Selain latihan bola basket setiap hari
di klub bola basket, hal lain yang berubah dari hari-hariku adalah adanya teman
mengobrol (berbincang-bincang) selain Andi. Selama ini ketika di dalam kelas,
baik sebelum pelajaran dimulai atau ketika istirahat, yang mengajak ngobrol aku
hanya Andi. Pada saat jam istirahat, jika Andi sedang tidak ada sehingga tidak
mengobrol (berbincang-bincang) denganku, maka aku hanya diam saja di dalam
kelas membaca buku atau menulis hal-hal yang ingin kutulis.
Sekarang berhubung aku sering bertemu
dengan teman-teman sesama anggota klub bola basket maka akupun mulai mengobrol
(berbincang-bincang) dengan mereka, terutama tentang bola basket atau tentang
kegiatan klub bola basket. Selain itu, Mawar yang awalnya berbicara padaku
karena mau meminjam PR, sekarang sudah mulai mengajak ngobrol aku. Tetapi kami
belum pernah ngobrol (berbincang-bincang) sampai lama. Mungkin karena topiknya
yang kurang cocok. Atau mungkin karena aku bersifat pasif dalam pembicaraan.
Biasanya aku hanya menjawab atau menanggapi yang ditanyakan oleh Mawar. Aku
belum pernah menjadi yang memulai pembicaraan atau yang bertanya ke Mawar.
Walaupun begitu, Mawar tetap berusaha mengajak ngobrol aku.
Hari itu ketika jam istirahat Mawar
duduk di meja dekatku dan mengajak ngobrol aku.
“Kamu ikut klub basket dengan Andi kan?”
tanyanya membuka pembicaraan.
“Iya”, jawabku.
“Katanya sebentar lagi akan ada lomba
bola basket antar SMA ya?, pasti kalian sibuk berlatih”, kata Mawar.
“Iya, pertandingannya mulai hari Senin
besok”, jawabku agak panjang karena aku juga sedang semangat ingin berbicara
tentang lomba bola basket antar SMA minggu depan.
“Kamu suka basket?”, tanyaku ingin tahu
karena aku ingin mengobrol lebih banyak tentang bola basket.
“Iya, suka”, jawabnya seakan-akan
antusias. Aku tidak tahu apakah Mawar benar-benar suka bola basket atau tidak.
Aku lupa detil percakapan selanjutnya.
Kalau tidak salah ingat, akhirnya aku menceritakan bahwa aku baru saja mulai
bermain bola basket sejak masuk SMA ini dan aku baru saja mulai menyukai permainan
bola basket. Mawar tidak terlihat canggung lagi berbicara denganku, mungkin
karena aku yang memulai pembicaraan, tidak hanya bersifat pasif sebagaimana
sebelumnya. Atau mungkin karena aku juga mulai terbuka menceritakan tentang
diriku. Aku juga menceritakan bahwa aku terpilih sebagai anggota tim yang akan
ikut dalam lomba bola basket antar SMA walaupun hanya sebagai cadangan bukan
sebagai starter (tim inti yang mulai
bermain sejak awal pertandingan dimulai). Karena pikiranku masih penasaran
tentang bagaimana mengalahkan Anton setelah pertandingan kemarin, mungkin
secara tidak sadar aku mengungkapkan keinginanku untuk menjadi lebih pandai
lagi dalam bermain bola basket.
“Jangan khawatir, kamu kan berbakat,
paling sebentar lagi kamu bisa lebih pandai dari kakak-kakak kelas”, kata Mawar
seakan-akan menyemangati aku.
Kami mengobrol (berbincang-bincang)
sampai waktu istirahat selesai dan Mawar kembali ke tempat duduknya.
Setelah pulang sekolah, kembali
latihan klub bola basket difokuskan untuk persiapan sebelum lomba bola basket
antar SMA. Agus tidak datang pada latihan hari itu. Setelah latihan pemanasan,
latihan dilanjutkan dengan latihan yang masih sama dengan sebelumnya yaitu
latih tanding antara 10 orang yang akan mewakili pertandingan bola basket antar
SMA. Sebelum latih tanding dimulai Andi berbicara padaku “lihat tuh ada yang
menonton”.
Memang latihan klub bola basket tidak
tertutup untuk umum sehingga seringkali ada murid yang bukan anggota klub bola
basket ikut menonton pertandingan latihan klub bola basket. Biasanya yang
menonton adalah murid dari klub kegiatan ekstrakurikuler lain yang telah
selesai atau belum mulai kegiatannya, atau memang murid-murid yang menyukai
pertandingan bola basket tapi tidak mendaftar sebagai anggota klub bola basket.
Aku diam saja diberitahu Andi.
“Hey Ya, lihat kesana dong”, kata Andi
kembali menyuruhku melihat ke arah penonton.
Akupun akhirnya menoleh ke arah
orang-orang yang menonton latihan kami. Ternyata disana ada Mawar. Melihatku
menoleh ke arah dia, diapun tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku hanya
tersenyum sebentar membalas senyumnya dan langsung menghadap ke depan lagi
bersiap untuk bermain karena peluit tanda permainan dimulai sudah ditiup.
Aku masih di posisi point guard seperti latihan sebelumnya.
Tetapi kali ini aku lebih semangat karena penasaran ingin mengalahkan Anton.
Ketika aku yang membawa dan menggiring bola penjagaan Anton dan teman-teman setimnya membuatku harus mengoper bola sehingga aku belum berhasil membawa
bolaku sendiri untuk kutembakkan (shooting)
sendiri. Ketika Anton yang membawa bola, penjagaanku tidak berhasil merebut
bola darinya. Ternyata perbedaan beberapa puluh centimeter sangat berpengaruh
dalam permainan bola basket. Waktu yang diperlukan untuk menjangkau beberapa puluh
centimeter tersebut sudah terlambat karena sudah bisa dipakai untuk melepaskan
bola dalam bentuk operan atau tembakan (shooting).
Dan sepertinya Anton dan teman-teman setimnya sudah sangat memahami ini
sehingga mereka sudah mengoper bola atau menembakkan bola ketika lawan sudah
mendekat sebelum mencapai jarak beberapa puluh centimeter tersebut. Aku mencoba
meningkatkan kecepatan gerakku agar bisa lebih cepat menjangkau dalam perbedaan
beberapa puluh centimeter tersebut, sehingga aku terlihat lebih bersemangat atau
lebih bernafsu dalam bermain. Anton dan teman-teman setimnya sepertinya
menyadari hal tersebut sehingga mereka lebih cepat (lebih awal) dalam
melepaskan bola sebelum aku berhasil menjangkaunya.
“Ganti posisi”, kata Andi mengambil
bola yang akan kugiring dari garis belakang. Andi mengambil alih posisiku
sebagai point guard sehingga aku pun
maju ke depan. Aku yang beberapa kali ini baru mulai terbiasa sebagai point guard yang membawa bola dan
memikirkan arah operan bola, kali ini hanya berharap operan bola. Aku belum
bisa menempatkan diri dengan baik sehingga untuk beberapa kali serangan (offense) aku tidak mendapatkan operan
bola sama sekali.
Ketika istirahat setelah babak
pertama, Andi mengajak ngobrol aku.
“Mentang-mentang ditonton Mawar kamu
jadi semangat sekali”, kata Andi. Aku mau menjawab bahwa aku semangat bukan
karena Mawar tapi belum sempat aku menjawab, Andi sudah menceramahiku.
“Basket adalah permainan tim, sehingga
kamu harus berpikir secara tim. Jangan memaksakan diri sendiri. Sebagai point guard kamu harus bisa melihat
secara keseluruhan untuk menemukan cara yang paling tepat untuk keberhasilan
tim”, kata Andi panjang lebar.
“Kita kan hanya tim cadangan sebagai
latih tanding tim inti, gak usah terlalu semangat Ya”, kata salah satu kakak kelas
2 dari tim kami.
“Iya, kita kan bermain untuk
bersenang-senang bukan untuk mengalahkan tim inti”, kata kakak kelas yang lain
menambahi.
“Untuk babak selanjutnya biar aku aja
yang jadi point guard, kamu di depan
aja jadi small foward atau shooting guard”, kata Andi.
Permainan latih tanding bola basket
babak kedua dimulai. Karena ditugaskan di depan, maka aku harus cepat-cepat ke
depan untuk mencari posisi dan bersiap menerima umpan. Aku memahami bahwa inti
sebagai pemain yang di depan adalah berusaha mendapatkan posisi yang bebas
tidak terjaga terlalu dekat oleh lawan sehingga bisa menerima umpan dan
menembakkan bola ke ring lawan dengan
cepat. Aku banyak bergerak kesana kemari berusaha mencari posisi dan menjauh
dari penjagaan lawan. Ketika mendapat operan bola aku langsung berusaha
menembakkan (shooting) bola ke ring. Jika pembawa bola kesulitan karena
dijaga ketat, aku juga harus tanggap dengan mendekat untuk memudahkan pembawa
bola mengoper bola padaku. Ketika serangan (offense)
sudah selesai, maka aku harus cepat-cepat berlari kembali ke belakang lebih
dulu untuk bertahan (defense). Karena
banyak bergerak dan berlarian, aku masih terlihat lebih bersemangat dan lebih
bernafsu dibanding yang lain. Walaupun begitu aku tidak terlihat lebih
kelelahan dibanding yang lain. Staminaku (ketahanan tubuhku) memang bagus,
menurutku lebih bagus dibanding teman-teman anggota klub bola basket lainnya,
sehingga aku tidak gampang lelah. Ini karena latihan olahraga harian yang
kulakukan dengan ayahku.
Latih tanding selesai. Ternyata hari
itu adalah hari terakhir latihan klub bola basket sebelum lomba bola basket
antar SMA. Bapak guru yang dari awal menonton latih tanding kami, memberi masukan
terhadap permainan kami. Beliau memuji keputusan Andi yang merubah posisi kami setelah
babak pertama. Beliau juga memberi masukan untuk tiap-tiap pemain tentang
apa-apa yang sudah bagus dan perlu dipertahankan dan apa-apa yang masih perlu
ditingkatkan. Bapak guru juga mengumumkan jadwal dan tempat pertandingan untuk
klub bola basket SMA kami dalam lomba bola basket antar SMA.
Seperti biasa setelah selesai latihan
klub bola basket aku langsung pulang.
“Arya tunggu”, teriak Mawar sambil
berlari mengejarku. Aku pun berhenti.
“Kamu pulang ke arah mana? naik apa?”,
tanya Mawar ketika sudah berhasil mengejarku.
“Naik angkutan umum ke arah daerah A (penyadur: nama daerah disamarkan)”,
jawabku singkat.
“Aku ikut ya, aku nanti turun di
daerah B, kan searah”, kata Mawar.
“Iya”, jawabku singkat.
Kami pun berjalan bersama.
“Jangan cepat-cepat dong jalannya”,
kata Mawar. Aku pun melambatkan langkahku untuk mengimbangi kecepatan jalan
Mawar. Aku merasa Mawar jalannya lambat. Mungkin karena aku sudah terbiasa
jalan dengan cepat dan langkahku yang lebih lebar sehingga jalannya Mawar
terasa lambat.
Di dalam angkutan umum, kami duduk
berdampingan sehingga bahu kami yang berdempetan. Mawar kelihatan tidak nyaman.
Aku tidak tahu apakah karena malu, takut atau yang lain.
“Aku baru pertama kali ini naik
angkutan umum”, bisik Mawar kepadaku.
“Biasanya naik apa?”, tanyaku.
“Biasanya diantar-jemput oleh sopir”,
jawab Mawar.
“Ketika pergi dengan teman-temanmu
juga belum pernah naik angkutan umum?”, tanyaku lagi.
“Belum pernah”, jawabnya.
Karena kukira dia takut naik angkutan
umum, maka akupun berkata agar dia tidak perlu takut.
“Jangan takut, kan ada aku”, kataku
padanya. Dia tersenyum lalu menunduk sambil menekankan bahunya yang berdempetan
dengan bahuku. Aku tidak paham apa maksud senyum dan gerakan tubuhnya tersebut
sehingga aku diam saja.
Sampai di daerah B, Mawar turun dari
angkutan umum. Aku tidak ikut turun. Mawar sudah menceritakan kalau rumahnya
dekat dari tempat dia turun sehingga dia bilang bahwa aku tidak perlu
mengantarnya. Aku melihat dari dalam angkutan umum untuk mengetahui Mawar
berjalan ke arah rumah yang mana, tapi ternyata Mawar masih berdiri di
tempatnya melihat kepergian angkutan umum yang kunaiki. Ketika dia melihat aku
yang sedang menoleh ke arahnya dari dalam angkutan umum, dia melambaikan
tangannya sambil tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar