(sebelumnya #20)
Keesokan
harinya latihan dengan ayah agak berbeda dengan
biasanya. Ayah menjelaskan bahwa sebenarnya kemampuan silatku sudah bagus.
Latihan setiap hari semenjak liburan kemarin sudah meningkatkan kemampuan
silatku secara pesat. Karena aku terlihat khawatir dan meminta latihan khusus
untuk menghadapi duel nanti, maka menurut ayah yang masih perlu ditingkatkan
adalah mental bertarungku. Selama ini aku hanya berlatih tanding dengan ayah
dan ibu untuk memperlancar penguasaan jurus sehingga tidak terlatih mental
untuk memenangkan pertarungan. Ayah tidak tahu bahwa aku telah bertarung dengan
Bunga dan hampir menang.
Untuk
meningkatkan mental bertarungku maka mulai sekarang latihannya berbeda dengan
biasanya. Latihannya adalah latih tanding dengan ayah dan berusaha berhasil
menyerang ayah dalam waktu kurang dari 10 menit atau berusaha tidak terkena
serangan ayah dalam waktu 10 menit. Selama ini aku berlatih tanding melawan
ayah belum pernah berhasil mengenai ayah makanya ayah memberikan batasan
seperti itu agar aku tertantang dalam bertarung. Selama ini dalam berlatih
tanding ayah mengurangi tenaga dan menahan serangan sehingga ketika aku terkena
serangan ayah tidak terlalu sakit. Namun sekarang ayah berkata bahwa dia akan
menyerang dengan sungguh-sungguh sehingga aku harus benar-benar berusaha agar
tidak terkena serangan ayah.
Kami pun mulai
bertarung, namun dalam beberapa menit akhirnya aku terkena serangan ayah sampai
terjatuh. Ayah lalu bilang bahwa latihan dihentikan karena aku sudah kalah. Lagipula
aku harus menjaga tubuhku jangan sampai terluka untuk menghadapi duelku. Aku
bilang ke ayah bahwa aku tidak apa-apa. Walaupun terasa sakit karena terkena
serangan ayah tapi aku tidak terluka dan masih bisa melanjutkan pertarungan.
Selain itu, walaupun aku kalah dalam hal bertahan, tapi aku belum kalah dalam
hal menyerang. Akhirnya ayah menyetujui untuk melanjutkan pertarungan tapi kali
ini ayah hanya bertahan dan tidak menyerang balik, karena hanya untuk
menentukan apakah aku sanggup mengenai ayah dalam 10 menit. Dan ternyata sampai
10 menit lebih, sampai selesai latihan aku belum berhasil mengenai ayah.
Di sekolah
ketika istirahat aku hanya di kelas memikirkan pertarunganku dengan ayah dan
mencoba memahami kenapa aku sampai terkena serangan ayah. Sepulang sekolah setelah
agak sepi dan setelah aku bilang ke Andi bahwa aku tidak ikut latihan bola
basket, aku menuju lantai dua mencari Bunga tetapi aku tidak menemukan Bunga di
lantai dua. Aku lalu mencari di atas gedung tetapi aku juga tidak menemukan
Bunga disana. Aku mencari Bunga untuk belajar jurus menghindar miliknya. Karena
tidak menemukan Bunga, aku lalu pulang ke rumah.
Sore harinya
aku meminta ibu untuk berlatih silat melawanku dengan memakai aturan yang sama
dengan ketika berlatih dengan ayah tadi pagi yaitu 10 menit berusaha agar
seranganku dapat mengenai ibu dan 10 menit bertahan agar tidak terkena serangan
ibu. Jurus silat tangan kosong yang dikuasai ibu kurang lebih sama dengan ayah
dan sama dengan yang kupelajari. Jadi yang menentukan dalam pertarungan ini
adalah perbedaan dalam kemampuan tubuh dan kemampuan memakai jurus dalam
pertarungan. Dari segi kekuatan serta jangkauan tangan dan kaki aku lebih
unggul daripada ibu. Sedangkan untuk kemampuan tubuh yang lain aku tidak tahu
dengan pasti karena aku belum menyaksikan ibu bertarung dengan serius
mengeluarkan seluruh kemampuannya.
Aku bersiap dan
melakukan kuda-kuda untuk jurus yang sulit. Ibu hanya memakai kuda-kuda biasa atau
umum (standard stance). Kuda-kuda umum
yaitu kuda-kuda yang umum digunakan dan tidak terkait jurus tertentu atau
aliran bela diri tertentu. Dengan kuda-kuda umum seperti itu maka gerakan silat
untuk serangan awal yang mungkin dilakukan adalah bukan gerakan silat yang
sulit sehingga kemungkinan jurus yang akan digunakan bukan jurus yang sulit. Aku
heran kenapa ibu hanya memakai kuda-kuda umum. Padahal ibu melihatku memakai
kuda-kuda untuk jurus yang sulit. Apakah ibu tidak serius dan hanya akan
menyerangku dengan jurus yang mudah.
Aku menyerang
ibu lebih dulu menggunakan jurus yang sulit. Ibu bisa menghindari seranganku
namun tidak balas menyerang. Aku terus menyerang ibu secara bertubi-tubi tapi
ibu selalu berhasil menghindar. Setelah beberapa menit aku menyadari bahwa ibu
hanya menghindar terus tanpa berusaha menyerang balik padahal ada kesempatan. Pantas
saja ibu memakai kuda-kuda umum karena dari awal memang tidak berencana
menyerangku. Akhirnya aku hentikan seranganku dan bertanya ke ibu kenapa tidak
menyerang balik.
“Bu, yang
serius dong. Kenapa tidak menyerangku? Kan biar aku punya pengalaman bertarung
sungguhan”, tanyaku ke ibu dengan nada agak sedikit protes.
“Ibu kan sudah
serius, buktinya kamu belum bisa meyerang ibu”, jawab ibu sambil tersenyum.
“Tapi kenapa
tidak menyerang balik?”, tanyaku lagi.
Ibu lalu
menjelaskan secara panjang bahwa dalam pertarungan sesungguhnya ada juga yang
bersikap pasif dengan lebih banyak menghindar atau menangkis. Biasanya orang
yang seperti itu menunggu benar-benar punya kesempatan bagus untuk melakukan
satu serangan tapi yang berbobot (kuat) yaitu satu serangan yang langsung bisa merobohkan
(mengalahkan) lawan. Biasanya orang yang seperti itu percaya diri dengan
kemampuannya menghindari serangan. Dia bersikap pasif biasanya sambil mengamati
jurus lawan untuk mempelajari perubahan gerakannya dan mencari kelemahannya
sehingga bisa mendaratkan serangan (membuat serangannya mengenai lawan) yang
berbobot (kuat) sehingga bisa langsung melumpuhkan (mengalahkan) lawan. Tujuan duel
tidak hanya mengadu jurus tetapi juga mempelajari gerakan-gerakan silat baru
yang mungkin bisa menambah kemampuan silat yang sudah dimiliki.
“Lagipula sakit
di badanmu karena serangan ayah tadi pagi masih terasa kan? Ibu tidak ingin
menambahinya. Kamu kan harus menjaga kondisi untuk duelmu”, kata ibu.
Akhirnya
pertarungan dilanjutkan seperti tadi pagi setelah aku kena serangan ayah yaitu
hanya untuk menentukan apakah seranganku bisa mengenai ibu dalam waktu 10
menit. Aku kembali menyerang ibu dengan jurus yang tadi. Ibu masih bisa terus
menghindar. Aku merubah jurusku tetapi ibu tetap bisa menghindari. Aku
perhatikan gerakan menghindar ibu hampir bersamaan dengan gerakan menyerangku.
Tidak seperti Bunga yang menghindari seranganku di saat-saat terakhir setelah
serangan kulakukan. Akhirnya aku menyadari bahwa ibu mengetahui semua jurusku
sehingga dia dapat memperkirakan seluruh gerakanku dan dapat menghindari
seranganku. Setelah lebih dari 10 menit aku belum berhasil mengenai ibu, maka
ibu menghentikan pertarungan. Aku masih kepikiran dengan bagaimana melawan ibu
atau ayah yang mengetahui seluruh jurusku, tapi ibu bilang nanti saja tanya ke
ayah karena ibu masih harus menyelesaikan pekerjaan rumah.
Malam harinya
aku menanyakan hal tersebut kepada ayah.
“Yah, ayah kan
mengetahui seluruh jurusku, sehingga ketika bertarung, ayah bisa memperkirakan
seluruh kemungkinan gerakan yang akan kulakukan. Berarti, mana mungkin aku bisa
mengalahkan ayah?”, tanyaku ke ayah.
“Kamu kan tahu
seluruh jurus ayah, tapi ayah bisa mengalahkanmu”, kata ayah yang dilanjutkan
dengan penjelasan yang panjang.
Ayah mengingatkan
tentang sejarah terbentuknya jurus yaitu rangkaian gerakan silat yang dilakukan
untuk melawan gerakan silat (atau rangkaian gerakan silat) lawan. Berarti untuk
dapat menerapkan jurus secara tepat (optimal) harus mengetahui gerakan lawan
tersebut atau setidaknya bisa memperkirakan. Lawan adalah obyek yang bergerak.
Dalam hal menyerang agar jurus kita bisa mengenai sasaran (akurasi) maka harus
bisa mengetahui atau memperkirakan gerakan lawan. Dalam hal bertahan, agar
jurus untuk menghadapi serangan bisa berhasil maka harus mengetahui atau
memperkirakan gerakan lawan. Jadi inti dari pertarungan adalah bagaimana
menebak atau memperkirakan gerakan lawan sehingga gerakan silat yang kita
lakukan bisa tepat.
Memang dengan
mengetahui jurus lawan maka jadi bisa memperkirakan kemungkinan gerakan lawan.
Tetapi ada jurus-jurus, terutama jurus yang sulit, yang mempunyai perubahan
gerakan yang banyak sehingga dari suatu posisi ada beberapa kemungkinan
gerakan. Ada juga lawan yang menguasai beberapa jurus dan selama bertarung
berubah gerakan silatnya dari jurus satu ke jurus lain sehingga kemungkinan
gerakannya tidak mudah ditebak. Walaupun bisa memperkirakan kemungkinan gerakan
lawan, namun gerakan dalam pertarungan sangat cepat sehingga harus bisa
berpikir dengan cepat dan diperlukan kecepatan penglihatan, kecepatan reaksi
dan kecepatan bergerak untuk bisa menerapkan gerakan silat yang tepat. Jadi
walaupun aku sudah tahu semua jurus ayah tapi karena salah memperkirakan
(mengatisipasi) gerakan silat ayah maka aku terkena serangan ayah. Sedangkan
ayah dan ibu bisa memperkirakan semua gerakanku sehingga aku tidak berhasil
menyerang ayah dan ibu.
Walaupun belum
mengetahui jurus lawan, inti pertarungan tetap sama yaitu bagaimana
memperkirakan gerakan lawan dan menerapkan gerakan silat yang tepat untuk
menghadapinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar