling tidak ada Bunga sehingga aku berniat turun lagi. Namun kemudian mereka akhirnya berkelahi. Aku akhirnya tidak jadi turun karena ingin melihat perkelahian mereka.
Jumlah murid kelompok Agus lebih sedikit dibanding jumlah murid kelompok lawannya sehingga Agus dan beberapa temannya menghadapi 2 orang dari kelompok lawannya, sedangkan sisanya berhadapan 1 lawan 1. Agus dan beberapa temannya terlihat menggunakan gerakan silat untuk melawan murid-murid kelompok lawannya. Sedangkan murid-murid dari kelompok lawannya sepertinya tidak ada yang bisa silat. Agus dengan mudah berhasil mengalahkan dan menjatuhkan lawannya dan segera membantu temannya yang belum berhasil mengalahkan lawannya. Beberapa temannya Agus yang bisa silat juga segera dapat mengalahkan lawannya. Setelah mengalahkan lawannya, mereka juga segera membantu temannya yang kalah atau kewalahan menghadapi lawannya. Dalam waktu singkat murid-murid kelompok lawannya Agus sudah pada berjatuhan di lantai karena kalah. Tapi ternyata itu tidak menghentikan AGus dan teman-temannya menyerang mereka. Agus dan teman-temannya masih menghajar lawannya yang sudah kesulitan untuk melawan tersebut.
“Hentikan!”, teriakku. “Mereka kan sudah kalah, kenapa harus disiksa?”, tanyaku.
Mereka seperti kaget menyadari keberadaanku. Agus langsung menjawab.
“Tidak usah ikut campur”, kata Agus dengan nada kesal. “Mau melawan kami semua?”, lanjut Agus seakan mengancam.
“Inikah hasilnya setelah ditinggal lulus oleh pemimpin geng SMA kita?”, tanyaku. Sebagian dari mereka seakan terkejut ketika aku sebut tentang pemimpin geng. “Padahal aku berharap kamu bisa menggantikan peran menjaga kedamaian SMA kita”, kataku ke Agus. “Tapi bagaimana mau dihormati (respected) jika kamu menindas yang lebih lemah?”, tanyaku menyindirnya. “Ilmu silat bukan untuk menindas orang lain”, kataku.
“Gak usah sok menasehati”, kata Agus. “Serang”, kata Agus mengaba-aba teman-temannya untuk mengeroyok aku.
“Tunggu”, kataku cepat untuk mencegah mereka. Merekapun berhenti, mungkin karena ragu-ragu menyerangku karena sudah pernah lihat kehebatanku melawan pemimpin geng mereka yang lebih jago silat dulu. Mungkin juga karena dalam hati kecil mereka setuju dengan perkataanku tadi. “Aku tidak ingin berkelahi, aku tidak ingin ikut campur urusan kalian, aku cuma mau menyampaikan itu tadi”, kataku sambil mundur menuju tangga dan pergi meninggalkan mereka. Mereka pun tidak mengejarku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar