Rabu, 02 November 2016

#23 Hari-H Pertarungan




Hari itu adalah hari pertarungan yang telah dijanjikan.
Di pagi hari tidak ada latih tanding dengan ayah. Kami hanya berlatih gerakan-gerakan silat untuk menjaga kebugaran tubuh setelah bangun tidur. Ayah menyemangati aku sebelum duelku nanti siang dan berpesan beberapa hal. Ketika istirahat aku di dalam kelas saja menenangkan pikiran dan mental agar nanti bisa fokus dalam pertarungan serta merenungi pesan ayah.
Sepulang sekolah aku tidak langsung berangkat menuju tempat yang ditentukan tetapi menunggu agak sepi dulu. Ketika aku akan berangkat dan sudah berjalan di halaman sekolah, tiba-tiba Bunga datang dan berjalan di sampingku. Tidak seperti Mawar, Bunga bisa mengimbangi kecepatan berjalanku. Kami berangkat bersama ke tempat yang telah ditentukan. Tempat tersebut memang sepi. Aku melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada orang lain yang akan melihat kami. Di situ sudah ada Agus dan teman-temannya. Yang paling depan adalah teman Agus yang telah mengalahkanku di sirkus dulu. Sepertinya dia lah pemimpin geng (kelompok) Agus dan teman-temannya tersebut. Dia yang akan melawanku dalam duel kali ini, sebagaimana yang kuharapkan.

Sebelum mulai duel aku mencoba bertanya terlebih dahulu kepada mereka apakah mereka paham apa itu duel dan akibatnya (konsekuensinya). Teman Agus menjawab bahwa mereka sudah tahu sehingga tidak perlu basa-basi. Dia langsung memasang (bersiap dengan) kuda-kuda (stance). Kuda-kuda yang dia pakai berbeda dengan kuda-kuda yang dia pakai waktu bertarung denganku di sirkus dulu. Berarti jurus yang akan dia pakai berbeda denga jurus yang dulu awalnya dia pakai melawanku. Mungkin kuda-kuda tersebut adalah kuda-kuda jurus yang berhasil mengalahkanku dulu. Atau mungkin itu adalah kuda-kuda jurus yang lain lagi.
Aku memakai kuda-kuda yang umum karena aku bermaksud bertahan dulu tidak langsung menyerangnya. Aku amati tinggi tubuhnya, besar tubuhnya, panjang jangkauan tangan dan kakinya. Dia lebih tinggi, lebih berat dan jangkauan tangan dan kakinya lebih panjang dari pada aku. Aku telah dilatih ayah untuk bisa memperkirakan secara cepat ukuran-ukuran seperti jumlah, jarak, panjang, dan berat suatu benda hanya dengan melihat. Aku juga mengamati kuda-kudanya dan memperkirakan kemungkinan-kemungkinan gerakan dari posisi kuda-kuda seperti itu.
Setelah beberapa saat saling mengamati, temannya Agus menyerangku. Aku berhasil menghindar karena serangannya sesuai dengan yang kuperkirakan dari hasil pengamatanku tadi. Tetapi ternyata serangan tersebut dilanjukan dengan serangan lain. Aku terus berusaha menghindar sambil masih mengamati gerakan-gerakan lawanku tersebut. Sebagaimana yang kuingat waktu pertarungan di sirkus dulu, serangan temannya Agus tersebut sepertinya berbahaya. Walaupun jurusnya sepertinya sulit dan gerakannya tidak mudah ditebak tetapi aku masih bisa menghindar. Aku juga tidak kesulitan menjaga dan mengokohkan keseimbanganku ketika menghindar, tidak seperti ketika melawan Bunga.
Jurus yang berbahaya atau mematikan adalah jurus yang serangan-serangannya bisa menimbulkan kematian atau cacat tubuh. Ilmu silat adalah ilmu untuk bertarung merobohkan lawan sehingga pada dasarnya semua jurus adalah jurus yang berbahaya atau mematikan. Tetapi dengan perkembangan jaman dimana ilmu silat sudah menjadi olahraga sehingga diterapkan aturan tidak boleh menyerang bagian-bagian tertentu dari tubuh maka berkembang jurus-jurus yang tidak berbahaya. Selain itu ada juga jurus yang diciptakan khusus untuk membela diri sehingga serangannya hanya untuk menyakiti lawan atau merobohkan lawan tetapi tidak sampai membunuhnya. (penyadur: mungkin karena inilah maka disebut beladiri atau self defence). Ada juga jurus yang berbahaya bagi pemakainya karena tingkat kesulitan jurus sehingga jika salah gerakan bisa menimbulkan cedera pada pemakainya.
Karena aku hanya menghindar terus, temannya Agus tersebut jadi menguasai ritme pertarungan sehingga lama kelamaan serangannya menjadi semakin sulit untuk kuhindari. Aku juga jadi tidak sempat mengamati gerakan-gerakannya karena berkonsentrasi menghindari serangannya. Akhirnya aku harus menangkis serangannya karena tidak sempat kuhindari. Dari menangkis serangannya tersebut aku mengetahui besarnya kekuatan serangannya seperti yang telah kuperkirakan. Akupun mulai balas menyerang agar ritme pertarungan tidak sepenuhnya dia kuasai. Aku menyerang dengan menggunakan jurus yang sulit tetapi dia berhasil menghindar. Ritme pertarungan menjadi ritme pertarungan adu jurus. Seranganku berhasil dia hindari atau dia tangkis dan begitu juga sebaliknya.
Setelah beberapa saat akhirnya seranganku ada yang kena, tetapi dia seperti tidak kesakitan dan masih bisa mempertahankan keseimbangannya sehingga masih bisa menyerang balik dan melanjutkan pertarungan. Aku beberapa kali berhasil mengenainya tetapi lagi-lagi dia seperti tidak kesakitan dan masih bisa mempertahankan keseimbangan dan meneruskan pertarungan. Sampai akhirnya ketika aku menyerang dia tidak berusaha menghindar atau menangkis tetapi disaat yang sama juga melancarkan serangan. Aku tidak menyangka dia mengincar pertahananku yang terbuka saat aku menyerang dengan tidak menghiraukan pertahanannya sendiri. Walaupun secara penglihatan dan pikiran aku sempat tahu hal tersebut, tapi aku tidak bisa menghindar maupun menangkis serangan karena tubuhku sudah terlanjur bergerak sesuai gerakan jurusku. Sehingga pada saat aku berhasil menyerangnya aku juga terkena serangannya berupa pukulan di rusuk kiriku.
Aku berteriak kesakitan dan hampir terjatuh. Sambil menahan rasa sakit aku langsung mengokohkan keseimbanganku dan berhasil menghindari serangan-serangan berikutnya. Bunga berteriak padaku agar aku menyerah saja karena sudah kesakitan. Sambil terus menghindari serangannya aku berpikir bagaimana cara mengalahkannya. Karena jurus pukulan dan tendangan sepertinya tidak berhasil merobohkannya akhirnya aku memutuskan mengubah jurusku.
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya aku dapat menangkap tangan kanannya ketika dia menyerang dengan pukulan. Tangan kanannya kutangkap dengan kedua tanganku dan kupelintir sehingga terbelenggu dan tidak bisa dia gerakkan. Dia mencoba memukulku dengan tangan kiri tetapi berhasil kuhindari dengan bergerak ke samping kanannya sambil terus memegangi tangan kanannya. Dia berusaha menyerangku dengan kakinya tetapi bisa kuhindari dengan bergerak ke belakangnya dan kesempatan itu kugunakan untuk menjegal dan merobohkannya dari belakang. Dia jatuh tersungkur ke depan dengan lututku menindih punggungnya dan kedua tanganku masih memelintir tangan kanannya. Dia tidak bisa bergerak hanya mengerang seperti kesakitan.
“Kamu menyerah tidak?”, tanyaku. Dia tidak menjawab hanya mengerang.
Agus dan teman-temannya yang lain bersiap seperti mau menyerangku. Posisiku yang sedang tidak bisa bergerak karena sedang menindihnya sangat mudah untuk diserang. Tetapi Bunga sudah berada di belakangku dan menghadang Agus dan teman-temannya.
“(jika) Mereka menyerangku, (akan) kupatahkan tanganmu”, kataku padanya.
“Jangan”, jawabnya berteriak. Agus dan teman-temannya yang lain diam berdiri tidak menyerang.
“Menyerah?”, tanyaku.
“Iya”, jawabnya singkat.
Karena dia sudah menyerah, sebelum kulepaskan, kesempatan tersebut kugunakan untuk menjelaskan padanya apa yang dipesan oleh ayahku.
“Menyakiti orang konsekuensinya (akibatnya) berurusan dengan polisi. Bisa ditangkap dan dihukum. Jika yang disakiti dendam, bisa membalas dengan lebih kejam”, kataku menjelaskan.
“Untuk mengadu ilmu silat tanpa konsekuensi tersebut, dibuatlah aturan duel. Harus sama-sama mau dan ada saksi dari masing-masing pihak. Jika tidak ada saksi, harus ada perjanjian tertulis”, lanjutku.
“Kamu dulu menyakitiku dengan alasan duel padahal itu bukan duel. Aku tidak mau mempermasalahkan lebih lanjut, kuanggap urusan kita selesai disini. Paham?”, tanyaku pada teman Agus. Temannya Agus menjawab iya dengan singkat dan pelan. Aku pun berdiri melepaskannya dan membiarkan dia berdiri sendiri.
“Kalau kalian?”, tanyaku pada yang lain. Mereka menjawab iya dengan suara datar dan pelan.
“Kata guruku, dunia persilatan bisa lebih kejam, bisa sampai cacat atau meninggal. Jika tidak ingin terlibat lebih jauh dalam dunia persilatan maka jangan bertarung dengan pesilat lain, apalagi jika bertarungnya bukan dengan aturan duel”, kataku memperingatkan. Aku menyebut ayahku dengan kata guruku agar tidak ketahuan bahwa yang mengajariku silat adalah ayahku. Aku menyadari bahwa pesan ayah yang kusampaikan ke mereka tersebut juga merupakan pesan buatku.
Setelah aku selesai menyampaikan pesan ayahku, mereka hanya diam melihatku dan Bunga. Aku dan Bunga juga diam sehingga selama beberapa saat kami hanya diam saling mengamati. Kemudian mereka pergi tanpa bicara apa-apa. Aku dan Bunga juga meninggalkan tempat itu ke arah yang berbeda dengan mereka. Aku berjalan sambil memegangi rusuk kiriku yang terasa sakit dengan tangan kanan, sehingga jalanku tidak secepat biasanya.
“Rusuk kirimu tidak ada yang patah kan?”, tanya Bunga mengkhawatirkan diriku, sambil berusaha memapahku. Tangan kanannya merangkul badanku di bagian pinggang dan tangan kirinya memegangi tangan kiriku yang sudah dia tarik dan dirangkulkan di pundaknya.
“Aku bisa jalan sendiri”, jawabku sambil melepaskan tangan kiriku dari pundaknya. Bunga pun melepaskan tangan kanannya dari pinggangku. Dia memperlambat jalannya mendampingiku.
Kami berjalan sampai tempat pemberhentian angkutan umum. Bunga menemaniku sampai aku naik angkutan umum. Dia menanyakan apakah aku kuat sampai rumah, apakah perlu dia antar sampai rumah. Aku jawab bahwa dia tidak perlu mengantarku, aku kuat pulang sendiri sampai rumah.
Sampai di rumah aku langsung disambut ibu dan diperiksa lukaku. Untunglah tidak ada tulang yang patah, hanya luka memar karena pukulan. Ibu lalu mengobati lukaku dan menyuruhku beristirahat dan melarangku banyak bergerak. Menurut ibu dalam satu hari kemungkinan lukaku sudah mendingan (membaik) seperti lukaku waktu pertama kali dikalahkan temannya Agus. Aku kemudian menyadari bahwa lukaku ketika berlatih tanding dengan ayah kemarin tidak separah ini. Berarti kemarin-kemarin ayah menahan serangannya dan mengurangi kekuatannya ketika serangannya mengenaiku.
Malam harinya aku menceritakan tentang pertarunganku tadi siang ke ayah dan ibu. Aku menanyakan kepada ayah kenapa temannya Agus walaupun sudah terkena seranganku tetapi seperti tidak terpengaruh. Apakah temannya Agus memang sangat kuat dan tahan terhadap serangan? Karena aku yakin kekuatan seranganku tidak lemah.
Ayah menjelaskan bahwa berdasarkan ceritaku, kemungkinan besar temannya Agus adalah orang yang sudah sering merasakan sakit dalam pertarungan sehingga dia terbiasa menahan rasa sakit dalam pertarungan.
“Dari ceritamu, kamu juga melakukan hal yang sama, yaitu menahan rasa sakitmu dan melanjutkan pertarungan. Perbedaannya adalah bahwa lawanmu tidak menunjukkan rasa sakitnya”, lanjut ayah menjelaskan. Aku hanya diam saja karena masih belum puas dengan penjelasan ayah.
“Kenapa kamu memutuskan untuk menahan rasa sakitmu dan melanjutkan pertarungan?”, tanya ayah.
“Aku merasa masih bisa menang melawannya Yah”, jawabku singkat.
“Lawanmu juga berpikir begitu”, kata ayah yang kemudian melanjutkan penjelasannya.
Ayah mengatakan bahwa pertarungan dalam silat tidak seperti perkelahian biasa dimana ketika sudah ada yang kena serangan, biasanya pertarungan berhenti. Perkelahian pada umumnya adalah karena emosi sesaat sehingga ketika sudah ada yang terkena serangan, baik penyerang maupun yang diserang langsung menyadari bahwa tidak perlu dilanjutkan. Selama ini pertarunganku adalah perkelahian biasa sehingga wajar jika aku kurang memahami duel. Apalagi duel tadi adalah duel perdanaku.
Sebagaimana pernah ayah jelaskan bahwa ilmu silat adalah kemampuan seseorang bertarung untuk mengalahkan atau bahkan melumpuhkan orang lain. Jadi pertarungan dalam dunia silat, kemenangan ditentukan dengan kemampuan melumpuhkan lawan sampai menyerah atau tidak sanggup melawan lagi. Walaupun ayah pernah menjelaskan bahwa ilmu silat seseorang lebih tinggi dari orang lain dapat dilihat dari jurus pihak mana yang lebih banyak mengenai lawan dan seberapa besar daya hancurnya, namun sebelum salah satu pihak menyerah atau tidak sanggup melawan lagi maka pertarungan belum berakhir sehingga belum bisa disebut ada yang menang.
Misalkan seseorang punya 3 jurus, baru mencoba 1 jurus tapi sudah terkena serangan atau bisa disebut jurusnya tersebut telah dikalahkan dengan jurus lawan, namun secara tubuh masih bisa bertarung, tentu dia masih penasaran dan masih ingin bertarung untuk mencoba jurus lainnya. Itu mirip yang terjadi padaku. Aku terkena serangan temannya Agus dan merasa jurusku tidak mampu mengalahkan temannya Agus, tapi aku merasa masih bisa melanjutkan pertarungan karena masih ingin mencoba menggunakan jurus lain.
Sebagaimana pernah ayah jelaskan bahwa inti dari pertarungan adalah mengalahkan lawan, bukan tentang siapa yang dapat mengenai lawan lebih dulu. Tapi bagi yang belum terbiasa bertarung, ketika sudah mendapat serangan yang menyakitkan langsung merasa kalah. Itulah yang dulu kualami ketika pertama kali dikalahkan oleh temannya Agus.
Bagi yang sudah terbiasa bertarung dan tahu kemampuan tubuh sendiri, bisa mengukur kira-kira terkena serangan seperti apa yang masih bisa melanjutkan dan yang sudah tidak bisa melanjutkan. Itulah yang dilakukan temannya Agus ketika terkena seranganku, walaupun sakit tapi tidak menunjukkan sakitnya dan meneruskan pertarungan. Bahkan setelah tahu tingkat sakit yang akan diterima, sengaja menerima serangan untuk bisa menyerang dan mengenai lawan. Tetapi ada juga yang walaupun terkena serangan yang menyakitkan masih melanjutkan pertarungan. Bisa jadi karena dia tidak memahami lukanya sendiri atau memang nekat. Alasan nekat bisa karena pertarungan hidup dan mati yaitu pertarungan yang jika dia kalah atau berhenti melawan akan berakibat lebih buruk atau bahkan meninggal, sehingga walaupun sudah sakit parah masih melanjutkan pertarungan. Oleh karena itu ayah melatih dengan tantangan 10 menit agar aku terbiasa terkena serangan. Tapi ayah menahan serangan dan tenaganya sehingga luka yang kuderita tidak sampai parah.
“Wajar jika kamu masih kurang paham karena ini adalah duel pertamamu. Untuk selanjutnya jika ada yang menantangmu duel atau bertarung secara dunia persilatan kamu jadi lebih hati-hati”, kata ayah mengakhiri penjelasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar