Malam itu
adalah malam minggu yang telah kujanjikan untuk bertemu dengan Mawar di sirkus
keliling. Mulai besok sudah mulai libur semester pertama.
Aku sudah
datang ke area sirkus keliling yaitu di lapangan utama kota kami. Aku pun
segera menuju ke tengah lapangan ke arah tenda pertunjukan utama sirkus
keliling tersebut. Ternyata aku datang bukan dari arah depan tenda utama
sehingga ketika aku sampai di tenda utama aku harus berjalan memutar sepanjang
pinggir tenda utama menuju bagian depan tenda utama tempat loket dan pintu
masuk. Pinggir tenda utama tersebut sepi dan agak gelap. Tiba-tiba aku dihadang
beberapa orang.
“Wah...ini dia
orangnya, kebetulan sekali”, kata salah seorang dari mereka yang ternyata
adalah Agus.
“Aku sebel
lihat kamu yang sok begitu”, kata Agus dengan nada marah. Aku diam saja. Dari
kalimat dan nadanya aku tahu bahwa mereka mau menjahiliku (mem-bully).
“Kamu jangan
macam-macam dengan Mawar ya”, kata Agus mengancam. “Ngapain kamu mendekati
Mawar? Kamu mau pacaran dengan Mawar karena dia kaya kan? Kalian itu tidak
cocok, tahu gak?”, tanya Agus dengan suara keras seperti membentak-bentak.
“Nggak kok. Aku
dan Mawar kan hanya teman sekelas saja”, jawabku datar.
Tiba-tiba dari
arah samping terdengar suara Mawar.
“Kamu jahat”,
kata Mawar mengagetkan aku. Aku menoleh ke arah Mawar tapi bingung mau berkata
apa.
“Kukira kamu
mengajak kencan malam ini karena suka padaku, ternyata kamu hanya mempermainkan
aku, dasar tidak berperasaan”, kata Mawar sambil marah dan langsung lari
menjauh.
“Mawar...”, aku
berusaha memanggil dan mau mengejar tetapi dihadang teman-teman Agus dan
didorong sampai aku terjatuh. Belum sempat hilang kagetku dan aku masih
terbaring di tanah, Agus sudah menendangku bertubi-tubi. Yang bisa kulakukan
hanya menangkis dengan tanganku, sambil memposisikan tubuh dan kaki hingga
akhirnya aku bisa menjegal Agus sampai dia jatuh. Aku jadi punya kesempatan
berdiri.
“Hey, aku tidak
mau berkelahi denganmu”, kataku pada Agus sambil bersiap pergi, namun aku sudah
dihadang teman-teman Agus dari berbagai arah.
“Sok banget
kamu”, kata salah seorang teman Agus sambil maju mau menyerangku tapi dihadang
tangan Agus yang mulai berdiri.
“Biarkan aku
bertarung satu lawan satu dengan dia”, kata Agus pada teman-temannya.
Agus
menyerangku dengan bertubi-tubi tapi bisa kuhindari. Lama kelamaan serangannya
tambah cepat sehingga aku mulai kewalahan menghindar terus. Akhirnya beberapa
serangan kuhadapi dengan kutangkis. Aku merasa serangan Agus seperti tertata
(berpola) dengan baik. Dari serangan satu ke serangan selanjutnya sepertinya
berhubungan, sehingga ketika kutangkis suatu serangan, serangan selanjutnya
seakan sudah memperkirakan (mengatisipasi) tangkisanku tersebut. Ini
mengingatkanku akan latihan harianku dengan ayah. Setiap hari aku berlatih
gerakan-gerakan silat* (beladiri) berulang-ulang sampai aku hafal. Ketika aku
sudah hafal suatu gerakan, ayah menyuruh aku menyerang dia dengan menggunakan
gerakan-gerakan silat* (beladiri) yang kuhafalkan tersebut. Karena teringat
latihan harianku dengan ayah tersebut lama kelamaan akhirnya aku sudah memakai
gerakan-gerakan silat* (beladiri) yang sudah kuhafal untuk menghadapi serangan
Agus. Aku tidak lagi hanya menghindar dan menangkis tapi juga menyerang balik. Agus
bisa menghindari atau menangkis seranganku. Tapi akhirnya seranganku berupa
pukulan mengenai wajah Agus hingga terdorong ke belakang dan membuat serangannya
terhadapku berhenti. Akupun menghentikan gerakanku. Aku merasa bersalah karena
teringat perkataan ayah dan ibu bahwa aku tidak boleh berkelahi, apalagi kalau
sampai menggunakan gerakan silat* (beladiri) yang kulatih tiap hari dengan
ayah.
Agus bersiap
kembali menyerang aku tapi salah satu temannya tiba-tiba menghentikannya.
“Kamu tidak
akan menang melawan dia”, kata dia kepada Agus. “Dia ternyata bisa silat* dan ilmu silat*nya menurutku lebih
tinggi daripada ilmu silat*mu”, tambahnya. Agus diam tidak jadi menyerangku
seakan segan dan takut pada orang tersebut. Orang tersebut tampak lebih tua
dari Agus, sepertinya memang bukan murid SMA.
(*penyadur: silat/pencak silat adalah nama
salah satu jenis beladiri yang berasal dari Indonesia namun istilah ini sering
digunakan dalam cerita-cerita silat di Indonesia sebagai istilah kata ganti
beladiri secara umum. Karena jurnal ini ditulis ulang dalam bahasa Indonesia,
maka digunakan istilah silat. Penggunaan istilah silat disini mungkin kurang
tepat, tapi untuk sementara istilah yang digunakan adalah silat (ilmu silat).
Pembahasan lebih lanjut tentang istilah ini akan dijelaskan kemudian)
“Aku menantang
kamu duel*”, kata dia sambil seakan memberi hormat ke arahku dengan kedua
tangannya yang menggenggam menjadi satu. Aku tidak tahu apa yang dia maksud.
(*penyadur: istilah yang dipakai disini
adalah duel sebagai istilah untuk pertarungan satu lawan satu mengadu ilmu
silat. Nantinya akan ada penjelasan lebih khusus tentang duel)
Dia mulai
menyerangku. Serangannya cepat dan tidak terduga. Aku hampir saja terlambat
menangkisnya. Aku menghadapinya memakai gerakan-gerakan silat (beladiri) yang
sudah kuhafal. Serangan dia bisa kuhindari atau kutangkis namun seranganku juga
bisa dengan mudah dia hindari atau dia tangkis. Setelah beberapa lama aku mulai
bisa membaca arah serangannya sehingga aku tidak kewalahan lagi dalam
menghindar atau menangkis. Aku pun mulai memfokuskan pada seranganku. Akhirnya
dia mulai kewalahan menghindar atau menangkis seranganku. Tapi tiba-tiba dia
merubah cara menyerang. Serangannya seakan-akan menjadi lebih kuat. Aku
bayangkan jika terkena serangan seperti itu bisa berakibat fatal seolah-olah
dia berniat membunuhku. Serangannya juga seakan-akan lebih tajam. Dia bisa
mengincar bagian tubuhku yang pertahanannya terbuka, walaupun cuma ada celah
sedikit. Akhirnya aku terkena serangannya berupa tusukan ke ulu hatiku. Aku
menjerit kesakitan dan jatuh berlutut memegangi perutku. Dia masih menyerangku
berupa tendangan ke kepalaku dari samping sampai aku jatuh ke tanah.
“Hey...”, terdengar
suara teriakan cewek (pemudi) seakan berusaha menghentikan perkelahian kami.
Setelah itu aku pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar