Setelah sembuh dari lukaku, walaupun sudah tidak berlatih untuk persiapan
duel, aku meminta pada ayah agar latihan silatku tetap memakai tantangan 10
menit. Ayah menyetujui permintaanku tersebut.
Hari-hari selanjutnya, kegiatanku kurang lebih sama.
Di pagi hari aku berlatih tanding dengan ayah. Sesuai penjelasan ayah
waktu itu, dengan kecepatan penglihatan, kecepatan reaksi dan kecepatan
bergerak, aku harus bisa memperkirakan gerakan lawan dan menerapkan
gerakan silat yang tepat untuk menghadapi lawan. Aku berusaha menerapkan hal tersebut setiap kali
menghadapi ayah, tapi aku merasa latihan tantangan 10 menit ini tidak ada
perkembangan. Aku belum berhasil mengenai ayah dalam waktu 10 menit dan aku
selalu terkena serangan ayah dalam waktu kurang dari 10 menit. Aku sudah mulai
terbiasa atas rasa sakit karena terkena serangan ayah.
Di sekolah kegiatanku kurang lebih juga sama. Ketika istirahat aku hanya
di kelas memikirkan latihan silat di pagi harinya melawan ayah dan mencoba
mencari tahu kenapa aku tidak berhasil mengenai ayah. Aku juga memikirkan
cara-cara lain untuk bisa melawan ayah atau ibu. Jika menemukan ide baru untuk
melawan ayah atau ibu biasanya aku jadi bersemangat sehingga pulang sekolah
langsung pulang ke rumah karena ingin segera mencoba ide tersebut dengan
melawan ibu. Tetapi kadang aku tidak mempunyai ide baru untuk melawan ayah atau
ibu sehingga pulang sekolah kadang aku mencari Bunga untuk diajak ngobrol
(berbicara) tentang silat. Tapi beberapa kali sepulang sekolah aku mencari
Bunga di atas gedung tidak ketemu.
Sepulang sekolah biasanya aku mengajak ibu untuk berlatih tanding
tantangan 10 menit, terutama jika sedang punya ide baru. Sebagaimana latih
tanding melawan ayah, aku belum bisa mengenai ibu dalam waktu 10 menit.
Kadang-kadang ibu tidak mau kuajak berlatih tanding sehingga aku berlatih silat
sendiri dengan melatih jurus atau melatih kemampuan tubuh.
Beberapa ide yang telah kucoba untuk melawan ayah atau ibu adalah dengan
memvariasikan seranganku (membuat serangan yang bermacam-macam atau
berubah-ubah) dengan berbagai jurus agar tidak mudah ditebak oleh ayah atau
ibu. Dari semua jurus yang sudah kupelajari dari ayah, hampir sudah pernah
kucoba semua, baik ketika melawan ayah atau ibu, namun tetap saja aku belum
bisa mengenai ayah atau ibu. Cara lain adalah dengan menggabungkan
(mengkombinasikan) beberapa gerakan silat atau beberapa jurus atau beberapa aliran
silat (martial art schools/styles)*
atau bahkan dari beberapa jenis beladiri, tetapi cara ini juga belum berhasil
mengenai ayah atau ibu.
(*penyadur: dalam istilah bahasa
inggris martial art styles mengacu pada jenis-jenis beladiri (martial art
types) seperti tinju, silat, dan sebagainya. Sedangkan martial art schools
mengacu pada aliran dari suatu bela diri tertentu misalnya ilmu silat aliran Tapak
Suci. Sesuai namanya, schools (sekolah) merupakan penamaan berdasarkan pengajar
utama atau pencipta awalnya atau yang mempopulerkan atau kadang memang karena
penamaan/merk sekolah yang mengajari aliran beladiri tersebut. Kadang untuk
jenis beladiri seperti tinju, silat memakai istilah martial art types,
sedangkan styles dan schools diartikan sama. Untuk penulisan ini istilah jenis beladiri dipakai untuk menyebut jenis-jenis
beladiri seperti silat, tinju, dan sebagainya. Sedangkan istilah aliran dipakai untuk menyebut kumpulan
jurus yang penciptanya, pengajar awalnya, sekolahnya atau sumbernya sama
seperti aliran Tapak Suci, aliran Shaolin, dan sebagainya. Dalam cerita silat
ada istilah ilmu yang terdiri dari
beberapa jurus, misalnya ilmu silat harimau yang terdiri dari jurus harimau
menerkam, jurus harimau melompat, dan sebagainya. Untuk yang seperti itu, dalam
penulisan ini bisa dipakai istilah ilmu
(ilmu silat), gaya (styles), atau jurus yang penting bisa dipahami
maksudnya. Tetapi jangan sampai rancu dengan istilah ilmu silat (silat) yang
berarti kemampuan silat seseorang.)
Cara lain lagi adalah dengan melatih kemampuan tubuhku terutama untuk
kemampuan kecepatan melihat, kecepatan reaksi dan kecepatan gerak dengan
latihan-latihan kemampuan tubuh yang sudah diajari ayah. Selain itu aku juga
melatih kemampuan kekuatan tubuhku. Di halaman belakang rumah ada berbagai
macam peralatan untuk berlatih silat dan kemampuan tubuh. Aku merasa kemampuan
tubuhku sudah mulai ada peningkatan tapi sepertinya belum cukup karena aku
masih belum bisa mengenai ayah atau ibu.
Ide lain adalah mencoba jurus baru. Ketika aku berlatih jurus sendirian,
itu termasuk berlatih jurus baru. Jurus baru yang kulatih adalah jurus yang
kulihat dari Bunga atau dari temannya Agus. Tetapi jurus baru tersebut tetap
belum berhasil untuk mengenai ayah atau ibu. Aku sadar bahwa jurus baruku
tersebut kecil kemungkinan akan berhasil tetapi setidaknya aku mencobanya.
Jurus baru tersebut kemungkinan berhasilnya kecil karena jurus tersebut
berhasil kukalahkan padahal yang memakai adalah pengguna jurus aslinya.
Sedangkan aku hanya berlatih berdasarkan ingatan dari hasil penglihatan
sehingga jurus yang kuperagakan (kupakai/kulakukan) tidak sesempurna jurus
aslinya karena mungkin ada gerakan otot yang tidak kulihat atau tidak kuingat
atau ada pengaturan tingkat pembagian tenaga yang tidak kuketahui. Ibu tidak
berkomentar (bereaksi) apa-apa ketika aku memakai jurus baru tersebut.
Sedangkan ayah hanya tersenyum melihatku memakai jurus baru ketika melawannya.
Ide lain adalah melakukan seperti yang dilakukan temannya Agus ketika
melawanku yaitu mengorbankan pertahanan untuk bisa menyerang. Tapi cara
tersebut tidak bisa kupakai ketika melawan ibu karena ibu hanya bertahan dan
tidak meyerang aku. Aku mencoba melakukan cara tersebut ketika melawan ayah
tapi tidak berhasil karena ayah masih bisa menghindar atau menangkis walaupun
sedang menyerang aku sedangkan aku tetap terkena serangan ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar