Kamis, 25 Februari 2016

#7 Berlatih Bola Basket

(sebelumnya #6)


Hari-hariku di SMA mulai berubah.
Setiap hari sepulang sekolah aku latihan bola basket bersama teman-teman klub bola basket di lapangan bola basket di sekolah. Bapak guru tidak setiap hari datang ke latihan klub bola basket. Walaupun tidak setiap hari bapak guru datang ke latihan klub bola basket, tetapi ada ketua klub yang mengawal jalannya latihan bola basket. Ketika bapak guru datang ke latihan klub bola basket, beliau memberi kami latihan baru, apakah itu latihan pemanasan, latihan teknik ataukah latihan dasar. Kadang bapak guru datang ke latihan klub hanya untuk mengecek perkembangan latihan dasar kami para anggota baru, dan memberikan masukkan pada kami para anggota baru tentang apa yang perlu ditingkatkan dari latihan dasar kami.
Di rumah aku juga berlatih bola basket sendiri. Aku amati dan perhatikan setiap detil dari bolanya. Aku mencoba-coba segala hal terhadap bolanya. Jika bolanya kugelindingkan sambil kuputar hasilnya bagaimana, jika bolanya kupantulkan dengan perputaran tertentu hasilnya bagaimana, dan sebagaianya. Aku memang suka memikirkan (menganalisis) sesuatu dan mencoba-coba atau bereksperimen terhadap hal-hal yang ingin kuketahui. Aku melatih penguasaan bola dan drible dengan bereksperimen seperti itu.
Aku juga melatih kemampuanku shooting (melempar bola masuk ke dalam ring). Aku melatih ketepatan lemparan bolaku. Aku ulangi melempar bola berkali-kali dari tempat yang sama sampai akhirnya mendapatkan hasil yang terbaik yaitu masuk pas ke tengah-tengah ring tanpa menyentuh lingkaran besinya. Jika sudah berhasil, aku mencoba mengingat-ingat posisi anggota tubuhku, tinggi sudut lemparan, besarnya tenaga sampai tingkat konstraksi atau peregangan ototku lalu kucoba lagi melempar dengan kondisi yang sama tersebut berulang kali untuk menghasilkan hasil yang sama berturut-turut sampai tubuhku hafal. Setelah berhasil, baru kucoba pindah tempat melempar dan kuulangi lagi langkah-langkah tadi. Aku juga melatih ketepatan lemparanku dengan memantulkannya pada papan ring. Aku juga mencoba-coba lemparan dengan ketinggian sudut yang berbeda. Aku juga mencoba-coba lemparan dari jarak yang berbeda-beda mulai jarak dekat sampai jarak yang jauh.

Senin, 22 Februari 2016

#6 Namanya Mawar

(sebelumnya #5)


Di hari lain ada PR Fisika.
Seperti sebelumnya, banyak murid-murid yang sudah datang ke kelas dan kelihatan ramai membicarakan PR Fisika tersebut. Aku masuk kelas, dan teman-teman tersebut tiba-tiba diam memandangi aku. Aku langsung duduk di meja yang biasa kududuki, sedangkan kursi sampingku masih kosong karena Andi belum datang. Terdengar teman-teman berbisik-bisik, entah apa yang mereka debatkan. Tiba-tiba Mawar duduk di sampingku.
“Arya, kamu sudah mengerjakan PR Fisika?”, tanyanya dengan nada pelan dan lembut, melihatku tapi ketika kulihat balik dia menundukkan pandangan tidak berani melihat ke arahku, seakan-akan takut padaku.
“Sudah”, jawabku.
“Anu..PR-nya susah ya.., aku ada yang kurang paham cara ngerjainnya, boleh minta diajarin?”, tanyanya lagi sambil masih tidak berani bertemu pandangan denganku.
“Boleh”, jawabku.
Aku kemudian mengeluarkan buku PR-ku dan kujelaskan secara singkat langkah-langkah pengerjaannya.
“Boleh kubawa ke mejaku untuk kusalin?”, tanyanya lagi.
“Boleh”, jawabku.
“Teman-teman yang lain nanti juga boleh ikutan nyalin PR-mu?”, tanyanya lagi.
“Boleh”, jawabku.
Lalu dia kembali ke mejanya dan disambut teman-teman yang lain. Ketika aku menengok, teman-teman lain senyum padaku. Ada yang bilang “terima kasih Arya”, ada yang bilang “aku juga ikut lihat PR-mu ya Ya” dan semacamnya.
Aku teringat perkataan Andi tempo hari, jadi sejak saat itu aku memutuskan jika ada yang mau pinjam PR-ku akan kupinjami. Akan tetapi kejadian tadi sepertinya disalahartikan oleh Mawar dan teman-teman lainnya, dan aku tidak menyadarinya saat itu.
Andi yang datang setelah itu hanya tersenyum kepadaku. Aku yang saat itu tidak mengetahui arti senyumnya Andi hanya berkomentar “ada apa kok kelihatan senang pagi ini?”.
“Gak ada apa-apa, he he”, jawab Andi sambil senyum.
Ketika pelajaran berlangsung biasanya aku hanya diam memperhatikan pelajaran. Walaupun kadang Andi mengajak bicara, sering-seringnya aku hanya diam saja mengabaikan (cuek) dia. Kalaupun dia bertanya sesuatu padaku, kadang aku hanya menjawab secara pendek dan seperlunya saja. Sehingga Andi jadi sadar diri dan tidak mengajak aku berbicara ketika pelajaran sedang berlangsung. Akan tetapi tiba-tiba saat itu dia menyenggolku dan berbisik “Ssst, lihat ke sebelah kirimu”.
Aku pun melihat ke sebelah kiri, tidak ada hal yang aneh, jadi aku kembali menghadap ke depan ke arah bapak guru yang sedang menjelaskan pelajaran.
“Bukan kirimu persis,tapi agak kebelakang..ada yang ngelihatin kamu tuh”, kata Andi

Jumat, 12 Februari 2016

#5 Perkelahian perdana

(sebelumnya #4)


Aku suka pelajaran Matematika dan Fisika. Sejak kecil aku memang suka pelajaran Matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA). (penyadur: jadi selain pandai di bidang olah tubuh, Arya juga pandai dalam pemahaman logis atau dalam teori multiple intelligence biasa disebut kecerdasan logis matematis). Nilaiku untuk pelajaran Matematika dan IPA ketika di SMP juga sangat bagus. Karena suka, aku jadi lebih mudah memahami. Di kelas, walaupun aku tidak pernah mengajukan diri menjawab pertanyaan para guru, tetapi ketika ditunjuk, aku selalu dapat menjawab pertanyaan guru untuk pelajaran Matematika dan Fisika.
Suatu hari, ada PR pelajaran Matematika.
Pagi hari itu ketika aku datang ke kelas, tidak seperti biasanya, sudah banyak murid-murid lain yang datang. Mereka kelihatan ramai. Ternyata mereka membicarakan PR Matematika. Banyak yang belum mengerjakan PR-nya karena susah. Aku sudah mengerjakan.
Ketika aku meletakkan tasku dan akan duduk di tempat dudukku, tiba-tiba ketua kelas menghampiriku dan bertanya, “kamu sudah mengerjakan PR Matematika?”
“Sudah”, jawabku.
“Pinjam dong, kami mau nyontek”, pintanya mewakili teman-teman yang lain.
“Gak boleh”, jawabku pendek.
“Sombong banget kamu”, kata ketua kelas sambil menyerang aku.
Sifatku yang pendiam dan tidak banyak bergaul memang menjadi sasaran olok-olokan/kejahilan (bullying) baik secara perkataan maupun secara fisik. Di SMP aku juga pernah diolok-olok/dijahili (di-bully) teman sekolahku. Awalnya teman-teman mengolok-olokku secara perkataan, aku diam saja, cuek dan tidak terpengaruh. Sampai akhirnya pernah mereka berusaha menjahiliku (mem-bully aku) secara fisik dengan cara mengelilingi aku dan mencegahku yang akan pergi ke toilet. Dengan cuek aku mendorong temanku yang memimpin kejahilan tersebut sampai jatuh dan menunjukkan bahwa aku tidak takut. Akhirnya aku tidak pernah diolok-olok/dijahili (di-bully) lagi selama di SMP.
Sekarang di SMA ketua kelas menyerangku. Jika aku sampai kalah dan terlihat takut, selanjutnya aku bisa jadi sasaran olok-olokan/kejahilan (bullying). Aku tidak boleh kalah. Perkelahian antara aku dan ketua kelas tersebut sangat singkat, jika dituliskan kurang lebih sebagai berikut.