Hari itu pertandingan terakhir SMA
kami di babak penyisihan yaitu pertandingan antara SMA kami melawan SMA 8 yang
dilaksanakan di lapangan bola basket SMA 8. Tim inti SMA kami terlihat lebih
unggul dan menguasai pertandingan. Perbedaan skor (nilai) antara SMA kami
dengan SMA 8 sudah banyak (jauh) padahal baru setengah permainan. Berdasarkan
nilai klasemen sementara (urutan peringkat berdasarkan hasil pertandingan
keseluruhan sampai dengan saat ini), SMA kami sudah dipastikan lolos ke babak
final. Jika pertandingan kali ini menang maka SMA kami yang akan menjadi juara.
Namun jika pertandingan kali ini kalah, SMA kami masih berpeluang menjadi juara
atau menjadi runner up, tergantung
hasil pertandingan SMA lain yang saat ini secara klasemen sementara menduduki
peringkat nomor 2 (runner up).
Berdasarkan hal-hal tersebut dan untuk memberi pengalaman bertanding para
pemain cadangan, akhirnya sebelum babak terakhir bapak guru mengganti semua
pemain sehingga yang bertanding adalah kami para pemain cadangan. Akhirnya aku
diturunkan untuk bermain.
Aku masuk lapangan sebagai point guard. Saatnya tim SMA kami
melakukan serangan (offense). Aku
membawa bola dari garis belakang sedangkan pemain tim SMA 8 dan teman-teman tim
SMA kami sudah berlari ke depan ke daerah tim SMA 8, sehingga tidak ada yang
menggangguku dalam mebawa bola. Aku berpikir karena tidak ada yang
menggangguku, aku bisa melakukan shooting
dengan mudah. Akhirnya, walaupun masih jauh akupun melakukan shooting dengan persiapan yang cukup
antara posisi tubuh, tangan, lengan, tenaga dan tingkat konstraksi otot. Aku
sudah berlatih melakukan shooting
dari berbagai macam jarak, jadi aku yakin bisa memasukkan bola walaupun dari
jarak sejauh itu. Orang-orang pada berteriak kaget. Bolaku melambung mengarah
ke ring lawan. Namun tiba-tiba sebelum sampai ke ring lawan bolaku ditangkap
pemain lawan yang melompat. Lawan langsung balik melakukan serangan. Pemain
lawan tersenyum seakan mengejek kebodohanku. Penonton banyak yang tertawa dan
mengolok-olok kebodohanku. Akupun menyadari kesalahanku. Karena jarak lemparan
yang jauh, sehingga kemungkinan lemparan bolaku dipotong di tengah jalan
menjadi lebih mudah. Tapi aku harus segera kembali fokus ke permainan karena
lawan sudah datang menyerang. Karena kejadian tadi begitu mengagetkan sehingga
teman-teman tim SMA kami telat untuk kembali untuk bertahan (defense) sedangkan lawan sudah melakukan
serangan balik (counter attack)
dengan cepat. Aku yang masih di belakang menjadi penghadang satu-satunya. Akhirnya
pembawa bola dari tim lawan berhadapan 1 lawan 1 denganku. Dengan kecepatan
penglihatan, kecepatan gerak, kecepatan bereaksi dan kecepatan berpikir milikku
serta pengalamanku dalam latih tanding melawan tim inti, aku memperkirakan
kemungkinan arah gerakan lawan tersebut dengan memperhitungkan posisi
teman-teman setimnya. Mungkin karena meremehkan aku sehingga bolanya bisa
kurebut dengan mudah sebelum dia sempat mengoper ke teman setimnya. Setelah
kurebut bolanya, sebelum lawan mendekatiku bola sudah kuoper ke teman setimku
yang sedang bebas dari penjagaan dan akhirnya dia bisa memasukkan bola ke ring
lawan dengan mudah. Suara tawa dan ejekan dari penonton sudah tidak terdengar
diganti dengan suara sorakan dan tepuk tangan seakan memujiku.
Ketika aku berhadapan 1 lawan 1 dengan
pembawa bola, beberapa kali aku bisa merebut bola atau memotong operan bola dan
membalikkan serangan (counter attack)
sehingga selisih skor semakin jauh. Tim lawan sepertinya sudah mulai menyadari
sehingga pembawa bola cepat-cepat mengoper bola ketika aku mendekat. Ketika aku
yang membawa bola, aku bisa melewati lawan yang menjagaku sendirian. Tim lawan
sepertinya juga sudah mulai menyadari sehingga ketika aku membawa bola selain
orang yang menghadangku, ada temannya yang membantu menutup arah gerakku.
Akhirnya aku bilang ke Andi untuk tukar posisi. Waktu sudah hampir habis tapi
perbedaan skor (nilai) masih terlalu jauh sehingga tim lawan sepertinya sudah
mulai berkurang semangatnya. Di detik-detik akhir ketika waktu sudah hampir
habis, setelah menyerang, tim lawan sudah tidak buru-buru ke belakang untuk
bertahan (defense). Aku yang membawa
bola dari belakang melihat kesempatan itu maka aku kembali berpikir untuk
melakukan shooting dari jarak jauh.
Akhirnya aku melakukan shooting dari
jarak jauh. Tim lawan yang melihat bola melambung buru-buru lari ke belakang
dan berusaha menangkap bola tersebut sebelum sampai ke ring namun tidak ada yang berhasil mengganggu lajunya bola,
akhirnya bola masuk ke ring lawan.
Tim lawan sudah tidak sempat lagi melakukan serangan karena waktu sudah habis.
Akhirnya pertandingan selesai dengan kemenangan tim SMA kami.
Kami bersorak gembira. Teman-teman
anggota klub bola basket SMA kami yang jadi penonton juga ikut mendekat dan
berkumpul saling menyalami dan menyelamati kemenangan kami, termasuk Agus.
Setelah itu acara seremonial (upacara) pemberian piala gelar juara pertandingan
bola basket antar SMA sekota A yang hanya diikuti oleh tim SMA kami dan
ditonton beberapa orang saja terutama anggota klub bola basket SMA kami. Tim dari
SMA 8 dan para penonton lain sudah pulang. Mereka tidak ikut melihat acara
seremonial. Setelah itu bapak guru pulang dan mempersilakan kami pulang ke rumah
masing-masing seperti biasanya. Aku pun mau pulang tetapi ada yang usul anggota
klub bola basket merayakan kemenangan dengan makan-makan bersama. Aku bilang
aku tidak ikut.
“Iya tahu, kamu sudah ada yang
menunggu kan?”, kata Andi menggodaku sambil memberi isyarat untuk melihat ke
arah dekat pintu keluar. Ternyata ada Mawar berdiri di sana seakan menunggu
seseorang. Aku pun pulang duluan tidak ikut teman-teman klub bola basket SMA-ku
untuk merayakan kemenangan.
“Kukira kamu sudah pulang”, kataku ke
Mawar ketika aku berjalan keluar melewati tempat dia berdiri.
“Aku menunggumu, aku mau pulang bareng
kamu”, kata dia sambil berjalan di sisiku. Aku terpaksa melambatkan jalanku
mengimbangi kecepatan berjalan Mawar.
Jalan dari keluar lapangan bola basket SMA
8 ke tempat angkutan umum agak jauh dan sudah agak sepi. Hanya terlihat
beberapa murid SMA 8 yang mugkin baru pulang dari kegiatan ekstrakurikuler. Mawar
mulai mengajak ngobrol (berbincang-bincang) tentang pertandingan tadi. Dia
berbicara dengan semangat memuji permainanku dan mengolok-olok penonton yang
awalnya menertawaiku. Aku merasa tidak enak membicarakan hal itu karena masih
ada beberap murid SMA 8 di sekitar situ.
“Sssttt”, kataku ke Mawar memberinya
kode ntuk berhenti bicara tentang pertandingan tadi.
“Hey cantik”, terdengar suara beberapa
orang menggoda Mawar. Ternyata ada 4 orang cowok (pemuda) dengan seragam SMA 8
di pinggir jalan.
“Apaan sih?”, jawab Mawar dengan nada
sinis. Sepertinya dia tidak suka disapa begitu.
“Sudah biarin aja, ayo cepat jalan”,
bisikku ke Mawar sambil mempercepat jalanku.
“Hey! sombong banget sih”, kata salah
satu dari mereka.
“Dari seragamnya mereka dari SMA 1
ya?”, kata yang lain.
“Iya. Jangan-jangan dia yang katanya
tadi mempermalukan tim basket SMA kita?”, kata yang lain lagi.
“Iya, Arya ini yang tadi membuat tim
basketmu kewalahan”, kata Mawar dengan nada mengejek. Aku menengok ke arah
Mawar untuk mencegah dia ngomong begitu misalnya dengan menutup mulutnya tapi
tidak sempat karena ternyata Mawar tertinggal di belakangku.
“Hey! apa kau bilang?”, kata mereka
sambil berlari dan akhirnya mengepung kami. Aku langsung menarik tangan Mawar
agar dia dekat denganku. Mawar tampak kaget dan takut.
“Maaf”, kataku singkat kepada para
murid SMA 8 tersebut.
“Enak aja”, kata orang yang di depanku
sambil mengarahkan pukulannya lurus ke arah mukaku. Aku tangkis pukulan
tersebut ke arah kiri sambil kupegang pergelangan tangannya dan kutarik dengan
tangan kiriku sehingga dia hilang keseimbangan lalu kudorong tubuhnya jatuh ke
tanah dengan tangan kananku. Lalu kutarik tangan Mawar dan agak kudorong pelan
tubuhnya (punggungnya) ke arah depan dimana sudah tidak ada orang yang
menghadang sambil kubilang “Lari!”.
Melihat temannya kujatuhkan, 3 orang
murid SMA 8 tersebut menyerang secara bersamaan. Serangan mereka sederhana dan bisa
kutebak. Yang di sebelah kananku memukul ke arah wajah, yang di sebelah kiriku
menendang ke arah perut, yang di belakangku aku tidak tahu. Aku memutuskan
untuk bergerak agak memutar dan agak meloncat ke arah kanan sambil menyikut
dengan tangan kanan ke arah dada orang yang di sebelah kananku sehingga
tendangan dari samping kiri tidak mengenai aku dan serangan dari belakang yang
ternyata berupa pukulan juga tidak mengenaiku. Sedangkan pukulan dari arah
kanan kearah wajahku bisa kuhindarkan dengan menggerakkan kepalaku. Orang di
sebelah kananku jatuh sambil kesakitan memegang dadanya. Aku pun meloncat lagi
ke belakang sehingga sekarang keempat orang tersebut ada di depanku. Orang yang
menyerangku pertama tadi sudah bangun.
3 orang yang masih berdiri tersebut
langsung menyerangku lagi secara bersamaan, ada yang dengan pukulan ke arah wajah,
ada yang dengan tendangan dan ada yang berusaha menubrukku seperti mendorong ke
arah perutku untuk menjatuhkanku. Yang paling sulit dihindarkan adalah yang
menubrukku sehingga aku putuskan jongkok sambil menendang ke arah kepala orang
yang menubrukku sehingga pukulan ke arah wajahku terhindarkan sedangkan tendangan
kutangkis dengan tangan kanan. Yang terkena tendanganku jatuh kesakitan sambil
memegang kepalanya. 2 orang lainnya langsung menyerang lagi memanfaatkan
posisiku yang belum siap karena agak jongkok. Akhirnya aku merebahkan diri dan
menggunakan kedua kakiku untuk menendang perut mereka sampai mereka terjatuh.
Aku pun berdiri. 4 orang tersebut berdiri dengan kesakitan. Aku pun pergi
meninggalkan mereka tanpa bicara apapun dan mereka pun hanya diam saja dan
tidak mengejarku.
“Kamu tidak apa-apa?”, tanya Mawar
ketika melihatku datang mengejarnya.
“Tidak apa-apa. Tenang saja, mereka
tidak mengejar lagi”, kataku kepada Mawar. Mawar tiba-tiba memegangi lengan
kiriku dengan kedua tangannya kelihatan masih takut. Aku biarkan saja dia
melakukan itu. Akhirnya dia melepaskan pegangannya ketika kami naik angkutan
umum. Kami duduk berdampingan. Mawar duduk di sebelah kananku.
“Terima kasih telah menyelamatkanku”,
kata Mawar. “Maaf, gara-gara omonganku kamu jadi harus berkelahi”, lanjutnya.
“Aku sangat takut”, katanya sambil menunduk. Suaranya pelan dan bergetar
seperti menangis. Badannya juga gemetar. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk
menghiburnya. Penumpang lain melihat kami. Akhirnya kuletakkan tangan kananku
di atas tangan kirinya sambil bilang “Tidak apa-apa yang penting kita selamat”.
Dia membalikkan telapak tangan kirinya dan mengenggam tangan kananku. Tangan
kanannya memegang lengan tangan kananku. Aku jadi bingung apakah kutarik tangan
kananku ataukah kubiarkan dia menggenggam dan memegang tangan kananku seperti
itu. Akhirnya kubiarkan seperti itu tapi telapak tangan kananku tidak balas
menggenggam telapak tangan kirinya. Mawar sudah terlihat tenang tidak gemetar
lagi. Tapi dia masih menunduk. Dia kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku.
Penumpang lain melihat ke arah kami, tapi Mawar seakan tidak menyadarinya. Dia
diam saja masih sambil menunduk.
“Kenapa dengan temanmu Nak?”, tanya
seorang penumpang ibu-ibu.
“Kami diserang murid-murid SMA lain
Bu”, jawabku. Entah Mawar mendengar atau tidak tapi dia diam saja.
“Kalian tidak apa-apa kan? Ada yang
terluka?”, tanya ibu-ibu tersebut.
“Tidak Bu, kami berhasil melarikan
diri”, jawabku.
“Syukurlah kalau tidak apa-apa. Mungkin
temanmu tersebut masih kaget (shock).
Biarkan dia istirahat seperti itu”, kata ibu-ibu tersebut. Mendengar perkataan
ibu-ibu tersebut aku jadi tidak bingung lagi. Kubiarkan Mawar memegangi
tanganku dan bersandar di bahuku.
“Rumah kalian dekat?”, tanya ibu-ibu
itu lagi.
“Nggak Bu, Saya turun di daerah A
sedangkan dia turun di daerah B”, jawabku.
“Oo, kalau begitu kamu juga turun di
daerah B, kamu antar dulu temanmu sampai ke rumahnya, kasihan dia”, kata ibu-ibu
tersebut menasehatiku.
Setelah sampai di daerah B Mawar
melepaskan pegangan tangannya. Kemudian kami turun dari angkutan umum. Dia
sadar akan keadaan sekitar, berarti dia tadi tidak tertidur, tapi aku masih
belum paham kenapa dia diam saja selama di dalam angkutan umum tadi.
“Lewat sini”, kata Mawar menunjukkan
arah. Aku pun berjalan di sampingnya.
“Itu rumahku sudah kelihatan, kamu
tidak perlu mengantarku sampai depan rumah. Terima kasih sudah mengantarku”,
kata Mawar.
“Sampai ketemu lagi di kelas”, kata
Mawar sambil berjalan meninggalkanku yang hanya diam berdiri di tempat itu.
Sampai di depan pintu pagar rumahnya, dia menoleh ke arahku dan melambaikan
tangan sambil tersenyum. Akupun tersenyum balik. Melihat dia sudah tersenyum
aku berkesimpulan bahwa dia baik-baik saja. Aku pun lalu berjalan kembali ke
tempat pemberhentian angkutan umum untuk pulang ke rumah. Di rumah aku tidak menceritakan
kepada ayah atau ibu tentang kejadian tersebut, karena ayah dan ibu sudah
sering mengingatkanku bahwa aku tidak boleh berkelahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar