Senin, 28 Maret 2016

#10 Dekat dengan Mawar

(sebelumnya #9)


Selain latihan bola basket setiap hari di klub bola basket, hal lain yang berubah dari hari-hariku adalah adanya teman mengobrol (berbincang-bincang) selain Andi. Selama ini ketika di dalam kelas, baik sebelum pelajaran dimulai atau ketika istirahat, yang mengajak ngobrol aku hanya Andi. Pada saat jam istirahat, jika Andi sedang tidak ada sehingga tidak mengobrol (berbincang-bincang) denganku, maka aku hanya diam saja di dalam kelas membaca buku atau menulis hal-hal yang ingin kutulis.
Sekarang berhubung aku sering bertemu dengan teman-teman sesama anggota klub bola basket maka akupun mulai mengobrol (berbincang-bincang) dengan mereka, terutama tentang bola basket atau tentang kegiatan klub bola basket. Selain itu, Mawar yang awalnya berbicara padaku karena mau meminjam PR, sekarang sudah mulai mengajak ngobrol aku. Tetapi kami belum pernah ngobrol (berbincang-bincang) sampai lama. Mungkin karena topiknya yang kurang cocok. Atau mungkin karena aku bersifat pasif dalam pembicaraan. Biasanya aku hanya menjawab atau menanggapi yang ditanyakan oleh Mawar. Aku belum pernah menjadi yang memulai pembicaraan atau yang bertanya ke Mawar. Walaupun begitu, Mawar tetap berusaha mengajak ngobrol aku.
Hari itu ketika jam istirahat Mawar duduk di meja dekatku dan mengajak ngobrol aku.
“Kamu ikut klub basket dengan Andi kan?” tanyanya membuka pembicaraan.
“Iya”, jawabku.
“Katanya sebentar lagi akan ada lomba bola basket antar SMA ya?, pasti kalian sibuk berlatih”, kata Mawar.
“Iya, pertandingannya mulai hari Senin besok”, jawabku agak panjang karena aku juga sedang semangat ingin berbicara tentang lomba bola basket antar SMA minggu depan.
“Kamu suka basket?”, tanyaku ingin tahu karena aku ingin mengobrol lebih banyak tentang bola basket.
“Iya, suka”, jawabnya seakan-akan antusias. Aku tidak tahu apakah Mawar benar-benar suka bola basket atau tidak.
Aku lupa detil percakapan selanjutnya. Kalau tidak salah ingat, akhirnya aku menceritakan bahwa aku baru saja mulai bermain bola basket sejak masuk SMA ini dan aku baru saja mulai menyukai permainan bola basket. Mawar tidak terlihat canggung lagi berbicara denganku, mungkin karena aku yang memulai pembicaraan, tidak hanya bersifat pasif sebagaimana sebelumnya. Atau mungkin karena aku juga mulai terbuka menceritakan tentang diriku. Aku juga menceritakan bahwa aku terpilih sebagai anggota tim yang akan ikut dalam lomba bola basket antar SMA walaupun hanya sebagai cadangan bukan sebagai starter (tim inti yang mulai bermain sejak awal pertandingan dimulai). Karena pikiranku masih penasaran tentang bagaimana mengalahkan Anton setelah pertandingan kemarin, mungkin secara tidak sadar aku mengungkapkan keinginanku untuk menjadi lebih pandai lagi dalam bermain bola basket.
“Jangan khawatir, kamu kan berbakat, paling sebentar lagi kamu bisa lebih pandai dari kakak-kakak kelas”, kata Mawar seakan-akan menyemangati aku.
Kami mengobrol (berbincang-bincang) sampai waktu istirahat selesai dan Mawar kembali ke tempat duduknya. 

Setelah pulang sekolah, kembali latihan klub bola basket difokuskan untuk persiapan sebelum lomba bola basket antar SMA. Agus tidak datang pada latihan hari itu. Setelah latihan pemanasan, latihan dilanjutkan dengan latihan yang masih sama dengan sebelumnya yaitu latih tanding antara 10 orang yang akan mewakili pertandingan bola basket antar SMA. Sebelum latih tanding dimulai Andi berbicara padaku “lihat tuh ada yang menonton”.
Memang latihan klub bola basket tidak tertutup untuk umum sehingga seringkali ada murid yang bukan anggota klub bola basket ikut menonton pertandingan latihan klub bola basket. Biasanya yang menonton adalah murid dari klub kegiatan ekstrakurikuler lain yang telah selesai atau belum mulai kegiatannya, atau memang murid-murid yang menyukai pertandingan bola basket tapi tidak mendaftar sebagai anggota klub bola basket. Aku diam saja diberitahu Andi.
“Hey Ya, lihat kesana dong”, kata Andi kembali menyuruhku melihat ke arah penonton.
Akupun akhirnya menoleh ke arah orang-orang yang menonton latihan kami. Ternyata disana ada Mawar. Melihatku menoleh ke arah dia, diapun tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku hanya tersenyum sebentar membalas senyumnya dan langsung menghadap ke depan lagi bersiap untuk bermain karena peluit tanda permainan dimulai sudah ditiup.
Aku masih di posisi point guard seperti latihan sebelumnya. Tetapi kali ini aku lebih semangat karena penasaran ingin mengalahkan Anton. Ketika aku yang membawa dan menggiring bola penjagaan Anton dan teman-teman setimnya membuatku harus mengoper bola sehingga aku belum berhasil membawa bolaku sendiri untuk kutembakkan (shooting) sendiri. Ketika Anton yang membawa bola, penjagaanku tidak berhasil merebut bola darinya. Ternyata perbedaan beberapa puluh centimeter sangat berpengaruh dalam permainan bola basket. Waktu yang diperlukan untuk menjangkau beberapa puluh centimeter tersebut sudah terlambat karena sudah bisa dipakai untuk melepaskan bola dalam bentuk operan atau tembakan (shooting). Dan sepertinya Anton dan teman-teman setimnya sudah sangat memahami ini sehingga mereka sudah mengoper bola atau menembakkan bola ketika lawan sudah mendekat sebelum mencapai jarak beberapa puluh centimeter tersebut. Aku mencoba meningkatkan kecepatan gerakku agar bisa lebih cepat menjangkau dalam perbedaan beberapa puluh centimeter tersebut, sehingga aku terlihat lebih bersemangat atau lebih bernafsu dalam bermain. Anton dan teman-teman setimnya sepertinya menyadari hal tersebut sehingga mereka lebih cepat (lebih awal) dalam melepaskan bola sebelum aku berhasil menjangkaunya.
“Ganti posisi”, kata Andi mengambil bola yang akan kugiring dari garis belakang. Andi mengambil alih posisiku sebagai point guard sehingga aku pun maju ke depan. Aku yang beberapa kali ini baru mulai terbiasa sebagai point guard yang membawa bola dan memikirkan arah operan bola, kali ini hanya berharap operan bola. Aku belum bisa menempatkan diri dengan baik sehingga untuk beberapa kali serangan (offense) aku tidak mendapatkan operan bola sama sekali.
Ketika istirahat setelah babak pertama, Andi mengajak ngobrol aku.
“Mentang-mentang ditonton Mawar kamu jadi semangat sekali”, kata Andi. Aku mau menjawab bahwa aku semangat bukan karena Mawar tapi belum sempat aku menjawab, Andi sudah menceramahiku.
“Basket adalah permainan tim, sehingga kamu harus berpikir secara tim. Jangan memaksakan diri sendiri. Sebagai point guard kamu harus bisa melihat secara keseluruhan untuk menemukan cara yang paling tepat untuk keberhasilan tim”, kata Andi panjang lebar.
“Kita kan hanya tim cadangan sebagai latih tanding tim inti, gak usah terlalu semangat Ya”, kata salah satu kakak kelas 2 dari tim kami.
“Iya, kita kan bermain untuk bersenang-senang bukan untuk mengalahkan tim inti”, kata kakak kelas yang lain menambahi.
“Untuk babak selanjutnya biar aku aja yang jadi point guard, kamu di depan aja jadi small foward atau shooting guard”, kata Andi.
Permainan latih tanding bola basket babak kedua dimulai. Karena ditugaskan di depan, maka aku harus cepat-cepat ke depan untuk mencari posisi dan bersiap menerima umpan. Aku memahami bahwa inti sebagai pemain yang di depan adalah berusaha mendapatkan posisi yang bebas tidak terjaga terlalu dekat oleh lawan sehingga bisa menerima umpan dan menembakkan bola ke ring lawan dengan cepat. Aku banyak bergerak kesana kemari berusaha mencari posisi dan menjauh dari penjagaan lawan. Ketika mendapat operan bola aku langsung berusaha menembakkan (shooting) bola ke ring. Jika pembawa bola kesulitan karena dijaga ketat, aku juga harus tanggap dengan mendekat untuk memudahkan pembawa bola mengoper bola padaku. Ketika serangan (offense) sudah selesai, maka aku harus cepat-cepat berlari kembali ke belakang lebih dulu untuk bertahan (defense). Karena banyak bergerak dan berlarian, aku masih terlihat lebih bersemangat dan lebih bernafsu dibanding yang lain. Walaupun begitu aku tidak terlihat lebih kelelahan dibanding yang lain. Staminaku (ketahanan tubuhku) memang bagus, menurutku lebih bagus dibanding teman-teman anggota klub bola basket lainnya, sehingga aku tidak gampang lelah. Ini karena latihan olahraga harian yang kulakukan dengan ayahku.
Latih tanding selesai. Ternyata hari itu adalah hari terakhir latihan klub bola basket sebelum lomba bola basket antar SMA. Bapak guru yang dari awal menonton latih tanding kami, memberi masukan terhadap permainan kami. Beliau memuji keputusan Andi yang merubah posisi kami setelah babak pertama. Beliau juga memberi masukan untuk tiap-tiap pemain tentang apa-apa yang sudah bagus dan perlu dipertahankan dan apa-apa yang masih perlu ditingkatkan. Bapak guru juga mengumumkan jadwal dan tempat pertandingan untuk klub bola basket SMA kami dalam lomba bola basket antar SMA.
Seperti biasa setelah selesai latihan klub bola basket aku langsung pulang.
“Arya tunggu”, teriak Mawar sambil berlari mengejarku. Aku pun berhenti.
“Kamu pulang ke arah mana? naik apa?”, tanya Mawar ketika sudah berhasil mengejarku.
“Naik angkutan umum ke arah daerah A (penyadur: nama daerah disamarkan)”, jawabku singkat.
“Aku ikut ya, aku nanti turun di daerah B, kan searah”, kata Mawar.
“Iya”, jawabku singkat.
Kami pun berjalan bersama.
“Jangan cepat-cepat dong jalannya”, kata Mawar. Aku pun melambatkan langkahku untuk mengimbangi kecepatan jalan Mawar. Aku merasa Mawar jalannya lambat. Mungkin karena aku sudah terbiasa jalan dengan cepat dan langkahku yang lebih lebar sehingga jalannya Mawar terasa lambat.
Di dalam angkutan umum, kami duduk berdampingan sehingga bahu kami yang berdempetan. Mawar kelihatan tidak nyaman. Aku tidak tahu apakah karena malu, takut atau yang lain.
“Aku baru pertama kali ini naik angkutan umum”, bisik Mawar kepadaku.
“Biasanya naik apa?”, tanyaku.
“Biasanya diantar-jemput oleh sopir”, jawab Mawar.
“Ketika pergi dengan teman-temanmu juga belum pernah naik angkutan umum?”, tanyaku lagi.
“Belum pernah”, jawabnya.
Karena kukira dia takut naik angkutan umum, maka akupun berkata agar dia tidak perlu takut.
“Jangan takut, kan ada aku”, kataku padanya. Dia tersenyum lalu menunduk sambil menekankan bahunya yang berdempetan dengan bahuku. Aku tidak paham apa maksud senyum dan gerakan tubuhnya tersebut sehingga aku diam saja.
Sampai di daerah B, Mawar turun dari angkutan umum. Aku tidak ikut turun. Mawar sudah menceritakan kalau rumahnya dekat dari tempat dia turun sehingga dia bilang bahwa aku tidak perlu mengantarnya. Aku melihat dari dalam angkutan umum untuk mengetahui Mawar berjalan ke arah rumah yang mana, tapi ternyata Mawar masih berdiri di tempatnya melihat kepergian angkutan umum yang kunaiki. Ketika dia melihat aku yang sedang menoleh ke arahnya dari dalam angkutan umum, dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar