Di hari lain ada PR Fisika.
Seperti sebelumnya, banyak murid-murid
yang sudah datang ke kelas dan kelihatan ramai membicarakan PR Fisika tersebut.
Aku masuk kelas, dan teman-teman tersebut tiba-tiba diam memandangi aku. Aku
langsung duduk di meja yang biasa kududuki, sedangkan kursi sampingku masih
kosong karena Andi belum datang. Terdengar teman-teman berbisik-bisik, entah
apa yang mereka debatkan. Tiba-tiba Mawar duduk di sampingku.
“Arya, kamu sudah mengerjakan PR Fisika?”,
tanyanya dengan nada pelan dan lembut, melihatku tapi ketika kulihat balik dia
menundukkan pandangan tidak berani melihat ke arahku, seakan-akan takut padaku.
“Sudah”, jawabku.
“Anu..PR-nya susah ya.., aku ada yang
kurang paham cara ngerjainnya, boleh minta diajarin?”, tanyanya lagi sambil
masih tidak berani bertemu pandangan denganku.
“Boleh”, jawabku.
Aku kemudian mengeluarkan buku PR-ku
dan kujelaskan secara singkat langkah-langkah pengerjaannya.
“Boleh kubawa ke mejaku untuk
kusalin?”, tanyanya lagi.
“Boleh”, jawabku.
“Teman-teman yang lain nanti juga
boleh ikutan nyalin PR-mu?”, tanyanya lagi.
“Boleh”, jawabku.
Lalu dia kembali ke mejanya dan
disambut teman-teman yang lain. Ketika aku menengok, teman-teman lain senyum
padaku. Ada yang bilang “terima kasih Arya”, ada yang bilang “aku juga ikut
lihat PR-mu ya Ya” dan semacamnya.
Aku teringat perkataan Andi tempo hari,
jadi sejak saat itu aku memutuskan jika ada yang mau pinjam PR-ku akan
kupinjami. Akan tetapi kejadian tadi sepertinya disalahartikan oleh Mawar dan
teman-teman lainnya, dan aku tidak menyadarinya saat itu.
Andi yang datang setelah itu hanya
tersenyum kepadaku. Aku yang saat itu tidak mengetahui arti senyumnya Andi hanya
berkomentar “ada apa kok kelihatan senang pagi ini?”.
“Gak ada apa-apa, he he”, jawab Andi sambil
senyum.
Ketika pelajaran berlangsung biasanya
aku hanya diam memperhatikan pelajaran. Walaupun kadang Andi mengajak bicara,
sering-seringnya aku hanya diam saja mengabaikan (cuek) dia. Kalaupun dia bertanya
sesuatu padaku, kadang aku hanya menjawab secara pendek dan seperlunya saja.
Sehingga Andi jadi sadar diri dan tidak mengajak aku berbicara ketika pelajaran
sedang berlangsung. Akan tetapi tiba-tiba saat itu dia menyenggolku dan
berbisik “Ssst, lihat ke sebelah kirimu”.
Aku pun melihat ke sebelah kiri, tidak
ada hal yang aneh, jadi aku kembali menghadap ke depan ke arah bapak guru yang
sedang menjelaskan pelajaran.
Aku pun menoleh melihat teman-temanku
di sebelah kiriku sampai akhirnya aku bertemu pandang dengan Mawar. Setelah
bertemu pandang denganku, dia kelihatan gugup dan langsung menundukkan
pandangan ke arah bukunya. Aku tidak berpikiran apa-apa saat itu, hanya merasa
heran apa yang spesial dari kejadian itu tadi sampai Andi menyuruhku menoleh.
Kejadian seperti itu terjadi beberapa
kali. Setiap kali Mawar memandangi aku, Andi selalu menyenggolku dan
memberitahuku untuk menoleh ke arah Mawar dan aku pun menoleh ke arah Mawar.
Dan biasanya Mawar langsung mengalihkan pandangan ketika aku menoleh padanya. Sepertinya
Mawar tidak menyadari bahwa aku menoleh ke arah dia hanya ketika diberitahu Andi
untuk menoleh.
Hari-hari selanjutnya ketika ada PR Matematika
atau Fisika, kembali Mawar yang datang ke mejaku mewakili teman-teman untuk
meminjam PR-ku. Setelah dua atau tiga kali, cara bicaranya juga sudah tidak
segugup waktu pertama kali bicara padaku. Dia juga sudah memandang ke arahku
ketika bicara kepadaku.
“Arya, ini PR-mu kukembalikan, terima
kasih ya”, kata Mawar sambil menyerahkan bukuku dan tersenyum.
Aku terima bukuku tanpa bilang
apa-apa, tapi melihat dia tersenyum akupun tersenyum balik dan pandangan mataku
bertemu dengan pandangan matanya. Walaupun sudah berani memandang ke arahku,
tapi ternyata Mawar masih tidak berani bertemu pandang denganku sehingga dia
langsung menundukkan wajah sambil tersenyum dan segera kembali ke mejanya.
“Tumben kamu tersenyum?”, tanya Andi yang
duduk disampingku sambil tersenyum.
Aku memang jarang tersenyum. Tapi jika
ada orang yang senyum kepadaku biasanya aku balas tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar